Banjarmasin, KP – Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin Tugiatno meminta, Pemko melalui instansi terkait melakukan pengawasan ketat dalam mengantisipasi pekerja anak di bawah umur.
Menurutnya, masih banyaknya pekerja anak di bawah selama ini salah satu penyebabnya adalah karena kurang pengawasan dan tidak adanya sikap tegas terhadap mereka yang melakukan pelanggaran .
“Padahal memperkerjakan anak di bawah umur jelas-jelas merupakan pelanggaran Undang-Undang,” kata Tugiatno.
Sebelumnya kepada {KP} Jumat (9)4/2021) ia menengarai, hingga saat ini masih banyak anak di bawah di Banjarmasin yang dipekerjakan selain jadi pengemis.
Menurutnya, selain perlu adanya pengawasan ketat dan sanksi tegas untuk meminimalisir permasalahan terkait perlindungan hak-hak anak tersebut dibutuhkan juga upaya sosialisasi untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat.
Unsur pimpinan dewan dari F- PDIP ini menyebutkan, saat ini sektor non formal diduga paling banyak yang mempekerjakan anak di bawah umur. Seperti ujarnya, dipekerjakan menjadi Pembantu Rumah Tangga (PRT) , industri rumah tangga atau bekerja di Tempat Hiburan Malam (THM).
“Umumnya anak di bawah umur yang bekerja di Tempat Hiburan Malam ini statusnya sebagai pekerja kontrak atau pekerja lepas,” katanya.
Lebih jauh ia menegaskan, apapun alasan mempekerjakan anak di bawah umur sama sekali tidak dibenarkan karena bertentangan sebagaimana diamanatkan UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No : 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Selain bertentangan dan melanggar Undang-Undang, Pemko Banjarmasin tahun 2013 lalu juga sudah menerbitkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perlindungan Anak.
Kendati ia mengakui, umumnya anak-anak usia dibawah umur terpaksa mencari nafkah dan bekerja rata-rata karena alasan himpitan ekonomi.
“Namun sekali lagi apapun alasannya, saya tak setuju jika anak bekerja a membantu orang tua mencari nafkah , apa lagi di jalanan dengan cara mengamen atau mengemis. Masalahnya karena mencari nafkah adalah tanggung jawab dari orang tua,” tandasnya.
Kembali ia menegaskan, anak dibawa umur atau masih usia sekolah seharusnya mereka belajar, bukan malah bekerja atau dipekerjakan. Sebaliknya, jika alasan orangtua untuk menambah biaya pendidikan anaknya sangat tidak patut.
“Sebab sistem pendidikan kita dengan program wajib belajar pendidikan dua belas tahun, sekolah tidak dipungut biaya atau gratis, sehingga tidak ada alasan orang tua bilang anaknya terpaksa bekerja untuk mencari tambahan biaya sekolah,” kata Tugiatno.
Tanggung Jawab Bersama
Pada bagian lain Tugiatno mengatakan, guna menciptakan generasi berkualitas dan memiliki mental dan spiritual yang berlandaskan norma kebaikan, maka seorang anak perlu mendapatkan perlindungan agar mereka tumbuh dan berkembang dengan baik.
Apalagi lanjutnya, karena mereka dipersiapkan sebagai tunas harapan bangsa.Menyadari hal itu, maka eksistensi anak di tengah masyarakat dengan berbagai permasalahannya tentunya menuntut perhatian maupun penanganan tanggung jawab bersama, baik dari pemerintah pusat atau daerah, peran orang tua serta seluruh masyarakat secara terpadu.
“Jelasnya pemerintah, masyarakat atau organisasi masyarakat, orang tua/wali tidak terkecuali keluarga terdekat wajib melindungi dan memberdayakan kemampuan anak dalam pencapaian hak-haknya untuk mencapai kesejahteraan dan menatap masa depan lebih baik,”demikian Tugiatno. (nid/K-3)