Oleh : Muhandisa Al-Mustanir
Asisten Dosen Kampus Swasta Banjarmasin
Paham moderasi beragama memang begitu santer dipromosikan oleh pemerintah saat ini, mulai dari skala nasional maupun daerah, kepada kalangan aparatur sipil negara (ASN) sampai generasi milenial hari ini. Adanya isu intoleransi serta penolakan atas paham Radikalisme yang dianggap akar dari tindak Terorisme, menjadikan paham dari moderasi beragama ini sangat mudah mengambi hati masyarakat, yang disebut sebagai masyarakat Bhineka.
Promosi paham ini pun tak main-main, pemerintah sendiri yang langsung mengambil peran untuk menyampaikannya kepada masyarakat, terutama menyasar pada generasi milenial atau pelajar yang dianggap sebagai generasi penerus bangsa. Sebagaimana yang dikutip pada JURNALKALIMANTAN.COM, TAPIN – Puluhan milenial mengikuti diskusi “Keterkaitan Intoleransi dan Radikalisme terhadap Aksi Terorisme dan Keamanan”, gelaran Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Forum Bela Negara (FBN) Kabupaten Tapin, di Aula Balai Pertanian Terpadu.
“Fokus dari diskusi ini adalah mengajak kaum milenial untuk paham tentang ancaman intoleransi dan radikalisme, khususnya di Kabupaten Tapin,” ungkap Ketua DPD FBN Tapin, Muhammad Ayan Firdausni, usai kegiatan, Senin (19/04/2021).
Dalam deklarasi ini, pihaknya menyatakan dukungan terhadap pemerintah, atas pembubaran beberapa organisasi, menolak paham maupun gerakan kelompok intoleran-radikalisme-terorisme yang mengancam Pancasila dan NKRI, mendukung Polri menindak tegas pelaku terorisme, dan menolak berbagai narasi ujaran kebencian dan provokasi yang memecah belah bangsa.
Selain itu, pemerintah sendiri juga fokus mempromosikan paham ini kepada ASN yang dianggap harus menjadi teladan bagi masyarakat agar menerapkan Moderasi Beragama ini. Sebagaimana yang dikutip langsung dari web resmi Kemenag Kotabaru Kalimantan Selatan kemenagkotabaru.info (29/03/2021) Banjarmasin- Kepala Kantor Kementerian Agama (Ka.Kemenag) Kabupaten Kotabaru H. Said Muhdari mengatakan moderasi beragama bertujuan untuk memperkuat istiqamah bagi setiap pemeluk agama, berkeyakinan menurut agama serta mazhabnya serta pada saat yang sama juga mengakui orang lain memiliki keyakinan beragama.
“Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem,” katanya, saat mengikuti dan menghadiri acara Pelatihan Fasilitator Moderasi Beragama Bagi Pimpinan Pejabat Lingkup Kemenag Rayon Kalimantan, Selasa (23/03/21) Malam, di Ballroom Golden Tulip Galaxy Hotel.
Bahkan sekaligus juga menyasar pada ranah pendidikan dasar, yang mana hal ini bertujuan agar paham moderasi beragama bisa masuk kepada anak sedini mungkin. Sebagaimana yang dikutip pada kalsel.kemenag.go.id (15/04/2021) Banjarmasin (Kemenag Banjarmasin) – Kepala Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Banjarmasin H.Muhammad Rofi’i,S.Ag.,M.Pd.I mengatakan, pemahaman moderasi beragama di lingkungan madrasah sangat penting untuk meningkatkan kerukunan umat beragama. Selanjutnya Ka.Kankemenag menyampaikan, pemahaman moderasi beragama di madrasah juga bertujuan memberikan kontribusi untuk mengantisipasi jangan sampai warga masyarakat terpapar radikalisme dan terorisme.
Adanya promosi yang begitu gencar dilakukan pemerintah terhadap paham Moderasi Beragama, tentu menimbulkan pertanyaan apakah menerapkan moderasi dalam beragama adalah suatu hal yang sepenting dan segenting itu? Ataukah sebenarnya ada agenda lain dibalik semua ini? Karena jika kita hendak menelisik kegentingan dari Moderasi Beragama, tentulah kita akan diarahkan pada kaitannya dengan paham Radikalisme dan Terorisme. Sedang paham Radikalisme ini sendiri hari ini begitu rancu maknanya, dan cenderung selalu mengarah hanya kepada ajaran islam serta pemeluknya.
Lantas, bagaimanakah Moderasi Beragama yang dimaksud itu? Dari beberapa fakta yang sebelumnya dikutip, maka bisa kita simpulkan bahwa paham Moderasi Beragama ini adalah paham yang menyuruh kita sebagai seorang muslim agar tidak berlebihan dalam beragama, yang dalam hal ini termasuk pada meniadakan bahkan menafsirkan ulang beberapa syariat yang dianggap ‘Radikal’ oleh pemerintah. Sedang makna dan standar radikal sendiri itu tidak jelas dan sangat subjektif, sehingga bisa ditafsirkan dengan begitu mudahnya oleh setiap orang.
Kembali pada masalah kegentingan, maka harusnya dilihat dari seberapa besar pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh isu Radikalisme sendiri, apakah ini lebih penting dari masalah ekonomi rakyat yang kian merosot? Atau kasus korupsi pejabat yang tak berkesudahan? Dan masalah-masalah lain yang kiranya sangat jelas dampak buruknya bagi rakyat. Sedang dampak dari Radikalisme sendiri masih rancu dan tidak jelas, kalaupun ada, tentu tak sebanding dengan kerasnya kehidupan di Indonesia yang segalanya serba sulit. Maka berangkat dari hal ini, kenapa pemerintah sangat serius dalam upaya menangkal Radikalisme ini dengan adanya paham Moderasi Beragama? Memangnya sudah ada berapa banyak nyawa yang melayang hanya karna seorang muslimah berhijab syar’i? Sebagai permisalan salah satu paham yang menurut pemerintah adalah paham yang ekstream.
Jawabannya adalah tentu bukan hanya karena ini agenda dari pemerintah di Indonesia saja, melainkan Moderasi Beragama sendiri adalah agenda yang dirancang dan disiapkan sedemikian rupa oleh orang-orang Barat untuk menekan keberpengaruhan Islam dan kaum muslimin atas dunia. Maka paham ini pun disebar kepada seluruh negri-negei kaum muslim, dan Indonesia, sebagai negara dengan jumlah mayoritas muslim terbesar ini tentu menjadi sasaran paling utama untuk agenda ini.
Adanya ketakutan barat akan kebangkitan Islam dan kaum muslimin bisa tergambar dengan isu terorisme yang mereka besar-besarkan sendiri, padahal sampai sekarang, kita tak pernah benar-benar tahu siapa orang atau dalang dibalik segala kejadian terorisme yang ada tersebut. Satu-satunya info yang selalu didapatkan adalah pelakunya ialah seorang muslim yang taat dan membenarkan tindak kejahatannya berdasarkan ajaran yang ada di dalam Islam. Tapi disisi lain, kita tak pernah benar-benar tahu tentang para pelaku ini selain hanya identitas keislamannya saja. Dari hal ini saja sangat jelas bahwa Barat, tidak bermaksud memerangi Terorisme dan Radikalisme itu sendiri, melainkan memerangi Islam dengan dalih memerangi Terorisme dan Radikalisme.
Namun disisi lain, mereka terlalu pengecut untuk memproklamirkan diri atas peperangannya terhadap Islam dan kaum muslimin keseluruhan, karna bagaimanapun, posisi Islam dan kaum muslimin masih sangat berpengaruh di dunia, yang mana jika mereka salah langkah, malah akan membuat persatuan kaum muslimin itu tak terelakkan, dan tentu ini akan menjadi mimpi buruk bagi para kafir penjajah.
Oleh karena itulah, langkah yang dirancang adalah dengan menyebarkan terkait paham Moderasi Beragama, yang mana ketika kaum muslim mengambil paham ini, mereka merasa tidak meninggalkan agamanya, namun pada implementasinya hampir tidak ada bedanya dengan meninggalkan Islam itu sendiri. Tentu ini adalah cara yang sangat halus, ketika mereka tidak bisa melepaskan langsung Aqidah kaum muslimin, maka mereka melepaskannya dari Syariat, sedang di dalam islam Aqidah (keimanan) dan Syariat itu sangat berhubungan erat. Karna sama artinya tidak ada Aqidah tanpa adanya penerapan Syariat (Konsekuensi beraqidah Islam).
Adanya sistem Sekulerisme yang masih mengakar di Indonesia, menyebabkan paham moderasi beragama ini tumbuh subur dan sangat mudah diamini, karna pada hakikat Sekulerisme, agama bukannya tidak ada tempat sama sekali, namun agama tidak boleh mengambil peran dalam kehidupan manusia. Jadi, ranah agama hanya pada segi rohani saja. Sekulerisme juga menuntut adanya hak setiap orang untuk bebas menentukan agama dan kepercayaan mereka, dan orang lain tidak berhak merasa paling benar atas agamanya. Sehingga menyebabkan adanya toleransi yang kebablasan dalam ranah aqidah kaum muslimin.
Sebagai seorang muslim, tentu paham ini adalah paham yang sangat berbahaya meski dibungkus sedemikian halus atas nama Toleransi dan Bermasyarakat. Namun di dalam Islam, bukan begitu cara bermasyarakat yang benar, dan pandangan terhadap mereka yang berada di luar dari Islam.
Meniadakan beberapa syariat saja itu adalah sebuah tindakan yang sangat ‘berani’ yang dilakukan sebagai seorang yang mengaku muslim. Karna bagaimana tidak, jangankan manusia biasa, Rasulullah SAW. Saja, seorang manusia terbaik dan paling dicintai Allah SWT. Tidak berani mempertanyakan syariat yang diperintahkan Allah kepadanya, apalagi memilah milihnya, dan mengkategorikannya sebagai syariat yang ‘aman’ dan yang ‘ekstream’. Maka sungguh paham ini membawa pada kemungkaran yang nyata, yang membahayakan bagi aqidah kaum muslimin. Dan sama saja artinya mencederai kemerdekaan seseorang dalam menjalankan aturan agama yang dianutnya, dan ini tentu kontradiktif dengan makna moderasi beragama yang dielu-elukan oleh para penyerunya.
Padahal Allah SWT telah sangat jelas dengan firmannya, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 208)
Maka sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita menerapkan seluruh aturan yang ada di dalam islam, baik itu yang sifatnya aturan untuk individu, keluarga, masyarakat, bahkan negara. Bukan sebaliknya, hanya ingin menerapkan aturan beragama untuk diindividu saja, dan menutup mata pada kesempurnaan Islam sebagai sebuah aturan hidup yang menyeluruh. Wallahu a’lam bishawab.