Oleh : Salsiah, S.Pd
Pendidik-Founder Rumah Kece Ahmad
Dimasa pandemi covid-19 perempuan turun dan menjadi penggerak sosial dengan membangun kesadaran masyarakat di berbagai daerah, turut serta dalam menyediakan makanan bagi warga yang terdampak ekonomi dan alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan. Sejalan dengan pernyataan perempuan Indonesia, dua tahun setelah Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 1928, gerakan wanita adalah bagian dari pergerakan nasional, ikut serta memperjuangkan nusa dan bangsa. Tanggal Kongres I Perempuan Indonesia menjadi peringatan Hari Ibu Nasional.
Kondisi Perempuan
Emansipasi Indonesia telah merubah pandangan perempuan terhadap kaumnya. Secara sadar mempengaruhi pandangan masyarakat Indoneia bahwa wanita modern adalah wanita yang kuat tangguh, dan mandiri secara kedudukan dan finansial, sehingga ia tidak mudah diremehkan dan tidak bergantung kepada laki-laki dalam kesehariannya. Peran domestik sebagai ibu rumah tangga pun mulai kurang diminati, dianggap tidak modern dan tidak produktif karena bukan menghasilkan perolehan materi yang bisa dikalkulasi. Perempuan dianggap sejajar dengan laki-laki ketika dia juga mampu memberikan pemasukan uang bagi keluarga dan devisa bagi negara.
Perempuan mulai memasuki bursa kerja dalam berbagai profesi dengan beragam alasan. Dari menjadi pedagang kaki lima sampai sopir angkut, dari cleaning servise hingga director, bahkan sudah memasuki pemerintahan dengan tuntutan 50 persen dalam parlemen. Munculnya wajah-wajah cantik dalam permainanan politik partai setidaknya membuka asumsi bahwa perempuan Indonesia memiliki kesadaran untuk berpolitik dan tidak hanya mencukupkan diri untuk memikirkan dan beraktivitas dalam urusan dirinya, anak-anaknya, dan keluarganya. Terlepas apakah keberadaan mereka hanya sebagai pemanis dan pelengkap dari partai untuk melengkapi persyaratan kouta perempuan yang ditetapkan terpenuhi.
Pandemi Covid-19 memberikan dampak serius terhadap kehidupan khususnya perempuan. Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, pandemic Covid-19 menempatkan perempuan dalam situasi yang lebih rentan (Kalderanews, 14/12/2020). Hasil survey UN Women menunjukkan bahwa pandemic Covid-19 telah memperparah kerentanan ekonomi perempuan dan ketidaksetaraan gender, serta dapat mengancam upaya pencapaian Tujuan Pembanguna Berkelanjutan (SDG’s). Hal ini disebabkan karena mayoritas pekerja kesehatan adalah perempuan. Di sisi lain, mayoritas perempuan bekerja di sektor informal, tanpa jaminan asuransi sosial dan pendapatan tidak terjamin.
António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB mengatakan pandemi Covid-19 menimbulkan ketidaksetaraan gender. Pegiat Gender menganggap perempuan adalah pihak yang paling hebat merasakan dampak pandemi Covid-19 ini, baik dalam hal risiko penularan maupun dampak ekonomi.
Adalah suatu kepastian jika wanita akan terdampak secara ekonomi. Bukankah kapitalisme, dengan rayuan kesetaraan gender, menyeret para perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia kerja. Bukankah atas nama pemberdayaan ekonominya, perempuan keluar dari wilayah domestiknya
Perempuan Sebagai Ibu
Islam memuliakan perempuan dan menempatkannya pada posisi dan peran yang tepat, sesuai kodrat penciptaannya. Perempuan adalah ibu generasi. Dipundaknya terletak tanggung jawab yang besar untuk melahirkan dan mendidik generasi secara politis sebagai aset bangsa. Sehingga keberadaannya sebagai perempuan yang cerdas politik dan aktivis politik yang cerdas haruslah tidak bertentangan dengan kodrat dan fitrah jiwanya dibarisan manapun ia berkiprah.
Dengan kecerdasan politiknya perempuan mampu menganalisa setiap persoalan dan menemukan penyelesaian dalam skala masyarakat, bukan dalam skala gender. Kecerdasan politiknya perempuan juga mengoreksi setiap kebijakan penguasa yang secara ambigu malah menjatuhkan rakyat.
Dalam lingkup syariat Islam yang dikenal sebagai aturan Timur, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam fisik dan psikisnya. Perbedaan hanya terletak pada ketakwaan kepada sang penciptanya. Perempuan berdaya dalam syariat Islam.
Perempuan sebagai ibu diembani amanah pembentuk generasi masa depan dalam rumah tangga. Mengasuh anak-anak dan mengelola rumah tangganya dan memberikan pendidikan pertama tentang aqidah, ibadah, moral dan pendidikan dasar umum kepada anak-anaknya. Menciptakan keluarga yang bahagia adalah sebuah amanah yang hanya bisa dijalankan dengan keikhlasan, kompentensi, dan kualifikasi yang tinggi dari potensi yang dimiliki seorang perempuan.
Untuk mencapai kompetensi dan kualifikasi yang diharapkan untuk mengemban amanah besar itu, perempuan perlu memiliki ilmu yang tidak hanya seadanya. Seperti halnya sebuah karir dia harus dipersyaratkan dengan tingkat pendidikan tertentu. Sehingga untuk menjadi ibu sudah semestinya perguruan tinggi pun juga harus dia tempuh agar tidak tertinggal dengan generasi yang dia bentuk.
Pendidikan tinggi adalah bekal yang diperlukan perempuan berdaya untuk mencetak generasi terbaik untuk kemajuan Indonesia, bukan sekadar syarat untuk memasuki dunia kerja. Pendidikan akan mampu mewarnai hari ibu untuk Indonesia tercinta. Perempuan berdaya, Indonesim Maju.