Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Peran Guru PAI dalam Mengembangkan Suasana Keagamaan di Sekolah

×

Peran Guru PAI dalam Mengembangkan Suasana Keagamaan di Sekolah

Sebarkan artikel ini

Oleh : Siti Suharni, S.Ag
Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri 31 Banjarmasin

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tapa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan penerapan strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, tehnik, dan taktik pembelajaran. Setiap guru memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya dan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting, apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tak mungkin dapat diganti oleh seperangkat lain, seperti televisi, radio, komputer dan sebagainya. Sebab siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.

Baca Koran

Pendidikan Agama Islam (PAI) pada dasarnya merupakan upaya normatif untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam mengembangkan pandangan hidup Islami (bagaimana akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupan sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Islam), sikap hidup Islami, yang di manifestasikan dalam keterampilan di kehidupan sehari-hari.

Peraturan Menteri Agama menjelaskan bahwa peran atau tugas guru PAI sebagaimana dalam peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah, pasal 1 ayat 7 menyatakan bahwa guru pendidikan agama adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberi teladan, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

Peran guru PAI adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar memahami (knowing), terampil melaksanakan (doing) dan mengamalkan (being) agama Islam melalui kegiatan pendidikan. Dari ketiga aspek tersebut, aspek being (beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai Islam) yang menjadikan tujuan utama PAI di sekolah. Dalam artian, yang paling pokok dari proses PAI bukan untuk menjadikan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan agama Islam, ahli agama atau pandai dan terampil melaksanakan, akan tetapi untuk mewujudkan nilai-nilai ajaran agama Islam dalam kehidupan nyata, yang menyatu dalam kepribadiannya sehari-hari. Dengan kata lain, pendidikan agama menghendaki perwujudan insan yang beragama/religius.

Guru adalah orang yang memfasilitas alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik. Menurut Rama Yulis dan Samsul Nizar, guru adalah pekerja profesional yang secara khusus disiapkan untuk mendidik anak-anak yang telah diamanatkan orang tua untuk dapat mendidik anaknya di sekolah. Guru adalah pekerjaan profesional, yang membutuhkan kemampuan khusus, hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan.

Baca Juga :  Eksistensi dan Peran Sultan Muhammad Seman

Guru PAI yang profesional adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu melakukan transfer ilmu/ pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi), mampu menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masyarakatnya, mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri dan konsultan, memiliki kepekaan informasi, intelektual dan moral-spiritual serta mampu mengembangkan bakat, minat dan kemampuan, serta mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhoi Allah SWT.

Guru sebagai pelaku otonomi kelas memiliki wewenang melakukan reformasi kelas (classroom reform) dalam rangka melakukan perubahan perilaku peserta didik secara berkelanjutan yang sejalan dengan tugas perkembangan dan tuntutan lingkungan di sekitarnya.

Menurut teori Koentjaraningrat (1974) pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah terdapat tiga tataran, yaitu : tataran nilai, praktek keseharian dan simbol-simbol budaya. Pengembangan yang perlu dilakukan mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol budaya yang agamis. Dalam ilmu jiwa agama dikenal istilah kesadaran agama (religious conciusness) dan pengalaman agama (religious experience). Kesadaran agama adalah segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui instospeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud dengan pengalaman agama unsur perasaan dalam kesadaran agama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan.

Kedua, aspek/dimensi praktek agama yaitu sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya, yang mencakup pujaan, kultur serta hal-hal yang menunjukan komitmen seseorang terhadap agama yang dianutnya. Dimensi praktek agama Islam dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, haji atau praktek muamalah yang lainnya.

Ketiga, pengalaman yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan. Menurut Ancok dan Suroso dimensi pengalaman dalam Islam dapat diwijudkan dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan tawakah (pasrah diri) kepada Allah. Perasaan khusuk? ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan pertolongan dari Allah.

Keempat, dimensi pengetahuan agama yaitu menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada dalam kitab suci, pengetahuan dasar-dasar keyakinan ritus-ritus, kitab suci dan tradisi. Dimensi dalam Islam menunjukan seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama mengenai ajaran pokok agamanya, yang termuat dalam kitab sucinya.

Baca Juga :  Hijrahnya Pustakawan

Kelima, dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya mengunjungi tetangganya sakit, menolong yang dalam kesulitan, mendramakan hartanya. Menurut Ancok dan Suroso dalam Islam, dimensi ini diwujudkan dengan melakukan perbuatan atau perilaku yang baik sebagai amalan saleh sebagai seorang muslim, seperti suka menolong, bekerjasama, berdarma, mensejahterakan dan menumbuh kembangkan orang lain, menegakkan kebenaran, keadlian, jujur, pemaaf, menjaga lingkungan, menjaga amanat, tidak nmencuri, tidak karupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak minum minuman yang memabukkan, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses.

Dengan demikian yang dimaksud aspek/dimensi suasana keagamaan (religious) adalah suasana yang menggambarkan keseluruhan dimensi religius Islam baik aqidah, ibadah, penghayatan, ilmu, amal dan akhlak. Diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang dampak dan dapat dilihat dengan mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang.

Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi seperti radio, televisi, tipe recorder, internet, komputer maupun teknologi yang paling modern. Banyak unsur–unsur manusia seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan keteladanan, yang diharapkan dari hasil proses pembelajaran yang tidak dapat dicapai kecuali melalui pendidikan. Dengan demikian betapa mulianya, betapa pentingnya peranan guru dan betapa beratnya tugas dan tanggung jawab guru, terutama tanggung jawab moral untuk digugu dan ditiru. Guru sebagai orang yang perilakunya menjdai panutan siswa dan masyarakat pada umumnya harus dapat mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai baik dari tataran tujuan nasional maupun sekolah dan untuk mengantarkan tujuan tersebut, guru harus memiliki kecakapan dan kemampuan yang menyangkut landasan pendidikan dan juga psikologi perkembangan siswa, sehingga strategi pembelajaran akan diterapkan berdasarkan situasi dan kondisi yang ada di lingkungan.

Iklan
Iklan