Oleh : Ula Ma’rifatul Mukaromah,SE
Staff Administrasi Keuangan HSG Khairu Ummah Bantul Yogyakarta
ASUS positif Covid-19 probale Omicron di DIY melonjak jadi 17 kasus. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X minta pembelajaran tatap muka (PTM) anak-anak yaitu PAUD-SD dihentikan.
“Saya sudah minta untuk mereka yang anak-anak ya, supaya ada pertimbangan kalau bisa dihentikan atau dikurangilah,” kata Sultan, di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY.
Diterapkannya kembali pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas saat ini menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat yang baru beberapa pekan lalu diizinkan masuk 100%. Disadari atau tidak kasus Covid-19 di Indonesia belum tertangani dengan baik, sehingga corona virus tetap mengintai di tengah masyarakat.
Dilematis ini dirasakan oleh tenaga pendidik itu sendiri, para orangtua dan anak-anak. Di satu sisi anak-anak merasakan bosan dalam belajar di rumah, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu dari segi teknis, tugas yang numpuk dan lainnya.
Kegiatan Belajar Mengajar Online juga menambah pekerjaan para orangtua sehingga orangtua mencoba mendorong sekolah untuk segera tatap muka meski ketakutan tertularnya virus corona pada buah hati juga mendominasi para orangtua.
Kegalauan PTM pun dirasakan oleh tenaga para pendidik, di satu sisi mereka harus melakukan tuntutan pekerjaan dan di sisi lain corona virus juga siap mengintai.
Hal ini tentu menjadi masalah yang serius bagi pemerintah, bahwa kebijakan PTM tentu diperlukan pertimbangan yang kuat. Bukan menyerahkan masalah pada umat dengan menerapkan Herd Immunity.
Kebijakan membuka sekolah di tengah pandemi, meskipun telah dilakukan vaksinasi kepada guru, tenaga pendidik dan siswa sebenarnya tetap beresiko terjadinya penularan penyakit.
Terlebih jatah vaksin di Indonesia belum merata, pelacakan bagi orang-orang yang sudah kontak dengan penderita covid pun lemah.
Dari sini perlunya pemetaan yang detail kasus covid 19 hingga ke kelurahan. Pemetaan itu juga mencakup lokasi sekolah, muasal para siswa hingga jenis transportasi yang dipakai.
Sehingga dari sini perlunya kebijakan ini didorong oleh penguasa dengan diadakannya tindakan preventif yang dijalankan secara serius mulai dari anggaran, program, pendampingan, monitoring sehingga menjadi kesadaran bersama dan yang tidak kalah penting butuh keteladanan dari penguasa hingga muncul trust.
Namun, hal ini tentu saja mustahil dalam sistem kapitalisme, karena alih-alih memberikan solusi nyatanya memunculkan masalah baru.
Kebijakan tatap muka tentu bukan hal yang mustahil, bila diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam.
Karena Islam akan serius dalam menangani pandemi, bahkan mampu melakukan tindakan preventif dalam pencegahan penyebaran virus, serta mampu membangun kembali suatu aspek yang terkena imbas akibat pandemi dalam hal ini pendidikan.
Pendidikan adalah wadah utama bagi generasi negeri, dan ini akan menjadi masalah bila tidak diberikan solusi.
Dilematis dua arah baik dari tenaga pendidik ataupun orang tua takut akan virus yang mengintai mereka, tentu menimbulkan masalah pada PTM ini. Islam tentu akan mengedepankan kepentingan umat terutama keamanan para pendidik ataupun siswa dalam PTM saat pandemi.
Sistem Islam juga akan memastikan wilayah PTM adalah wilayah yang memang aman. Adanya tracking/pelacakan bagi orang-orang yang sudah kontak dengan penderita Covid akan benar-benar dilakukan dengan cermat dan teliti.
Selain itu, wilayah yang terkena dampak pandemi pun akan dibatasi aktivitasnya bahkan tidak ada warga yang keluar ataupun masuk wilayah tersebut sehingga penyebaran virus dapat dikendalikan.
Dan hal ini tentu didukung dengan sumber pendapatan negara yang jelas yaitu baitul mal sehingga negara mampu dalam menanggung dan memenuhi kebutuhan rakyatnya saat pandemi. Maka bagi wilayah lain yang tidak terdampak virus dapat melakukan aktifitas seperti biasa termasuk sekolah dengan tatap muka.
Kita sadari dalam Sistem Islam, negara memiliki tugas besar. Ia wajib mengurusi kebutuhan rakyatnya, baik sandang, pangan, papan, keamanan, pendidikan maupun kesehatan.
Pemenuhan ini bukan sebatas pada program penggelontoran bantuan, tetapi sampai memastikan seluruh rakyat terpenuhi kebutuhannya.
Disampaikan oleh Busyur, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang dibebani mengurus suatu urusan kaum muslimin, maka di hari kiamat kelak ia akan diberdirikan di tepi jembatan neraka Jahanam.
Jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia akan selamat. Namun, jika ia tidak melaksanakannya dengan baik, ia akan dilemparkan ke bawah jembatan Jahanam itu dan akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun.” (At-Targib jilid III, halaman 441). *)