Banjarmasin, KP – Ratusan pedagang yang menempati kios di sejumlah pasar di Kota Banjarmasin terpaksa harus menerima Surat Peringatan (SP) 2 dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Banjarmasin.
Kepala Disperdagin Banjarmasin, Ichrom Muftezar mengatakan, SP2 yang dilayangkan pihaknya tersebut dikarenakan para pedagang yang bersangkutan menunggak retribusi yang wajib disetorkan ke Pemerintah Kota (Pemko).
“SP 2 itu diberikan sejak Senin (14/2) tadi. Karena sejumlah pedagang sudah sejak satu hingga dua tahun tidak membayarkan retribusinya,” ungkapnya pada awak media, Kamis (17/02) pagi.
Ia menjelaskan, bahwa ada enam blok pasar memang menunggak kewajiban retribusi, diantaranya di kawasan Pasar Tungging, Pasar Pandu, Pasar Kuripan hingga Pasar Baru Permai.
Dari total enam blok, dihuni sebanyak 125 pedagang.
“Untuk satu blok pasar, setidaknya nominal tunggakan lebih dari Rp50 juta. Kalau dihitung-hitung, untuk satu pedagang, tunggakan yang mesti dibayarkan sekitar Rp1 juta,” jelasnya.
“Dengan disampaikannya SP2, semoga para pedagang bisa membayar tunggakan itu sesegeranya,” tambahnya.
Sebenarnya, Tezar melanjutkan, pemberitahuan tunggakan itu juga sudah sejak lama disampaikan. Tepatnya pada tahun 2019 hingga tahun 2021.
Namun, lantaran keterbatasan sumber daya manusia (SDM), pihaknya pun tak bisa langsung melakukan eksekusi berupa tindakan tegas. Misalnya, dengan melakukan penyegelan.
Lalu, pihaknya juga merasa harus mempertimbangkan upaya lainnya. Yakni, seperti misalnya melakukan pendekatan secara persuasif agar pedagang mau membayarkan tunggakannya.
Disinggung apakah ada batas waktu yang diberikan kepada para pedagang untuk melunasi tunggakannya, Tezar mengatakan menyesuaikan standar operasional prosedur (SOP) saja.
“Tujuh hari setelah SP2, akan kami layangkan SP3. Setelah itu, sebenarnya sudah bisa melakukan penyegelan. Tapi sekali lagi, kami terus mempertimbangkan berbagai hal teknis lainnya. Seperti misalnya, kami datangi lagi si pemilik kios,” jelasnya.
“Tapi kalau memang diharuskan penyegelan, ya kami lakukan penyegelan seperti di tahun-tahun sebelumnya,” tekannya.
Tezar pun menjelaskan, secara umum, pedagang yang mengalami tunggakan itu mengakui bahwa lantaran pendapatan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengembalikan modal saja.
“Atau yang beralasan terkendala pandemi. Sehingga menurut pedagang, membuat daya beli masyarakat sedang menurun,” ungkapnya.
“Lalu, ada pula para pedagang yang beralasan tokonya sudah lama tutup. Semestinya, kalau seperti itu, pedagang bisa menyampaikan ke kami. Serahkan ke kami toko atau kiosnya, sehingga tidak menunggak dan bisa kami serahkan ke yang ingin menempati,” tambahnya.
Lantas, bagaimana bila ternyata kios para pedagang justru disegel?
Menurut Tezar, jika pedagang ingin menggunakan kiosnya, maka mesti melunasi tunggakan terlebih dahulu.
“Berbeda kalau misalnya masih dalam tahap SP1, SP2 dan SP3. Pedagang, bisa membayar tunggakan retribusi itu dengan dicicil. Tapi, harus lapor ke Disperdagin. Minta surat permohonan keringanan pembayaran tunggakan,” tekan Tezar
“Dalam peraturan daerah atau perda, hal itu diperkenankan. Waktu yang diberikan untuk melunasi tunggakan setelah mendapat surat permohonan itu, selama enam bulan,” jelasnya.
Apakah sampai saat ini sudah ada yang yang mengajukan permohonan itu? Tezar mengaku cukup banyak. Bahkan, sejak SP1 sudah dilayangkan.
“Kami tak ingin terkesan ada pembiaran. Karena bila dibiarkan, bisa sampai bertahun-tahun tunggakan itu tak dibayarkan,” tegasnya.
“Kami berharap pedagang bisa memahami hak dan kewajiban mereka. Kewajiban membayar retribusi itu untuk pembangunan di Kota Banjarmasin, juga. Salah satunya membuat pasar yang lebih nyaman dan bersih, hingga kemudian ramai dikunjungi,” pungkasnya. (Kin/KPO-1)