Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Perpindahan IKN, Dari, Oleh dan Untuk Siapa?

×

Perpindahan IKN, Dari, Oleh dan Untuk Siapa?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Wafiqoh , S.Pd, MA
Staf Pengajar Sekolah Tinggi di Amuntai

Masih lekat dalam benak, wacana perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang pernah digagas sebelumnya ke Kalimantan Tengah. Seolah mengulang kembali wacana tersebut, pada rezim pemerintahan saat ini perpindahan ibu kota negara bukanlah lagi isapan jempol belaka. Perpindahan ini akan terealisasi ke daerah Penajam Kalimantan Timur dengan seriusnya pemerintah saat ini untuk mealokasikan dana dan perencanaan desain Ibu kta Negara yang akan dinamakan Nusantara.

Baca Koran

UU IKN pun sudah diterbitkan dan disahkan oleh DPR dan juga sudah ditandatangani Presiden Jokowi. Sementara aturan–aturan turunan dari UU ini masih sedang disusun leh Tim dari Lintas Kedeputian KSP dengan berkoordinasi dengan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) (Tribun Bisnis, 18/02/2022). Bahkan pembangunan fisik IKN ke Kalimantan Timur akan dilakukan pertengahan tahun 2022.Bahkan rencananya HUT RI di tahun 2024 akan dilakukan di Ibu kota Negara Baru (Kompas.com , 11/02/2022)

Pro Kontra Perpindahan IKN

Pemerintah memberikan 6 alasan dalam proses pemindahan ibu Kota Negara ke Kalimantan timur, diantaranya pertama, penduduk di pulau Jawa terlalu padat. Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada 2015 menyebutkan sebesar 56,56 persen penduduk Indonesia atau 150,18 juta jiwa terkonsentrasi di pulau Jawa. Kedua, kontribusi ekonomi pulau jawa sebesar 59 persen, sehingga diperlukan pemerataan termasuk Kalimantan yang kontribusi ekonominya hanya sebesar 8,05 persen dengan pertumbuhan ekonomi 4,99 persen. Ketiga, Pulau jawa termasuk Jakarta mengalami krisis air bersih, keempat, Konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa, Kelima pertumbuhan urbanisasi khususnya di Jakarta dan Jabodetabekpunjur sangat tinggi, dan yang keenam, Jakarta mengalami ancaman bahaya banjir, gempa bumi dan tanah turun. (Kompas.com, 11/02/2022).

Meski ada yang mendukung gagasan ini dengan alasan tersebut diatas, namun tidak sedikit yang juga menolak dan mempertanyakan urgensi perpindahan ibu kota ini apalagi di tengah masa pandemi, dimana banyak masyarakat yang harus kehilangan sumber pencaharian karena harus mematuhi kebijakan PSBB yang telah dijalankan sebelumnya, sehingga berdampak berkurangnya pendapatan masyarakat. Di tengah krisis ini yang menurut sebagian pengamat harusnya mendapatkan porsi lebih dalam penanganannya, justru pemerintah lebih serius untuk menggarap proyek IKN ini.

Baca Juga :  Pondasi Kokoh Itu Berada di Tangan Pelaku Usaha Mikro

Jejak Korporasi

Presiden menyebut pembangunan IKN ini berada di tanah yang dikuasai negara seluas 180 hektar. Kawasan ini akan dibagi tiga yakni kawasan inti pusat pemerintahan seluas 6.596 ha (ring 1), kawasan Ibukota Negara seluas 56.181 ha (ring 2), dan kawasan pengembangan IKN seluas 256.142 ha (ring 3). Faktanya lahan–lahan ini berada di tangan para pengusaha. koalisi menyebut total ada 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan kelapa sawit dan PLTU batubara yang berdiri diatas tanah cikal bakal IKN.

Direktur Program dan kampanye Trend Asia Ahmad Ashov Birry mensinyalir, kawasan IKN dikuasai segelintir pengusaha. Ia menyebut banyak perusahaan memegang konsesi tambang seluas 173.395 hektar pada ring dua. (media umat, 4-17 Februari 2022).

Dari sini jelaslah ada kepentingan para korporat dalam penguasaan lahan yang akan dibangun dalam proyek IKN ini, siapa yang akan diuntungkan dalam hal ini? Tentunya para korporat yang menguasai lahan ini akan meraup untung jika proyek ini dilaksanakan.

Ilusi Demokrasi vs Khalifah

Demokrasi yang hakikatnya dimaknai dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sejatinya belum bisa diterapkan dalam kehidupan demokrasi yang diklaim oleh rezim saat ini. Bahkan terkesan ilusi atau khayal, karena pada faktanya dalam setiap pengambilan kebijakan di negara ini selalu saja mewakili kepentingan segelintir pihak, bukan pendapat mayoritas. Termasuk kebijakan IKN ini yang hanya mewakili persetujuan segelintir pihak bukan suara mayoritas, diantara badan legislatif sendiri. Banyak yang menolak rencana ini bahkan dari pihak masyarakat dari berbagai kalangan pun juga menolak bahkan dengan memberikan bukti-bukti bahwa perpindahan IKN ini sangat dipaksakan dengan dukungan dana yang minim dan dukungan alam yang juga tidak mapan. Bahkan wilayah Penajam yang digadang sebagai ibukota negara baru juga memiliki banyak kerusaakan alam yang jika proyek IKN dilaksanakan maka akan memperparah kerusakan alam disana.

Baca Juga :  Solusi Mengatasi Pandemi Judi Online

Berbeda dengan kebijakan dalam sistem Islam dimana dalam menetapkan hukum mutlak di tangan khalifah berdasarkan hukum syara’. tasyri’ (pembuatan undang-undang) pada masa kekhilafahan hanya dipegang oleh khalifah dan tak seorang pun dari umat Islam, selain khalifah dibolehkan

menentukan hukum yang berkenaan dengan suatu peristiwa, baik untuk dirinya sendiri, ataupun untuk orang lain. Namun demikian sebagian sahabat pernah melakukan ijtihad dan memutuskan. Sebagian persengketaan dan mengambil suatu hukum. Rasulullah SAW mengizinkan para sahabat memutuskan perkara sesuai dengan ketetapan Allah, Sunnah Rasul,

ijtihad atau qiyas. Ini dibuktikan dengan hadis Mu’âdz bin Jabal tatkala beliau diangkat menjadi gubenur dan hakim di Yaman mengutusnya (Mu’âdz bin Jabal) ke Yaman, Rasul berkata padanya, “Bagaimana kamu

melakukan ketika kamu hendak memutus perkara?”. Mu’âdz pun menjawab, “Aku

memutus dengan apa yang terdapat di dalam kitab Allah”. Lalu Rasul bertanya, “Kalau tidak terdapat di dalam kitab Allah?” Mu’âdz menjawab, “Maka denganmemakai sunnah Rasulullah SAW”. Lalu Rasul bertanya, “Seumpama tidak ada di sunnah Rasulullah?”. Mu’âdz menjawab, “Aku berijtihad sesuai dengan pemikiranku bukan dengan nafsuku”. Lalu Rasulullah SAW menepuk dada Mu’âdz, dan Rasul bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah mencocokkan kerasulan Rasullullah pada apa yang diridai Allah terhadap Rasulullah”.

Dari sini jelas Islam memberikan gambaran bahwa dalam penetapan kebijakan oleh Khalifah haruslah didasarkan pada kemaslahatan umat bukan untuk kepentingan segelintir orang (kapitalis) sebagaimana dalam sistem saat ini. Kalaupun ada ijtihad yang dilakukan maka tetap berpegang pada kaidah syara’ bukan atas keinginan ataupun kepentingan individu/kelompok. Khalifah akan memprioritaskan pemenuhan hak hidup warganya terlebih dulu. Dan tentunya jika pun terjadi perpindahan IKN dengan memperhatikan urgensinya dan kesiapannya. Wallahu Alam bisshawab.

Iklan
Iklan