Banjarmasin, KP – Polemik penegakan dan pemberlakukan Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2005 tentang larangan kegiatan selama puasa Ramadhan kini menuai kritikan dan masyarakat mulai menyoal larangan Perda yang terkesan tebal pilih dalam penerapan Perda Ramadhan.
Bahkan akun Facebook dengan nama Sadrah Prihatin Rianto, pada 16 April 2021 silam baru-baru ini pernah membuat sebuah puisi yang isinya menyindir penguasa yang notabenenya adalah pembuat sekaligus pengambil kebijakan atas aturan yang berlaku di Kota Banjarmasin.
Disana pembuat puisi tersebut secara tersirat menyindir bahwa aturan tersebut dinilainya menghalangi rezeki orang lain, yang tak bukan adalah pedagang kuliner.Berikut puisi yang dibuat oleh akun Sadrah Prihatin Rianto
{{Puasa ini kewajibanku. Bukan kewajibanmu. Kau tak punya kewajiban apa-apa untuk menjaga puasaku. Aku yang wajib menahan diri dari makan dan minum serta amarah}}.
{{Jangan tutup warungmu, Jangan tutup restoranmu, Jangan tutup cafemu. Sebab ada banyak orang yang rizkinya datang dari warung, restoran, dan cafemu}}.
{{Dan jika rizkimu datang dari dagangan yang kau jajakan keliling kampung dan kota, tetaplah berjualan berkeliling kampung dan kota. Tetaplah berjuang menjemput rizki bagi keluargamu}}.
Dan kalian, siapapun kalian, yang dengan jumawa kuasa “aturan” itu, tunjukkan padaku tuntunan ayat, hadis atau apapun itu, yang memberimu kuasa atau mewajibkanmu menutup sumber rizki orang lain. Tunjukkan.
Tidak hanya sampai disitu, pembuat puisi tersebut juga meminta para pemerintah yang saat ini menjabat agar tak jumawa dengan kekuatan kekuasan miliknya.”Berhentilah jadi orang sombong dalam kelemahan imanmu. Yang membatalkan puasa kalian, bukan mereka!
Tapi kalian sendiri,” tulisannya dalam postingan tersebut.
“Puasaku, dan barangkali puasa kalian juga, adalah untuk Tuhan, bukan?,” Tulisnya lagi
“Lantas mengapa kalian susahkan orang lain untuk menjaga puasa kita?,” Tanyanya heran dalam puisi tersebut.
Hal tersebut senada dengan pendapat yang diungkapkan pemilik atau pengelola Rumah Makan Sari Patin Banjarmasin. Geman Yusuf. Geman menyebut bahwa bagi orang yang mau puasa silahkan dan tak ada larangan melaksanakan puasa.
Namun bagi yang tidak bisa menjalankan puasa atau tidak puasa lantaran bukan beragama islam, ia memohon jangan ada larangan.”Anehnya Pemko Banjarmasin Perdanya yang sengaja dibikin puasa tidak boleh jualan, baik itu warung atau rumah makan,” ujarnya pada KP Jumat (8/4) malam.
Kemudian ia menilai pajak yang dipungut dari pengusaha kuliner terus di genjot habis-habisan oleh Pemko.”Mana perhatian dewan (DPRD Kota Banjarmasin)? mandul atau pura-pura tidak dengar? kemana janji nya membela keadilan?,” Tanyanya heran.
Ia menduga ada dibalik oknum yang sengaja bermain dengan keberadaan perda ramadan tersebut, yang bisa melarang warung dan rumah makan beroperasi agar menjadi ATM bagi oknum yang ia duga tersebut.
“Sudah tidak jamannya mendiskriminasikan, peraturan yang hanya melindungi untuk beberapa agama mayoritas agar kelihatan pengaruhnya,” tukasnya.
Menurutnya, perda tersebut sangat berdampak bagi warung dan rumah makan yang tidak diperbolehkan berjualan.”Mereka merasa ini tidak adil. Menghambat kehidupan manusia,” ujarnya.
“Terakhir, bagi oknum Satpol PP Kota Banjarmasin agar jangan galak ketika menjalankan tugas. Ingat kalian juga akan pensiun,” tandas Geman.
Bahkan, baru-baru ini muncul petisi yang tersebar di media sosial akibat viralnya video adu mulut soal Perda Ramadhan ini, kini penggalangan petisi berjudul Kita Bisa Terdampak dibuat Happy Bima di alamat https://www.change.org/p/batalkan-perda-yang-melarang-warung-buka-saat-puasa.
Petisi tersebut ditargetkan harus diisi 1.500 tandatangan. Saat berita ini ditulis sudah sebanyak 1.272 akun yang sudah menandatangani petisi tersebut.
Pembuat petisi, Happy memberi penjelaskan bahwa Perda Kota Banjarmasin Nomor 4 Tahun 2005 tentang Larangan Kegiatan Pada Bulan Ramadan.
Selain bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, perda kota ini melanggar Hak asasi manusia (HAM).(Zak/K-3)
“Resto/warung makan yang dilarang buka tentu selain berdampak buruk bagi ekonomi kemasyarakatan, juga dinilai tidak adil bagi mereka masyarakat yang sedang tidak berpuasa,” tulisnya.
“Perda atau peraturan pemerintah lainnya sebaiknya bermanfaat bagi kemaslahatan orang banyak tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan golongan tertentu,” tulis Happy Bima.
Ia lantas menyebut kasus yang baru saja dialami salah satu warung makan masakan mengandung Babi di kota Banjarmasin yang ditindak (didatangi) Satpol PP kota Banjarmasin.
Happy menilai hal tersebut adalah tindakan yang “konyol” atas dasar produk Hukum yang tidak baik.
“Karena pada dasarnya, pada bulan biasa saja teman-teman umat muslim tidak ada yang berkunjung ke resto/warung makan tersebut, apalagi di bulan Ramadhan seperti ini,” tulis Happy Bima.
Ia pun menawarkan solusi bahwa resto/warung makan tetap beroperasi dengan menutup area tempat makan di resto/warung masing-masing.
Kemudian, selain untuk melayani teman-teman yang beragama non muslim, resto/warung makan juga dapat melayani teman-teman umat muslim yang sedang berhalangan dan karenanya diperkenankan untuk tidak berpuasa.
“Semoga dengan petisi ini kita semakin sadar da? benar-benar dapat menerapkan sila ke-5 Pancasila yakni; Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Salam Keadilan,” tulis Happy Bima mengakhiri penjelasan dalam petisi tersebut. (Kin/K-)