Seharusnya pemerintah menjamin kepastian kerja mereka, bukan malah membuat status mereka semakin tidak jelas padahal selama ini mereka sudah menerima gaji di bawah UMP
BANJARMASIN, KP – Rencana pemerintah menghapus tenaga honorer di pemerintahan mulai 2023 tahun depan terus menuai kritik.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Banjarmasin Arufah Arif mengatakan, kebijakan pemerintah menghapuskan tenaga honorer dan berencana menggantinya dengan outsourcing sama dengan melanggengkan eksploitasi pekerja.
Dihubungi {KP} Sabtu (11/6/2022) ia juga menilai, kebijakan itu membuktikan pemerintah sama sekali tidak konsisten dalam memberikan jaminan dan melindungi tenaga kerja.
Sebab diungkapkannya, pemerintah sebelumnya berencana bahkan berjanji akan menghapuskan tenaga kerja yang dipekerjakan dengan sistem outsourcing,.
” Namun ironinya sekarang malah melanggengkannya dengan mengganti tenaga kerja honorer dengan tenaga kontrak yang melibatkan pihak ketiga atau sistem outsourcing,” ujar Arifah Arif.
Ia mengatakan, jika tenaga honorer dihapus dan diganti outsourcing. maka status pegawai pemerintah nantinya hanya akan ada dua jenis, yaitu: Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau ASN dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Arufah mengakui, kendati pemerintah memberikan kesempatan untuk tenaga honorer menjadi CPNS, namun jumlah yang diterima dipastikan hanya sedikit.
“Sementara menurut data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) saat ini tercatat ada 5600 orang tenaga honorer yang bekerja di berbagai SKPD di lingkungan Pemko Banjarmasin,” ujarnya.
Hal senada juga dikemukakan Eddy Junaidi. Sekretaris Komisi I DPRD Kota Banjarmasin ini berpendapat tenaga honorer diganti outsourcing akan berdampak buruk untuk pekerja.
” Sebab mereka tidak punya kepastian kerja. Seharusnya pemerintah menjamin kepastian kerja mereka, bukan malah membuat status mereka semakin tidak jelas. Padahal mereka sudah menerima gaji di bawah UMP, ” kata Eddy Junaidi.
Baik Arufah Arif dan Eddy Junaidi mengaku tak mengerti alasan dan pola berpikir pemerintah sebelum mengambil kebijakan tersebut.
” Betapa tidak, mestinya kesejahteraan tenaga honorer ditingkatkan,bahkan kalau bisa diangkat menjadi CPNS,bukan malah statusnya jadi outsourcing,” kata Arufah Arif dan Eddy Junaidi menambahkan.
Lebih jauh Eddy Junaidi mengatakan,i dengan kebijakan tersebut, maka eksploitasi tenaga kerja bukan hanya ada di sektor industri dan perusahaan swasta saja, tetapi juga oleh pemerintah.
Padahal kata Eddy Junaidi menegaskan, sesuai konstitusi UUD 1945 diamanatkan menjadi kewajiban pemerintah membebaskan manusia dari eksploitasi, perbudakan serta kemiskinan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang adil dan makmur. (nid/K-3)