Banjarmasin, KP – Naiknya harga LPG non subsidi jenis bright gas berukuran 5,5 kilogram (kg) dan 12 kg berpotensi terjadinya migrasi atau perpindahan pengguna yang mampu untuk membeli LPG Subsidi yang jauh lebih murah, sehingga merugikan masyarakat yang berhak.
Karena itu, Dinas Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) meminta pemerintah kabupaten dan kota untuk mengawal penerapan sistem distribusinya lewat kartu kendali LPG bersubsidi.
Dinas Perdagangan Kalsel mengatakan, masih banyak ditemukan laporan masyarakat yang mampu menggunakan LPG subsidi.
Akibatnya, pendistribusiannya tidak tepat sasaran kepada masyarakat yang memiliki pendapatan maksimal Rp 1,5 juta atau pelaku usaha mikro.
“Pemerintah kabupaten dan kota harus berpihak kepada masyarakat yang tidak mampu,” ujar Kepala Dinas Perdagangan Kalsel, Birhasani, kemarin.
Menurutnya, yang tertulis pada tabung LPG 3 kilogram itu adalah khusus untuk masyarakat miskin. Oleh sebab itu, dirinya berharap penyaluran gas 3 kilogram ini harus betul-betul diamankan.
“Supaya jangan sampai mereka yang punya hak untuk membeli gas yang bersubsidi ini direbut oleh orang-orang yang mampu,” tandasnya.
Namun, bukan hanya dibebankan kepada pemerintah kabupaten dan kota saja, Dinas Perdagangan Kalsel juga meminta kepada Pertamina untuk konsisten dalam meningkatkan sistem pengawasannya di tingkat agen dan pangkalan.
Lantaran, menurutnya, hal tersebut juga berpotensi membuka peluang bagi pengguna gas non subsidi berpindah ke gas bersubsidi.
Sebelumnya, PT Pertamina kembali menaikkan harga gas atau LPG non-subsidi jenis Bright Gas tabung gas ukuran 5,5 kg dan 12 kg. Harga tersebut naik mulai 10 Juli 2022. Sedangkan untuk LPG 3 kg atau gas melon tidak ada kenaikkan.
Harga LPG nonsubsidi naik menjadi Rp 100.000 untuk Bright Gas 5,5 kg dan Rp 213.000 untuk Bright Gas 12 kg. Keduanya mengalami kenaikan Rp 2.000 per kg. Dan kenaikan ini sudah kedua kalinya terjadi di tahun 2022. (Opq/KPO-1)