Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

HIV/AIDS Tak Terkendali, Islam Kaffah Solusi Hakiki

×

HIV/AIDS Tak Terkendali, Islam Kaffah Solusi Hakiki

Sebarkan artikel ini
Iklan

Oleh : Baiq Lidia Astuti S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan

Hari AIDS sedunia diperingati setiap 1 Desember tiap tahunnya. Peringatan internasional ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan kepada masyarakat terhadap bahaya penyakit menular HIV/AIDS. Peringatan Hari AIDS Sedunia 2022 kali ini mengambil tema “Equalize” atau “Menyetarakan”.

Baca Koran

WHO menyerukan kepada para pemimpin dan warga dunia untuk dengan berani mengakui dan mengatasi ketidaksetaraan yang menghambat kemajuan dalam mengakhiri AIDS, dan menyetarakan akses ke layanan HIV esensial terutama untuk anak-anak.

Penyebaran HIV/AIDS benar-benar tidak memiliki ujungnya, ini sudah menjadi bencana global yang laksana bom waktu yang siap memusnahkan orang-orang produktif negeri ini.

Sosialisasi pencegahan penularan pun seakan menguap tak berbekas. Buktinya, jumlah penderita HIV/AIDS semakin tahun semakin meningkat tak terkendali. HIV dan AIDS merupakan masalah darurat global. Di seluruh dunia lebih dari 20 juta orang meninggal karena HIV/AIDS.

Angka orang dengan HIV tiap tahunnya terus meningkat. Data epidemiologi UNAIDS menyebutkan bahwa hingga 2021 jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa. Kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan.

Di Indonesia, terdapat sekitar 543.100 orang hidup dengan HIV dengan estimasi 27 ribu kasus infeksi baru pada 2021. Sekitar 40 persen kasus infeksi baru terjadi pada perempuan, sedangkan lebih dari 51 persennya terjadi pada kelompok remaja (15-24 tahun), dan 12 persen infeksi baru pada anak. Sayangnya, dari angka tersebut hanya 28 persen yang menerima pengobatan ARV. Indonesia menduduki posisi tiga terbawah di Asia Pasifik untuk cakupan pengobatan ARV bersama dengan Pakistan dan Afghanistan.

Di Kalsel saja, HIV/AIDS terbaru mencapai 395 kasus, dimana sebagian besar kasusnya terdapat di Banjarmasin. Kasus HIV/AIDS sendiri didominasi 70 persen laki-laki, dan 30 persen perempuan.

Kasus HIV/AIDS di Hulu Sungai Tengah membuat warga khawatir, dari informasi yang di dapat koranbanjar.net, jumlah warga yang terindikasi penyakit menular ini mencapai 44 kasus, angka tersebut dihitung per Juli 2022.

Baca Juga :  Mencetak Generasi Emas

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjarbaru mencatat estimasi penderita HIV/AIDS di Kota Banjarbaru mencapai 1.000 orang. Namun, baru sebagian yang menjalani pengobatan.

Pemkot Banjarmasin Kalimantan Selatan melaporkan sebanyak 59 warganya reaktif penyakit HIV/AIDS. Ini merupakan hasil pendataan termutakhir, Januari hingga Juli 2022 lalu.

Langkah-langkah terus dilakukan pemerintah tapi tidak bisa menekan laju pertambahan kasus HIV, dari tahun ke tahun bukannya berkurang tapi semakin tinggi jumlah penderita. Dari sini pemerintah harus melihat akar permasalahan terjadinya penyakit kelamin ini.

Apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan HIV/AIDS ini hingga tidak ada solusi yang mampu memecahkan persoalan ini. Jawabannya jelas, karena dunia saat ini termasuk Indonesia menganut gaya hidup liberal, dimana kebebasan berperilaku menjadi sesuatu yang diagung-agungkan, sekalipun itu bertentangan dengan norma dan agama. Kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana maraknya perzinahan akibat pergaulan bebas, semakin di beri panggung bagi para pelaku penyimpangan seksual LGBT yang menambah daftar pengidap HIV/AIDS saat ini, tempat tempat hiburan malam yang dilegalkan dan menjadi sarang prostitusi pun tidak di basmi, peredaran narkoba yang tak terkendali. Sungguh semua ini adalah jalan mulus untuk bisa memudahkan penyebaran virus berbahaya ini di tengah masyarakat. Tentu tidak tepat sasaran, jika yang dilakukan pemerintah hanyalah sebatas sosialisasi tanpa arti, atau melakukan pengobatan bagi mereka yang terkena HIV/AIDS, atau himbauan-himbauan untuk menggunakan pengaman saat berhubungan. Karena bukan itu inti p
ersoalannya.

Lalu, bagaimanakah upaya jitu yang benar-benar dapat menghentikan laju penyebaran HIV/AIDS? Tidak cukup melakukan pengkajian tentang HIV/AIDS yang sudah menjadi “bahaya global” dengan hanya mendasarkan pada sisi permukaan saja, terlebih lagi secara parsial. Dibutuhkan pengkajian secara mendalam dan mendasar untuk dapat memahami akar permasalahan HIV/AIDS sehingga dapat diformulasikan solusi yang mendasar pula yang benar-benar mampu memberantas HIV/AIDS hingga ke akarnya.

Dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS, harus diformulasikan solusi yang mampu menyelesaikan akar masalah dan bersifat komprehensif serta terintegrasi multisektor. Karena HIV/AIDS adalah penyakit yang hingga saat ini tidak ada obatnya, maka metode penanggulangan yang diterapkan haruslah memenuhi prinsip-prinsip mencegah kemunculan perilaku beresiko sejak dini, memberantas perilaku beresiko penyebab yang ada dan mencegah penularan kepada orang sehat.

Baca Juga :  PEMIMPIN DI HARI KIAMAT

Dengan prinsip ini, maka mata rantai penularannya akan terputus, dan bisa diharapkan suatu saat penyakit ini akan rudimenter (menghilang) dari masyarakat. Strategi alternatif ini adalah sebuah strategi yang diderivasi dari keyakinan dan hukum-hukum Islam yang memang diturunkan oleh Sang Pencipta manusia, untuk menyelesaikan problematika apapun yang dihadapi manusia.

Beginilah gambaran strategi Islam dalam mengatasi HIV/ AIDS. Pertama, mencegah kemunculan perilaku beresiko dilakukan dengan melakukan pendidikan dan pembinaan kepribadian Islam, menciptakan lingkungan yang kondusif, dan memberantas lingkungan yang tidak kondusif.

Kedua, memberantas perilaku beresiko penyebab (seks bebas dan penyalah gunaan NAZA) dengan menutup ’pintu-pintu’ terjadinya perzinahan, seperti prostitusi, menutup pintu terjadinya penyalahgunaan obat, memberikan sanksi tegas pada pelaku perzinahan, seks menyimpang, penyalahguna NAZA, konsumen khamr, beserta pihak-pihak yang terkait, yang mampu memberikan efek jera. Atau dengan kata lain menegakkan sistem hukum dan sistem persanksian Islam.

Ketiga, pencegahan penularan kepada orang sehat dilakukan dengan mengkarantina pasien terinfeksi (terutama stadium AIDS) untuk memastikan tidak terbukanya peluang penularan, melakukan pendidikan yang benar tentang HIV/AIDS kepada semua kalangan disertai sosialisasi sikap yang diharapkan dari masing-masing pihak (komunitas ODHA/OHIDA, komunitas risiko tinggi, komunitas rentan), kemudian pendidikan disertai aktivitas penegakan hukum kepada ODHA yang melakukan tindakan yang ‘membahayakan’, pembinaan rohani, pemberdayaan ODHA sesuai kapasitas, dan memastikan kebijakan penanganan yang tepat tanpa melakukan kedloliman/diskriminasi). Dan yang juga harus dilakukan adalah menciptakan sistem integral yang kondusif. Tentu saja semua itu hanya bisa diterapkan secara sempurna dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah di dalamnya. Wallahu A’lam

Iklan
Iklan