Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

2023, Masihkah Berharap Demokrasi Selesaikan Korupsi?

×

2023, Masihkah Berharap Demokrasi Selesaikan Korupsi?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Zhafira Ayu
Pemerhati Masalah Sosial

Korupsi sudah menjadi fenomena gunung es di Indonesia, khususnya baru-baru ini seorang hakim yustisial – hakim yang diperbantukan untuk hakim agung – berinisial EW, ditetapkan sebagai tersangka ke-14 dalam dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Kalimantan Post

Dalam kasus ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga terdapat uang suap senilai Rp2 miliar dalam bentuk mata uang asing untuk mempengaruhi keputusan kepailitan sebuah koperasi. Sebelumnya dua hakim agung berinisial SD dan GS, serta dua hakim yustisial lainnya ETP dan PN sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, hakim merupakan profesi yang berisiko untuk melakukan rasuah. Bahkan, dalam catatan lembaga antikorupsi ini, hakim menjadi aparat penegak hukum (APH) yang paling banyak terjerat kasus korupsi dibandingkan kepolisian dan kejaksaan.

Tersangka bukanlah satu satunya hakim yang terlibat. Sebelumnya ada dua hakim

Sistem Rusak

Data yang ditunjukkan tersebut hanya salah satu dari persekian kasus korupsi di negeri ini, bagaimana tidak hampir setiap tahun ada ada saja kasus korupsi dan seolah ditutupi lagi kasusnya. Inilah buah dari sistem kapitalis sekular dan keterlibatan para “hakim” ini sangat miris, bagaimana mungkin seorang hakim pemutus keadilan pada sebuah negeri juga ikut terkena kasus korupsi ini.

Di palu para hakimlah keadilan dipasrahkan. Namun para hakim juga ikut tergiur karena harta.

Kerugian yang dialami semakin besar apalagi penindakan terhadap kasus korupsi makin lemah setelah revisi UU KPK, bahkan dewan pengawas KPK lah yang boleh melakukan penggeledahan dan penyitaan dan ditambah lagi adanya pengampunan hukuman pada para terpidana korupsi.

Korupsi marak di negeri ini karena keserakahan para pelaku, lemahnya hukum juga mahalnya ongkos politik dalam sistem demokrasi, mengingat pemilihan pejabat juga di beberapa daerah bernilai tinggi dan akhirnya mendorong sejumlah kepala daerah melakukan korupsi, yang akhirnya sistem demokrasi membuka celah untuk melakukan korupsi. Maka sistem pemerintahan Islam menutup rapat mereka yang ingin melakukan korupsi.

Baca Juga :  MENJADI HAMBA YANG BERUNTUNG

Politik Ekonomi Islam

Berbagai aib sistem kapitalisme ini semakin hari terus tersingkap dan semakin disadari oleh manusia di dunia ini. Tidak heran jika gelombang penolakan terhadap sistem ekonomi terus membesar dari waktu ke waktu. Masalah korupsi tidak ada tuntas tuntasnya yang bahkan terus bertambah kasusnya dinegeri ini. Hal ini tentu saja merupakan konsekuensi alamiah ketika manusia yang serba lemah dan penuh kekurangan diatur oleh sistem yang mereka buat sendiri.

Kondisi ini juga dari aspek politik. Pemerintah yang katanya peduli pada pemberantasan korupsi, ternyata justru menggembosi KPK. Operasi tangkap tangan (OTT) dituding negatif, seolah membuat citra negara menjadi buruk.

Disisi lain perlakuan terhadap pelaku koruptor juga tidak tegas, Kepala rumah tahanan KPK menyatakan bahwa para tahanan kasus korupsi tetap mendapatkan hak kesehatan mental. Karena mereka punya hak asasi manusia yang wajib dijaga.

Umat Butuh Perubahan

Tahun sudah berganti saatnya umat jeli setiap masalah yang dihadapi di negeri ini, karena asas masalahnya tidak diterapkan sistem Islam yang shohih pada kehidupan. Pengaturan kehidupan dengan asas Islam dikebiri seolah Islam hanya sebatas ibadah spiritual saja. Padahal dalam pengaturan korupsi, Islam juga sangat memperhatikan.

Oleh karenanya, dibutuhkan perubahan aturan. Bahkan, bukan sekedar perubahan aturan terkait korupsi, tetapi perubahan sistem hingga seluruh aturan di Indonesia bisa efektif mencegah korupsi dan efektif mencegah masalah masalah lain ditahun taahun sebelumnya.

Khilafah Memberantas Korupsi

Dalam sistem Islam, aturan yang diberikan adalah aturan yang tegas, UU, kebijakan, anggaran, proyek dan pengisian jabatan bahakan politisi dan anggota majelis ummat hanya fokus pada fungsi kontrol dan koreksi dan motif kerakusan harta akan diatasi oleh hukum Islam yang menjerakan, yang membuat celah untuk korupsi tidak ada. Islam mengharamkan suap (risywah) untuk tujuan apapun, pejabat negara dilarang menerima hadiah (gratifikasi), termasuk dalam kekayaan pejabat, misal makelar juga tak dibolehkan dalam Islam. Islam menetapkan bahwa korupsi adalah kepemilikan harta haram, bahkan memberikan sejumlah hukuman berat bagi pelaku korupsi yaitu berupa ta’zir dan sanksi yang ditentukan oleh hakim.

Baca Juga :  Perasaan Suka dan Tidak Suka antara Sesama Manusia

Berdasarkan keterangan Al Qur’an, Al Hadits, menunjukkan bahwa Islam sangat memberikan perhatian tentang harta dan melarang terjadinya kecurangan. Para ulama juga sepakat bahwa korupsi adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam dan dilaknat oleh Allah SWT, “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah : 188).

Jadi, sistem Islam akan memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, tatanan kehidupan akan diatur oleh Islam semuanya akan menjadi manusia yang bertakwa, karena peran negara telah berfungsi dengan baik dan benar sehingga menjadi benteng bagi individu untuk taat dan tidak korupsi serta mencegah terjadinya suap menyuap.

Bahkan setiap pejabat hartanya akan dihitung dan ini akan meminimalisir terjadinya harta harta haram. Serta negara memberikan sanksi yang tegaas yang akan menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang lain.

Demikianlah sistem Islam (khilafah) dalam memberantas korupsi dan kriminal lainnya. Solusi ini hanya bisa terwujud dengan sistem Islam, bukan yang lain. Wallahualam.

Iklan
Iklan