KETUA Eksponen Angkatan 66 Kalsel, HM Taufik Effendie SE.MBA, adalah salah seorang pelaku sejarah HM Taufik Effendie, yang kini Pemimpin Umum SKH Kalimantan Post, mencoba mengenang kembali peristiwa gugurnya Pahlawan Ampera Pertama di Indonesia Hasanuddin HM.
Itu dalam aksi demontrasi Angkatan 66 Kalsel, dalam tulisannya berikut ini :
Pada awal bulan Februari 1966 (tanggalnya lupa) Prisidium KAMI Konsulat Kalsel mengadakan rapat yang dipimpin oleh Ketua Prisidium waktu itu saudara Almarhum Mas Abikarsa.
Rapat memutuskan bahwa tanggal 10 Februari 1966 akan diadakan apel besar-besaran yang diikuti oleh KASI, KAMI, KAPPI / KAPI / KAWI, bertempat di halaman Kantor Gubernur Kalsel di Banjarmasin.
Dalam apel tersebut akan disampaikan kepada Muspida Kalsel, bahwa semua kesatuan aksi yang tergabung di Kalsel mengutuk Pemerintah RRT yang ikut mendalangi peristiwa G 30 S PKI dan menuntut ditutupnya Konsulat RRT di Banjarmasin.
Tanggal 9 Februari 1966 saudara Almarhum Anang Adenansi bersama saya ditangkap Polresta Banjarmasin, karena telah melakukan pemukulan terhadap Bapak Drs Iskandari seorang Dosen IKIP Negeri Banjarmasin karena menuduh KAMI Konsulat Kalsel dalam aksinya ditunggangi oleh CIA (Amerika).
Disamping itu, ada permintaan dari salah seorang anggota Prisidium KAMI Konsulat Kalsel agar saudara Anang Adenansi dan saya supaya ditahan menjelang apel besar tanggal 10 Februari 1966, karena kami berdua di khawatirkan dalam apel 10 Februari 1966 tersebut akan melakukan hal-hal yang ekstrim diluar rencana-rencana yang sudah diatur.
Menjelang apel tanggal 10 Februari 1966 sekitar jam 7.00 Wita, saya titip pesan melewati saudara Syahril Isbat untuk disampaikan kepada saudara Abdussamad (Alm) agar barisan mahasiswa UNLAM waktu menuju ke Kantor Gubernur dibagi menjadi 2, sebagian menuju Kantor Gubernur, dan sebagian lagi ke Polresta untuk membebaskan kami dari tahanan, kami berdua berhasil dibebaskan dengan paksa oleh mahasiswa UNLAM, dan langsung bergabung ke halaman Kantor Gubernur untuk mengikuti apel.
Setelah selesai membacakan pernyataan sikap dan menyerahkannya kepada Muspida Kalsel yang diterima langsung oleh Pejabat Pangdam Kodam X Lambung Mangkurat Bapak Kolonel Soetopoyono, para demonstran dengan tertib meninggalkan halaman Kantor Gubernur menuju ke Konsulat RRT di Jalan Pacinan Laut (sekarang Jalan KP Tendean).
Dalam perjalanan, seakan-akan bumi menangis waktu itu karena hujan turun dengan derasnya mengiringi para demonstran menuju Konsulat RRT.
Setibanya di Konsulat RRT, para demonstran tidak bisa masuk ke Gedung Konsulat, karena disamping pagar di kunci dan di jaga ketat oleh barisan keamanan, ditambah beberapa buah pemadam kebakaran.
Ketua Prisidium KAMI Konsulat Kalsel saudara Mas Abikarsa (Alm), dengan dipaksa para demonstran berhasil naik pagar Konsulat RRT dan membacakan tuntutan agar Konsulat RRT di Banjarmasin supaya ditutup, dibawah tembakan dan semprotan air dari pemadam kebakaran, ditambah hujan turun dengan deras.
Setelah selesai membacakan tuntutan, para demonstran kembali ke kampus UNLAM ke Jalan Lambung Mangkurat dengan tetap dijaga ketat oleh barisan keamanan pasukan Jon K disertai tembakan (yang pada akhirnya kami ketahui bahwa pasukan Jon K tersebut adalah pasukan yang mendukung PKI dalam gerakan G.30.S yang di asingkan ke Banjarmasin), dan waktu itu ada beberapa demonstran yang kena senjata bayonet, diantaranya saudara Imbran dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Ulin untuk pertolongan.
Selain takut dan paniknya para demonstran waktu itu, kami dihujani dengan tembakan yang tidak henti-hentinya dari keamanan pasukan Jon K, sehingga barisan terbagi dua, sebagian melewati Jalan Hasanudin dan sebagian mengambil Jalan Sudimampir.
Persis di Simpang Tiga Jalan Sudimampir tepatnya di muka Toko Minseng, terkapar seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi UNLAM saudara Hasanuddin HM kena tembakan dan peluru menembus dadanya oleh salah seorang barisan keamanan pasukan Jon K sambil memegang spanduk yang berbunyi
“Hanya ada satu pilihan, jadi Bangsa Indonesia atau Bangsa Asing”, yang sampai sekarang belum tahu siapa pelaku penembaknya.
Saudara Hasanuddin HM langsung dibawa ke Rumah Sakit Ulin namun sayang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Ulin saudara Hasanuddin HM telah menghembuskan nafasnya yang terakhir, dipanggil menghadap Allah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tanggal 11 Februari 1966 Almarhum Hasanuddin bin Haji Madjedi (Hasanuddin HM), sebelum dibawa ke pekuburan Muslimin, disemayamkan dahulu di kampus UNLAM di Jalan Lambung Mangkurat, kemudian jenazah dilepas oleh Rektor UNLAM Bapak Milono dengan acara militer.
Oleh mahasiswa UNLAM jenazah sengaja dibawa dengan berjalan kaki menuju peristirahatan terakhir di kuburan muslimin untuk dimakamkan.
Berikutnya, tuntutan pejuang Angkatan 66 Kalsel berhasil, dengan ditutupnya Konsulat RRT di Banjarmasin dan semua aset milik Konsulat RRT diambil alih oleh Peperada Kalsel, dan dalam rapat DPRD Kalsel, beserta Muspida memutuskan bahwa saudara Hasanuddin HM ditetapkan sebagai Pahlawan Ampera Pertama di Indonesia.
Demikian sekilas riwayat singkat gugurnya Pahlawan Ampera Pertama Hasanuddin HM agar selalu kita kenang, dan terima kasih kepada Mahasiswa UNLAM yang tiap tahun selalu memperingati gugurnya Pahlawan Ampera.
Selamat jalan Hasanuddin HM, semoga semangatmu dilanjutkan oleh generasi penerusmu. (*/K-2)