Banjarmasin, KP – Bank Indonesia (BI) bersinergi bersama DPRD dan Pemprov Kalsel serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Kalsel untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting di wilayah Kalsel.
“Kita akan lakukan percepatan penurunan stunting di Kalsel secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas,” kata Kepala BI Perwakilan Kalsel, Wahyu Pratomo pada siaran pers bersama, Jumat (10/3/2023), di Banjarmasin.
Wahyu mengungkapkan, isu stunting menjadi perhatian besar pemerintah, dan strategi untuk menurunkan angka stunting telah dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tahun 2011.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Kalsel merupakan provinsi dengan angka penurunan prevalensi tertinggi di Indonesia, dari semula 30,0 persen pada 2021, menjadi 24,6 persen pada 2022.
“Namun, angka prevalensi stunting di Kalsel masih lebih tinggi daripada rata-rata nasional sebesar 24,4 persen,” ungkapnya.
Wahyu menambahkan, dalam sudut pandang makroekonomi, ikhtiar penurunan stunting tidak bisa dipisahkan dari upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat.
“Hal itu sejalan dengan peran BI di daerah, yakni mendukung pembangunan ekonomi daerah yang inklusif dan berkesinambungan. BI berkomitmen mendukung penuh upaya pengentasan stunting di Kalsel,” tutur wahyu.
Lebih lanjut diungkapkan, dukungan BI terhadap penanganan stunting tercakup dalam lima aspek, yakni pengendalian inflasi, pemberdayaan UMKM, ekonomi digital, pengelolaan uang Rupiah, dan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
“Seluruh aspek ini bertujuan memperkuat ketahanan dan mengakselerasi pemulihan ekonomi, yang pada gilirannya akan berkontribusi terhadap penurunan angka stunting,” jelasnya.
Khusus aspek terakhir, pada lingkup kepedulian sosial, BI akan memprioritaskan penyalurannya ke lima daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Kalsel, yakni Barito Kuala, Kotabaru, Hulu Sungai Tengah, Balangan, dan Hulu Sungai Utara.
Ketua DPRD Kalsel, H Supian HK mengatakan, pihaknya sangat serius menangani masalah stunting, bahkan dewan tengah menggodok Raperda untuk mengatasi masalah stunting.
“Kita sudah melakukan audensi dan konsultasi ke kantor pusat BKKBN dalam rangka penyusunan Raperda tentang stunting,” kata Supian HK.
Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Perwakilan BKKBN Kalsel, Sopyan mengatakan, ada lima pilar percepatan penanganan stunting, yaitu komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku.
Selanjutnya kovergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa. Kemudian gizi dan ketahanan pangan, serta pemantauan dan evaluasi.
“BKKBN mengapresiasi inisiatif DPRD Kalsel yang tengah menyusun Raperda tentang stunting,” katanya.
Jika Raperda itu rampung, maka Kalsel akan menjadi provinsi pertama yang membuat Perda tentang stunting.
“Dengan semangat pentahelix, kami mendorong segenap pemangku kepentingan dan masyarakat umum untuk turut mensukseskan program stunting, salah satunya dengan berpartisipasi lewat program BAAS,” ujar Sopyan.
Kepala Biro Perekonomian Provinsi Kalsel, yang diwakili Kepala Bagian Kebijakan Perekonomian, Agussalim, mengatakan persoalan stunting telah menjadi fokus utama pihaknya, mengingat Kalsel masuk dalam 12 provinsi prioritas penurunan stunting.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemprov Kalsel adalah menurunkan angka inflasi, sehingga daya beli masyarakat akan meningkat, dan pada gilirannya akan menurunkan angka stunting.
“Pemprov menargetkan angka stunting di Kalsel turun menjadi 14 persen pada 2024,” kata Agussalim.
Untuk itu, Pemprov mengajak seluruh komponen bergerak aktif dan bersatu padu untuk mempercepat penurunan stunting, sehingga target prevalensi stunting 14 persen pada 2024 dapat terwujud. (lyn/KPO-1)