Masalah kredit di bank terdapat unsur perjanjian antara bank dan si penerima kredit dan tercantum dalam Undang-Undang Perbankan yang merupakan hukum Lex Spesialis.
Banjarmasin, KP – Dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Profesor DR Abdullah Halim Barkatullah SH MH berpendapat Jaksa Penuntut Umum (JPU) memaksakan pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus kredit bermasalah di bank.
Menurutnya, masalah kredit di bank terdapat unsur perjanjian antara bank dan si penerima kredit dan tercantum dalam Undang-Undang Perbankan yang merupakan hukum Lex Spesialis, apabila terjadi permasalah yang arahnya adalah hukum perdata bukan pidana seperti yang diatur oleh perjanjian antara penerima dan pemberi kredit.
Pendapat Halim ini disampaikan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin dengan terdakwa Hainani yang membobol unit bank plat merah di Kecamatan Simpur Hulu Sungai Selatan (HSS), Kamis (6/4).
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim I Gede Yuliartha, Abdullah Halim menilai, kasus terdakwa Hainani yang didakwa membobol bank dengan menggunakan nama orang lain yang disebut sebagai kredit topengan, merupakan kesalahan pihak bank dan bank lah yang bertanggungjawab.
Dalam UU perbankan, jelas dia, sebetulnya pihak bank tidak akan menderita kerugian, apabila pihak bank menjalin kerja sama dengan lembaga penjamin kredit seperti Askrindo, Jamkrido maupun yang ada di daerah Jamkrida.
“Dengan adanya lembaga penjamin tersebut saya kira apabila ada masalah kredit yang tidak dibayar maka lembaga penjaminlah yang akan menanggungnya dan bank tidak akan menderita kerugian,” beber Halim.
Seperti diketahui, terdakwa Hainani diduga terlibat 12 kasus kredit topengan yang mengakibatkan kerugian Negara Rp 323.818.016,00.
Menurut JPU Maden Kahfi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan, terdakwa sebagai penghubung antara nasabah dan bank, dituduh bermain mata dengan oknum di bank plat merah yang mengakibatkan bank menderita kerugian Rp 323.818.016.00.
Kerugian yang diderita bank tersebut berdasarkan hasil perhitungan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) Regional Kalsel.
Atas perbuatan terdakwa yang memperkaya diri sendiri dan orang lain, JPU menjerat terdakwa melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 UURI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1, untuk dakwan primair.
Sedangkan dakwan subsidair di dakwa melanggar Pasal 3 jo pasal 18 UURI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1. (hid/K-4)