Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kunci Penyelesaian Praktik Korupsi dalam Sistem Islam

×

Kunci Penyelesaian Praktik Korupsi dalam Sistem Islam

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nor Aniyah, S.Pd
Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.

Persoalan kasus korupsi di negeri ini seolah tak ada habisnya. Hampir setiap saat kita disuguhkan berita operasi tangkap tangan (OTT) pejabat negara yang terlibat korupsi. Umat pun semakin dibuat ragu akan bisa dituntaskan oleh orang-orang bersih yang masih bisa diharap dan sedang duduk di kursi pemerintahan?

Kalimantan Post

Sebelumnya diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kepulauan Meranti sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. KPK mengungkapkan ada 28 orang yang ditangkap terkait OTT Bupati Meranti (merdeka.com). Tak berselang lama KPK menetapkan Wali Kota Bandung sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan CCTV dan jasa internet terkait program Bandung Smart City (kompas.com).

Belum lagi dokumen hasil penyelidikan KPK yang bocor. Diperoleh oleh tim KPK saat menggeledah kantor kementerian ESDM pada Senin 27 Maret lalu. Awalnya penggeledahan tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi manipulasi tunjangan kinerja atau tukin pegawai di Kementerian ESDM, bukan perizinan tambang (ccn.indonesia.com).

Kejadian ini semakin membuat publik ragu akan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Sebab, dokumen yang sifatnya rahasia dan hanya bisa berpindah tangan atas izin Ketua KPK malah ditemukan di lembaga yang melakukan praktik korupsi. Beberapa pihak pun melaporkan Ketua KPK atas kasus ini. Kegaduhan yang terjadi pada tubuh KPK semakin membayangi buruknya masa depan pemberantasan korupsi di negeri ini.

Banyaknya terdapat kasus korupsi yang menimpa para pejabat negara, hingga persoalan yang menimpa KPK yrng merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi semakin melengkapi keterpurukan bangsa ini. Sejatinya, buruknya penerapan hukum di negeri ini hingga membuka celah bagi pejabat melakukan tindak pidana korupsi berawal karena penerapan sistem demokrasi yang menyerahkan kewenangan membuat hukum kepada manusia.

Semua itu pun seakan menjadi potret sistem perundang-undangan dalam alam kapitalisme demokrasi. Yang katanya kedaulatan di tangan rakyat, faktanya hanya ada di tangan elite kekuasaan. Rakyat diabaikan. Sekularisme meniscayakan penolakan terhadap campur tangan Tuhan (agama) dalam mengatur kehidupan. Karena itu dalam sistem sekuler, hukum-hukum Allah SWT dipinggirkan.

Baca Juga :  Pentingnya Sebuah Kesadaran

Manusia seolah mengambil alih hak Tuhan dalam membuat hukum, dengan mengklaim bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Namun, secara faktual tidak demikian. Demokrasi nyaris selalu didominasi kekuatan para pemilik modal. Mereka inilah yang selalu sukses mencuri kedaulatan rakyat. Dengan demikian rakyat sendiri sesungguhnya tidak memiliki kedaulatan. Pasalnya, yang berdaulat akhirnya selalu para pemilik modal. Merekalah yang diuntungkan.

Penerapan sistem politik demokrasi pun meniscayakan penerapan hukum sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Penerapan sistem hukum sekuler yang telah menghilangkan peran agama untuk mengatur negara menjadikan aparat hingga birokrat tidak merasa diawasi Allah SWT. Padahal, pengawasan melekat sangatlah penting untuk meminimalisasi terjadinya praktik korupsi. Sebagai contoh, seorang hakim yang memutuskan perkara bukan dengan hukum Allah SWT pasti akan melupakan Allah SWT. Berbeda halnya dengan seorang hakim yang memutuskan perkara dengan hukum Allah SWT, secara otomatis kesadarannya terpantik karena ia merasa terus diawasi Allah.

Sistem politik demokrasi yang mahal dan bertumpu pada popularitas juga meniscayakan terjadinya korupsi. Dalam sistem demokrasi siapa pun tidak bisa menjadi penguasa dan pejabat, kecuali jika mendapat dukungan politik dan modal. Karena itu, dalam sistem demokrasi peran cukong politik dan cukong modal sangat menentukan. Tentu tidak ada sesuatu yang gratis. Cukong politik yaitu parpol dan elit parpol bersama cukong modal, yakni para kapitalis pada akhirnya terhadap penguasa dan kebijakannya. Jadilah, penguasa dalam sistem demokrasi tersandera oleh cukong polik dan cukong modal itu. Dan ini adalah perkara yang mutlak terjadi dalam politik demokrasi.

Kondisi ini sangatlah berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan hak membuat hukum hanya milik Allah SWT. Manusia tinggal melaksanakan. Tak ada aturan yang diubah-ubah sesuai kepentingan dan yang punya uang.

Maka dari itu, penerapan hukum Allah SWT secara totalitas merupakan kunci penyelesaian praktik korupsi di negeri ini. Sebab secara otomatis akan menjadikan pejabat negara menaati dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Sistem politik Islam yang bersumber dari Allah pun telah nyata menutup segala pintu korupsi.

Baca Juga :  Mungkinkah Pendidikan Dasar Gratis?

Islam telah mengharamkan segala bentuk suap atau risywah untuk tujuan apapun. Suap adalah memberikan harta kepada seorang pejabat untuk menguasai hak dengan cara yang bathil, atau membatalkan hak orang, atau agar haknya didahulukan dari orang lain. Nabi SAW telah melaknat para pelaku suap, baik yang menerima maupun yang memberi suap. “Rasulullah Saw telah melaknat penyuap dan penerima suap”. (HR. at-Tirmidzi dan Abu Dawud).

Islam memberikan sejumlah hukum yang berat kepada pelaku suap. Pada masa Rasulullah SAW, pelaku kecurangan seperti suap. Selain harta curangnya disita, pelakunya di-tasyhir atau diumumkan kepada khalayak. Pada masa Khulafaur Rasyidin, ada kebijakan yang dibuat oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra untuk mencatat harta kekayaan para pejabat saat sebelum dan setelah menjadi pejabat. Jika Khalifah Umar ra merasa ragu dengan kelebihan harta pejabatnya, ia akan membagi dua hartanya dan memasukkan harta itu ke Baitul Mal.

Islam mengharamkan korupsi dan memiliki berbagai mekanisme jitu yang mampu mencegahnya, termasuk sistem sanksi yang kuat dan tegas. Pelaku suap atau korupsi akan diberi sanksi penjara hingga hukuman mati sesuai keputusan qadhi sebagai ta’zir dalam hukum pidana Islam. Pemberantasan korupsi dalam Islam menjadi lebih mudah dan tegas karena negara dan masyarakatnya di bangun di atas dasar ketakwaan. Hukumnya pun berasal dari wahyu bukan dari hawa nafsu manusia sebagaimana dalam sistem kapitalisme demokrasi. Karena itu, telah nampak nyata kembalinya umat pada syariah Islam kaffah yang datang dari Allah yang Maha sempurna akan mengantarkan pada keberkahan hidup.

Biodata Penulis:
Nor Aniyah, S.Pd, berdomisili di Kandangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan. Saat ini menjadi pembina Komunitas Generasi Sm4RT n Sy4R’i (GSS) dan aktif dalam Komunitas “Nulis Produktif.” Penulis bisa dikontak lewat email: noraniyah014@gmail.com

Iklan
Iklan