BUNTOK, kalimantanpost.com – Selama ini Desa Pamangka Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan menjadi salah satu sentra produksi cabe rawit yang cukup menjanjikan, menjaga pasokan dan stabilitas harga lombok perawit di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Hanya saja, kata Laili Mansyur (24) salah seorang petani cabe rawit asal Hulu Sungai Selatan, budidaya lombok ini menjelang puncak kemarau terancam kekeringan, sehingga membutuhkan pertolongan.
“Saat puncak kemarau tahun ini terkendala pompa air, sehingga kebun cabe nya terancam kekeringan” keluhnya.
Diakuinya, mereka punya mesin pompa, namun ukurannya sangat kecil. “Yang dibutuhkan untuk menyiram kebun cabe mereka minimal ukuran sumur bor dengan pipanya 4 inc,” ungkapnya.
Menurut Laili, bila kurang air, dampaknya produksi dipastikan akan turun drastis, bahkan tidak bisa berbuah.
Ia menjelaskan, tanaman cabe rawit seluas 1 hektarare, dikelola sejak enam bulan lalu di lahan milik pemodal dengan pola bagi hasil.
Diawal panen serapan pasar masih sedikit sekali hanya untuk pasar Kota Buntok yang.berjarak sekitar 20 km dari lokasi kebun, dan harga murah. Tapi selang beberapa Minggu mereka bisa menjual ke tengkulak dari Kota Palangka Raya, yang mampu menampung hingga satu ton per hari.
Di lahan seluas 1 ha itu pihaknya sudah panen lebih dari 15 kali, hingga saat ini produksi nya sudah mencapai 6 ton, dan akan terus panen dari tanaman baru berbuah.
Untuk memanen cabe tersebut pihaknya dibantu warga Desa Pamangka dengan upah Rp 5.000 per kg. Cabe yang ditanam jenis “kaliber” berpohon tinggi dan buah besar.
Terkait modal usaha, sementara ini diakui masih mandiri, juga dibantu pemilik lahan. “Tanaman cabe rawit seluas 1 ha, dikelola sejak enam bulan lalu di lahan milik pemodal dengan pola bagi hasil,” ceritanya.
Laili menambahkan, harga jual cabe segar baru panen ke tengkulak rata-rara mencapai Rp 40.000 per kg. Produksi sekali panen antara 200-500 kg. (Drt/KPO-3)