Pelaihari, KP – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Kabupaten Tanah Laut mengeluhkan fluktuasi harga sapi potong, yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan sapi yang didatangkan dari luar Kalsel.
“Kami bingung kenapa sapi luar, seperti dari Madura dan Nusa Tenggara Barat (NTB), itu lebih murah harga kilo hidupnya daripada sapi lokal,” kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanah Laut, Iwan Persada pada saat monitoring Komisi II DPRD Kalsel ke Kabupaten Tanah Laut, belum lama ini.
Padahal Komisi II DPRD Kalsel mengoptimalkan Kabupaten Tanah Laut sebagai lumbung sapi banua, terutama untuk menyediakan sapi potong bagi keperluan masyarakat di wilayah Kalsel.
Iwan Persada juga mengungkapkan lalu lintas hewan, yang pintu masuknya bukan hanya pelabuhan, tapi sepanjang pantai juga rawan masuk ternak dari luar, mengingat lalu lintas hewan antar daerah ini merupakan pintu masuk penyakit.
“Yang masuk tidak lewat pelabuhan itu belum tentu lulus persyaratan ternak untuk masuk ke wilayah Kalsel,” jelasnya.
Iwan juga menyebutkan stok vaksin Penyakit Mulut Kuku (PMK) bagi sapi saat ini cukup tersedia, lebih dari 27.000 dosis, dengan empat jenis vaksin, dan sudah dilaksanakan sekitar 3.000 vaksin.
“Hanya saja, penularan PMK ini sangat cepat, namun tak mematikan,” tambah Iwan Persada.
Ditambabkan, yang lebih berbahaya justru penyakit jembrana yang bersifat menular pada sapi Bali yang banyak dibudidayakan di Tanah Laut, dengan tingkat penularan mencapai 10 persen hingga 70 persen, dengan tingkat kematian 10 hingga 50 persen.
“Sedangkan harga vaksinnya cukup mahal, mencapai Rp1,7 juta untuk 50 ekor sapi,” ujarnya.
Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan bantuan-bantuan untuk mengatasi permasalahan ternak dan kesehatan hewan di Kalsel, khususnya di Tanah Laut.
“Kita akan segera berkoordinasi dengan Pemprov Kalsel dan pemerintah pusat,” kata Imam Suprastowo.
Imam Suprastowo mengungkapkan, harga sapi di Tanah Laut lebih mahal dibandingkan sapi dari NTB dan Madura, karena sapi di NTB karena padang penggembalaan luas dan Madura merupakan daerah tandus.
“Wajar harga sapinya lebih murah, sehingga perlu dicarikan solusinya, agar kendala di Kalsel teratasi dan harga sapi relatif terjangkau,” tambah politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Ke depan, DPRD Kalsel akan menindaklanjuti pelaksanaan program Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit berbasis Kemitraan Usaha Ternak Inti Plasma (Siska Kuintip) yang merupakan program Pemprov Kalsel.
“Ini merupakan program percepatan swasembada sapi potong dan mendukung swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional,” ujar Imam Suprastowo.
Termasuk koordinasi dengan stakeholder terkait pun diintensifkan guna memperlancar pelaksanaan program tersebut.
Selain itu, Komisi II juga berkunjung ke Bank Kalsel cabang Marabahan Kabupaten Barito Kuala untuk monitoring terkait penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) ke masyarakat. (lyn/KPO-1)