Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
HEADLINE

Presiden Jokowi Sebut Ratusan Pejabat Ditangkap dan Dipenjara Karena Korupsi

×

Presiden Jokowi Sebut Ratusan Pejabat Ditangkap dan Dipenjara Karena Korupsi

Sebarkan artikel ini
IMG 20231212 WA0028
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Peringatan Hakordia 2023 mengusung tema Sinergi Berantas Korupsi, untuk Indonesia Maju. (Kalimantanpost.com/Antara)
Iklan

JAKARTA, Kalimantanpost.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti begitu banyaknya pejabat di Indonesia yang ditangkap dan dipenjara karena tindak pidana korupsi

“Tidak ada negara lain yang menangkap dan memenjarakan pejabatnya sebanyak negara kita, Indonesia. Ini jangan ditepuktangani,” kata Presiden Jokowi dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Baca Koran

Sepanjang 2004-2022, Presiden mencatat ratusan pejabat yang tersandung kasus korupsi yaitu 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD, 38 menteri dan kepala lembaga, 24 gubernur, 162 bupati dan wali kota, 31 hakim termasuk hakim konstitusi, serta delapan komisioner di antaranya komisioner KPU, KPPU, dan KY.

Selain itu, tercatat 415 pejabat dari sektor swasta dan birokrat yang juga dihukum karena korupsi.

Meskipun begitu banyak pejabat yang telah dipenjara karena korupsi, Jokowi menyebut hingga saat ini masih marak kasus korupsi ditemukan di Indonesia.

“Artinya ini kita perlu mengevaluasi total. Saya setuju tadi disampaikan Bapak Ketua KPK bahwa pendidikan, pencegahan, penindakan (korupsi) ya (penting). Tetapi ini ada sesuatu yang harus dievaluasi total,” ujar dia.

Untuk itu, Presiden Jokowi mendorong dijalankannya sistem pemberantasan korupsi yang lebih sistematis dan masif guna mencegah praktik tindak pidana korupsi yang semakin canggih, bahkan bersifat lintas negara dan multi yurisdiksi.

Jokowi juga menyebut Indonesia perlu memperkuat sistem pemberantasan korupsi yang meliputi sistem pencegahan, sistem perizinan, dan sistem pengawasan internal.

“Karena korupsi sekarang semakin canggih, semakin kompleks, bahkan lintas negara dan multi-yurisdiksi serta menggunakan teknologi mutakhir,” katanya.

Presiden menegaskan pemerintah telah mengembangkan sejumlah platform berbasis daring untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, antara lain dengan aplikasi e-Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan sistem Online Single Submission (OSS) untuk perizinan berusaha berbasis risiko.

Baca Juga :  Banjir Bandang Putus Jalan Jalur Provinsi

“Waktu saya dulu masuk, di dalam e-Katalog ada 50 ribu barang. Sekarang, laporan Kepala LKPP menyebutkan ada 7,5 juta barang yang sudah masuk (e-Katalog). Lompatannya cepat sekali,” kata Jokowi.

Selanjutnya, Jokowi menyebut kebijakan Satu Peta (One Map Policy) atas tumpang tindihnya pemanfaatan ruang serta konflik agraria dan sistem pajak online, sangat membantu dalam “memagari” orang tidak korupsi.

Menurut Jokowi, adanya Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara), yang akan disusul dengan pembangunan sistem serupa untuk nikel dan bauksit, membuat Indonesia bisa mengontrol berapa banyak sumber daya alam yang dieksploitasi dan diekspor sehingga praktik korupsi lagi-lagi bisa diminimalisir.

Presiden juga mendorong penguatan regulasi pada level undang-undang untuk pemberantasan korupsi.

“UU Perampasan Aset penting untuk segera diselesaikan karena ini adalah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara. Saya harap pemerintah dan DPR dapat segera membahas dan menyelesaikan (UU itu),” kata dia.

Presiden Jokowi juga mendesak pengesahan UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal yang mendorong pemetaan transfer perbankan yang lebih transparan dan akuntabel.

“Dan dalam peringatan Hakordia (Hari Antikorupsi Sedunia) ini saya mengajak kita semua untuk bersama-sama mencegah tindak pidana korupsi dan bisa memberikan efek jera kepada para pejabat yang melakukan korupsi,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango mengatakan pada 2023 muncul fenomena pejabat yang flexing atau pamer harta kekayaan di media sosial yang berujung pada pengungkapan kasus korupsi.

“Tahun 2023 ini fenomena baru, flexing, pamer kekayaan para pejabat pemerintah di media sosial direspons masyarakat dengan membandingkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dapat diakses secara terbuka di laman KPK. Beberapa berujung pada pengungkapan kasus korupsi,” kata Nawawi dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.

Baca Juga :  Kemendagri Nobatkan Pemprov Kalsel

Nawawi pun meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan teguran kepada pejabat yang menyampaikan LHKPN yang tidak sesuai fakta.

“Khusus untuk isu ini, kami berharap Bapak Presiden dapat memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu, lengkap dengan surat kuasa dan benar isinya,” ujar Nawawi.

Hal itu juga menjadi bukti nyata pentingnya peran serta masyarakat dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Nawawi menyebut sebagian besar kasus yang ditangani KPK berawal dari pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung.

“Peran serta masyarakat sangat penting dalam upaya penindakan di KPK.
Pengaduan dari masyarakat pada beberapa kasus menjadi titik tolak dimulainya penyelidikan kasus korupsi dan berujung pada terungkapnya kasus tersebut,” tuturnya.

Sepanjang 2023 ada tiga kasus dugaan korupsi yang berawal dari pejabat yang flexing harta di media sosial. Kasus pertama adalah mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo yang kasusnya kini bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kasus selanjutnya adalah dua orang pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Yang pertama adalah mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.

Keduanya saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Keduanya juga telah ditahan oleh KPK. (Ant/KPO-3)

Iklan
Iklan