Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

PUNYA PENYAKIT GILA?

×

PUNYA PENYAKIT GILA?

Sebarkan artikel ini

Oleh : NURMADINA MILLENIA

Gus Dur pernah bertemu Presiden Kuba Fidel Castro, ketika melakukan kunjungan kenegaraan, dimana Gus Dur menyelingi pembicaraannya dengan Castro dengan mengatakan jika semua presiden Indonesia punya penyakit gila. Intinya, presiden pertama Bung Karno gila wanita, presiden kedua gila harta, presiden ketiga Habibie benar-benar gila ilmu, sedangkan Gus Dur sendiri sebagai presiden keempat sering membuat orang gila, karena yang memilihnya juga orang-orang gila. (Itu ada di dalam buku Niken Astuti, mengenai terapi sehat dengan tertawa). Kemudian, sebelum tawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya, “Yang Mulia Presiden Castro termasuk yang mana?”. Dijawab Castro sambil tetap tertawa, “Saya termasuk yang ketiga dan keempat”. Di Jerman ketika mengunjungi Habibie, Gus Dur justru bercerita, “Presiden Soekarno negarawan, Soeharto hartawan, Habibie ilmuwan sedangkan Gus Dur wisatawan”.

Baca Koran

Kegilaan atau keunikan memang dimiliki mereka yang popularitas, atau tentang mereka yang disoroti. Tetapi jika melihat bahwa peranan DPR sebagai wakil rakyat, yang kemudian menjelma menjadi MPR jika membicarakan kepentingan Negara. Dengan demikian sebenarnya masalah Negara dan kepentingan untuk membuat Negara darurat diputuskan dalam musyawarah itu. Sehingga tidak perlu ada kalimat “DPR harus dibubarkan”. Apalagi jika zaman Presiden dipilih oleh MPR, dimana MPR terdiri dari DPR dan utusan daerah serta golongan. Maka kejadian seperti dibubarkannya DPR, maka rakyat kehilangan wakilnya, sehingga eksekutif atau presiden sebagai pelaksana dari mandataris MPR, menjadi sangat berkuasa. Maka it menyalahi UUD 1945, jika Indonesia berdasarkan hukum, bukan kekuasaan belaka.

Oleh karena itu, presiden sebagai pimpinan pelaksana daripada keinginan rakyat, terkadang mengambil langkah yang justru tidak dimengerti oleh rakyat. Kemudian UU atau aturan hukum dibuat sedemikian rupa untuk tetap mendukung langkah yang salah itu. Dalam pemikiran ilmu hukum, itu adalah penyimpangan. Hukum pada intinya menuntut Keadilan. Dimana keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, sehingga beban yang ada di masa yang akan datang menjadi tanggung jawab bersama-sama. Namun jika keputusan itu diambil hanya sepihak saja, tanpa ikut serta lembaga Negara yang memang merupakan fasilitas untuk itu. Itu jelas penyimpangan. Penyimpangan dari UUD 45.

Baca Juga :  Hari Quds Internasional dan gerakan rakyat bela Palestina

Apakah yang membuat ada manusia atau pemimpin yang sebenarnya hanyalah seorang manusia yang kesepian di tengah keramaian, tanpa bantuan orang lain. Begitu nekad atau buta terhadap aturan hukum untuk membuat keputusan yang dapat dikatakan sebagai bisa melanggar HAM? Apakah itu bisa dikatakan sebagai “kegilaan” atau “ingin tercatat sejarah” yang banyak diceritakan di dalam Al-Qur’an? Penyimpangan seperti Fir’aun adalah sebuah keinginan atau kegilaan agar terkenang dan tercerita dalam lembaran sejarah? Namun apa artinya jika di dalam Pengadilan Tuhan itu hanyalah sebuah kesalahan, yang akhirnya akan diputuskan oleh “Sang Raja hari Kiamat” untuk di penjara neraka.

Mereka yang beriman tentunya sangat percaya dengan apa dan bagaimana yang telah diwahyukan oleh Allah SWT pada Al-Qur’an.

Iklan
Iklan