Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Bullying “Menginfeksi” Pesantren

×

Bullying “Menginfeksi” Pesantren

Sebarkan artikel ini

Oleh : Nadia
Administrasi Kesehatan

Publik kembali dikejutkan dengan kasus penganiayaan yang berujung kepada kematian, kali ini bukan menimpa sekolah umum ataupun swasta biasa. Namun lembaga yang diharapkan mampu membentuk anak menjadi seorang yang berilmu dan berakhlak mulia, pesantren.

Baca Koran

Seorang santri bernama Bintang Balqis Maulana (14 tahun) meninggal diduga akibat penganiayaan di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kepolisian pun telah menetapkan empat pelaku sebagai tersangka, di mana salah satunya disebut masih kerabat korban. Bintang diduga tewas akibat penganiayaan yang dilakukan para seniornya di PPTQ Al Hanifiyyah.

Apa yang dialami Bintang bukan yang pertama. Dalam dua tahun terakhir, terdapat kasus kekerasan berujung kematian yang terjadi di dalam pesantren terungkap ke publik.

Seorang santri Ponpes Husnul Khotimah di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, berinisial H (18), meninggal dunia. Ia diduga menjadi korban penganiayaan teman seangkatannya. Polisi menetapkan 18 orang tersangka dalam kasus ini.

Seorang santri di Ponpes Sirajurrokhim di Pringsurat, Temanggung, Jawa Tengah, meninggal akibat diduga dikeroyok oleh delapan santri lain.

Seorang santri tewas setelah diduga dianiaya seniornya di Ponpes Ta’mirul Islam Kampus Masaran di Kecamatan Masaran, Sragen, Jawa Tengah.

Seorang santri di Pondok Modern Darussalam Gontor 1, Ponorogo, Jawa Timur tewas dikeroyok dua rekannya.

Seorang santri di Kabupaten Tangerang tewas diduga dianiaya oleh teman seangkatannya.

Lemah Pengawasan?

Perundungan tidak terjadi secara spontan namun aktivitas yang berulang, dipicu dari permasalahan sepele dari tersinggung dengan ucapan-perbedaan dari sisi fisik-sampai tidak patuh pada aturan. Ini semua juga dipengaruhi oleh kondisi latar belakang keluarga yang berbeda, dan tentu memberikan pengaruh besar kepada pembentukan karakter anak. Ditambah lagi dengan sosial media yang sekarang menjadi ‘guru utama’, sehingga apa yang sering dilihat menjadi acuan dalam setiap tindakan.

Lembaga pesantren menjadi tempat yang dianggap untuk membentuk ulang anak menjadi lebih baik. Kondisi kehidupan yang semakin jauh dari agama menjadi faktor utama mengapa akhirnya para orang tua memilih pesantren sebagai tempat untuk menyekolahkan anak-anaknya. Namun persepsi yang masih agak keliru perlu pelurusan, bahwa pondok pesantren menjadi tempat untuk mereform anak yang dianggap ‘nakal’. Bisa menjadi lebih baik karena interaksi dengan beragam orang serta karakter, membentuk kemandirian serta terjauhkan dari gadget.

Anggapan yang juga lumrah didengar bahwa ustadz-ustadzah dipondok akan membentuk anak menjadi lebih baik saatkembali kepada orang tua. Namun sepertinya para orang tua lupa, dengan semakin banyak santri maka tentu memerlukan jumlah ustadz-ustadazah yang juga tidak sedikit untuk mengimbangi. Faktanya jumlah anak didik bertambah tidak sejalan dengan jumlah pengajar, sehingga kemungkinan sewaktu-waktu para ustadz-ustadzah tidak mampu memperhatikan seluruh muridnya. Peran yang kemudia digantikan oleh para senior yang ditugaskan untuk memberikan teguran kepada para adik kelasnya. Dalam kondisi inilah tidak jarang terjadi perpeloncoan, pemukulan yang sampai berujung pada kematian.

Tawaran untuk membuat kurikulum antibullying yang diterapkan diluar jam pembelajaran mulai digulirkan. Dimulai dengan promotif preventif selain dari lembaga pendidikan juga melibatkan orang tua dan masyarakat tentang bahaya perundungan.

Baca Juga :  Sebuah Seni dari Limbah Plastik untuk Jaga Bumi

Ini tentu perlu diapresiasi, karena memang iklim kependidikan sudah tak lagi aman dengan adanya perundungan yang kian menyasar anak dengan pendidikan yang paling dasar. Padahal pendidikan merupakan sebuah modal penting bagi terciptanya generasi berkualitas.

Akar Masalah Perundungan

Benar bahwa keluarga dan lingkungan masyarakat berpengaruh besar bagi maraknya kasus perundungan yang dilakukan anak. Orang tua sibuk bekerja sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna, juga mudahnya anak mengakses informasi lewat internet, berperan atas terjadinya kasus perundungan.

Namun semua itu juga tak lepas dari peran negara sebagai konstitusi yang mestinya memberikan perlindungan menyeluruh kepada warganya termasuk anak-anak. Sistem sanksi yang tidak tepat yang diterapkan negara juga memberikan andil dalam perundungan yang terus berlanjut. Juga luput dari perhatian, akses informasi tanpa batas dari “tontonan” yang bertransformasi menjadi tuntunan dalam bersikap.

Akan tetapi yang perlu digaris bawahi, semua ini hanyalah dampak. Akar masalahnya, akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Asas sekularisme telah mencabut nilai-nilai moral dan agama. Asas ini akhirnya melahirkan liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku sehingga aturan agama makin terpinggirkan.

Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak peserta didik yang berkualitas, kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan—tanpa memperhatikan aspek spiritual atau agama—justru melahirkan remaja yang banyak masalah. Belum lagi aturan dan kebijakan penguasa yang kental dengan liberalisme, tidak memperhatikan nilai-nilai agama memberi andil besar makin maraknya kasus ini.

Persoalan perundungan yang terjadi bukanlah ranah yang sifatnya kasus perkasus, namun sudah masuk pada ranah sistemik. Yang berimbas bukan hanya pada sekolah umum dan swasta saja namun juga menginfeksi pesantren yang diharapkan bisa membentuk generasi berilmu-berakhlaksesuai dengan aturan Islam.

Islam Atasi Perundungan

Sistem Islam (Khilafah) yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna. Islam telah menetapkan bahwa selamatnya anak dari segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Negara juga memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak-anak tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, termasuk perundungan.

Benar bahwa Islam telah memberikan kewajiban pengasuhan anak kepada ibu hingga anak tamyiz, juga kewajiban pendidikan anak kepada ayah ibunya. Akan tetapi, hal ini tidak cukup. Terwujudnya lingkungan kondusif di tengah masyarakat menjadi hal penting bagi keberlangsungan kehidupan anak.

Lingkungan masyarakat yang baik akan menentukan corak anak untuk kehidupan selanjutnya. Tidak kalah penting adalah adanya peran negara. Negara Islam bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat. Umat pun mendapat jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan menyeluruh.

Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan solusi perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar sebagai berikut. Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Hal ini akan mendorong setiap individu untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya.

Baca Juga :  Surga Dunia

Kedua, kontrol masyarakat. Hal ini akan menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.

Ketiga, peran negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, termasuk perundungan. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang andal sehingga terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat lainnya. Negara pun harus menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi rakyatnya secara berkualitas dan cuma-cuma.

Selain itu, negara akan menjaga agama dan moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, termasuk berbagai tayangan yang merusak di televisi atau media sosial.

Mengambil Peran

Sebagai individu dan kelompok yang ikut andil dalam menyerukan perubahan tentu harus menyadari bahwa memang hanya negara dengan dasar keimanan yang mampu secara praktis melakukan perubahan mendasar. Karena sebagai sebuah negara dia punya kemampuan untuk memaksa warga negara nya terikat dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Khalifah.

Sekarang tanpa adanya khalifah dan khilafah memang akan sulit untuk melakukan perubahan tapi bukan berarti hal tersebut tidak mampu untuk dilakukan. Setiap dari kita merupakan seseorang yang telah dibina baik aqliyah dan nafsiyah dengan pemahaman Islam. Dan seorang musyrifah pun tidak boleh membedakan perlakuan yang diberikan kepada para darisahnya, sehingga bisa dipastikan apa yang didapatkan sama bagi setiap orang. Bedanya dari sisi mana kita mau mengambil peran.

Bagi seorang ibu maka tugas utamanya adalah memahamkan Islam kepada anaknya tentang syariat serta pentingnya dalam penerapan kehidupan, termasuk mulai mengajarkan problematika umat yang tidak selesai tanpa adanya peran negara.

Seorang guru ataupun dosen punya peran lebih besar karena dia punya audiens tetap, yaitu anak didiknya. Sampaikan tentang problem umat dengan gaya bahasa yang bisa dipahami oleh para anak didik sesuai jenjang, dan jika mampu buat kajian berkelanjutan dengan mereka yang tertarik mengkaji Islam. Memang tidak mudah mengambil peran tersebut, karena para guru ataupun dosen sekarang harus berkejaran dengan administrasi yang sepertinya tak ada habisnya. Tapi bukankah jika ada keinginan akan ada jalan?

Termasuk yang mengambil peran dan tugas lain di masyarakat, juga punya kesempatan yang sama. Diskusi saat bekerja jika memungkinkan atau berbicara tentang problem umat saat beristirahat dengan kolega yang memang punya ketertarikan untuk memahami Islam. Coba dulu hasilnya ntar mikirkan belakangan. Karena bukankah Allah SWT melihat dari yang diusahakan bukan dari hasil yang didapatkan. Wallahu’alam Bishshawab.

Iklan
Iklan