Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Saatnya Masjid Makmurkan Masyarakat

×

Saatnya Masjid Makmurkan Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ahmad Barjie B
Biro Kominfo & Hubungan Antarlembaga DMI Kalsel, Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kalsel

Wapres HM Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pusat ketika melantik pengurus DMI Kalsel di Mahligai Pancasila Banjarmasin beberapa tahun lalu menekankan agar masjid-masjid di seluruh Indonesia mereformasi perannya di masyarakat. Tidak saja sebagai pusat ibadah dan dakwah tetapi juga sebagai sentral pembinaan kehidupan sosial ekonomi masyarakat sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw sejak 14 abad lampau.

Baca Koran

Kalla menyebut jumlah masjid di negeri ini mencapai satu juta buah lebih, seperti juga dikemukakannya di hadapan Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud saat berkunjung ke Indonesia, Maret 2017. Sekiranya masjid-masjid difungsikan memberdayakan masyarakat, tentu kekuatannya luar biasa. Tidak akan ada masyarakat yang miskin dan sengsara, karena sudah disantuni dan diperhatikan masjid.

Keinginan Jusuf Kalla ini juga sering disosialisasikan oleh DMI Kalsel dan DMI kabupaten kota di Kalsel selama ini. DMI ingin agar tak hanya masyarakat yang memakmurkan masjid, tetapi sebaliknya masjid juga memakmurkan masyarakat. Tegasnya ada peran timbal balik secara simbiosis mutualis.

Peningkatan dan perluasan peran masjid sejak lama juga dikampanyekan oleh Kementerian Agama RI. Ketika rombongan pejabat Kementerian Agama RI mengunjungi beberapa masjid di Kota Banjarmasin, mereka heran melihat banyaknya masjid yang memiliki kas besar, ratusan juta hingga miliran rupiah, tetapi sedikit pun tidak digunakan untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Kementerian Agama menekankan agar sebagian dari kas masjid digunakan sebagai wakaf produktif dengan mengelola usaha yang mendatangkan hasil dan membuka lapangan kerja, dan sebagian lagi dipinjamkan tanpa bunga kepada masyarakat kecil yang membutuhkannya.

Senada dengan hal di atas, penceramah nasional Ustadz Abdul Munzir Situmorang mengatakan, masjid yang baik dan benar itu adalah masjid yang kasnya kecil karena dananya sudah digunakan optimal untuk memajukan dakwah dan memberdayakan masyarakat. “Banyak fakir miskin, janda-janda tua, anak-anak terlantar dan kalangan dhuafa yang perlu dibantu oleh masjid,” ujarnya. Munzir menghendaki kas masjid difungsikan seperti Baitul Maal, dan di masjid disediakan makanan/minuman ringan, buah-buahan agar orang yang lapar dapat mengurangi dahaganya.

Masjid juga boleh untuk tidur dan istirahat bagi musafir, jangan dilarang-larang, sebagaimana Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi. Ia menganjurkan kas masjid dapat dibelikan makanan untuk khatib, petugas Jumat dan penceramah. Kesejahteraan petugas masjid seperti marbot (kaum), petugas kebersihan, dll., tentu harus dijamin lebih dahulu.

Baca Juga :  Menilik Hotel Rekomendasi di Kota Banjarbaru: Akomodasi Nyaman Penunjang Mobilitas Bisnis dan Wisata

Pengalaman Munzir Situmorang berkeliling di tanah air, banyak pengurus masjid merasa masjid seolah miliknya dan warisan nenek moyangnya, sulit menerima masukan dari luar dan pikirannya hanya untuk merenovasi dan menambah kemewahan masjid. Masjid yang sudah bagus diperbagus lagi, sehingga renovasi masjid seolah tidak pernah berhenti, bahkan terkesan mubazir. Akibatnya kas masjid hanya tersedot untuk pembangunan, bukan untuk pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.

Muhammad Jazir, Ketua Umum Pengelola Masjid Jogokarian Yogyakarta, menuturkan pihaknya sejak awal 2000 sudah menjadikan masjid sebagai agen pemberdayaan masyarakat. Mulanya Rp 48 juga kas masjid mereka sumbangkan untuk biaya berobat orang yang tidak punya duit, sehingga kas masjid kosong. Ternyata kemudian sumbangan berdatangan. Orang senang menyumbang karena uangnya segera digunakan menolong orang, tidak disimpan. Sejak itu kas masjid selalu digunakan untuk membantu masyarakat. Tidak pernah masjid berhitung, mereka sengaja menyadikan kas nol rupiah. Sekarang Masjid Jogokarian tergolong paling makmur dengan kegiatan sosial dan jadi raw model masjid-masjid se Indonesia.

Belum Bersambut

Keinginan dan masukan di atas, selama ini belum banyak bersambut di kalangan pengelola masjid tanah air, termasuk di Kalimantan Selatan. Baru beberapa masjid yang sudah merealisasikannya seperti masjid-masjid yang maju di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Makassar, Padang, Medan dan lainnya.

Hal ini disebabkan, di antara pengurus masjid hanya memahami masjid sebagai pusat ibadah dan dakwah. Belum memahami betapa luasnya fungsi masjid sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Di zaman Rasulullah masjid benar-benar fungsional; tempat ibadah, dakwah, pendidikan, pelayanan kesehatan, santunan sosial ekonomi, menerima tamu, tempat latihan olahraga dan militer, bahkan juga tempat singgah para musafir dan tempat tinggal warga masyarakat yang tidak memiliki rumah. Rasulullah tidak mementingkan kemewahan dan kelengkapan sarana dan prasarananya, tetapi lebih kepada peran masjid membina dan mengayomi masyarakat. Rasulullah mengenal semua jamaahnya secara pribadi. Kalau ada yang tidak hadir di masjid akan ditanyakan dan didatangi, kalau sakit diobati, kalau problema ekonomi dibantu dan seterusnya.

Di antara ulama kita masih ada yang berpandangan sempit, bahwa kas masjid hanya untuk masjid, bukan untuk masyarakat. Memberdayakan masyarakat bukan tanggung jawab masjid, melainkan tugasnya pemerintah. Masjid cukup membantu mereka sekali setahun, yaitu saat pembagian zakat fitrah dan maal dan daging qurban.

Baca Juga :  Hijrahnya Pustakawan

Pendapat begini mungkin ada benarnya, tetapi terlalu sempit. Kas masjid sesungguhnya gabungan antara wakaf, infaq dan sumbangan lainnya. Kas masjid agak identik dengan baitul maal. Yang tidak boleh diutak-atik adalah wakaf, misalnya untuk membangun masjid atau membeli tanah untuk masjid. Sementara infaq dan sumbangan lainnya boleh digunakan untuk keperluan lain yang sejalan dengan fungsi masjid sebagai pusat pembinaan umat. Asal penggunaan dan administrasinya transparan dan bertanggung jawab tentu masyarakat akan mendukung. Para donator akan senang karena sumbangan mereka langsung berfungsi, tidak sekadar ditumpuk sebagai kas atau disimpan di bank saja.

Mengundang Jemaah

Sudah lama masjid-masjid kita kekurangan jemaah. Banyak warga masyarakat sekitar masjid tidak tahu menahu dengan masjid, tidak mau shalat berjemaah dan mengikuti pengajian di masjid. Kegiatan dengan sajian makanan pun mereka enggan datang ke masjid. Hal ini besar kemungkinan, selain faktor religiusitas, juga merasa masjid tidak pernah membantu mengatasi problema hidup mereka sehari-hari.

Selama ini banyak masyarakat kecil yang terjerat rentenir, pinjaman uang dengan bunga berbunga mencekik, sehingga pinjaman sedikit saja akhirnya membengkak, judi onlie, dan sebagainya. Ada yang terpaksa menggadai dan menjual rumah dan lari karena tak sanggup menahan beban utang. Sekiranya kas masjid yang besar itu dapat digunakan untuk menolong mereka, meminjami tanpa bunga atau bunga kecil sebagai biaya petugas administrasi, alangkah mulianya. Mereka yang merasa ditolong oleh masjid, akan mau mendekati masjid, sekali seminggu ke masjid untuk membayar angsuran utangnya, dan akhirnya menjadi jamaah masjid yang setia. Mereka akan aktif memakmurkan masjid sebagaimana dikehendaki agama.

Kementerian Agama sudah menggariskan perlunya wakaf produktif dari sebagian kas masjid. Bagi masjid yang sudah mapan dan kaya, pembangunan fisiknya sudah selesai, sebagian dari kas katakanlah 25 persen dapat digunakan untuk usaha-usaha produktif dan digulirkan sebagai pinjaman lunak kepada masyarakat yang membutuhkan.

Usaha ke arah ini sangat memerlukan dukungan dan kesepahaman dari para ulama dan pengurus masjid sendiri. Diharapkan ke depan masjid benar-benar berfungsi sebagai agen pemberdayakan masyarakat menuju masyarakat yang religius dan sejahtera. Kemajuan dan kekuatan Islam masa Rasulullah dan sahabat dulu justru ditopang oleh masjid. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan