Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan

Space Iklan
Opini

Dampak Bayar Utang Dengan Pinjol dan Solusinya

×

Dampak Bayar Utang Dengan Pinjol dan Solusinya

Sebarkan artikel ini
Space Iklan

Oleh : Ummu Wildan
Pemerhati Pendidikan

Naiknya besaran UKT membuat banyak mahasiswa kelimpungan. Resiko putus kuliah tentu membuat sejumlah pihak prihatin. Termasuk pihak pemerintah.

GBK

Namun sayang seribu sayang, solusi yang ditawarkan membuat miris. Ini karena dianggap tidak sesuai porsi sebagai pemilik wewenang dan kekuasaan besar. Bahkan solusi ini merupakan tambal sulam masalah. Pinjol yang selama ini masih merupakan perkara problematis di masyarakat justru ditawarkan.

“Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung gitu termasuk pinjol,” demikian ungkap Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7). (cnnindonesia.com, 03/07/2024)

Ada beberapa hal yang patut dicermati terkait hal tersebut. Pertama, alih-alih menyarankan individu mahasiswa untuk membayar uang kuliah yang tinggi bukankah pemerintah punya pilihan untuk justru menurunkan biaya kuliah agar bisa terjangkau rakyat banyak, atau bahkan menggratiskan. Bukankah pendidikan merupakan investasi masa depan? Generasi yang berkualitas akan membawa kepada kemajuan negara itu sendiri. Adakah kemajuan ini juga menjadi cita-cita pemerintah? 

Kedua, pinjaman online meniscayakan adanya bunga. Bahkan tak jarang ditemui untuk membayar utang plus bunganya debitur terpaksa meminjam lagi dari pinjol lain. Sungguh ironi bahwa mahasiswa yang kesulitan uang kuliah justru dijadikan lumbung sumber pendapatan para kapitalis. 

Ketiga, resiko bagi kesehatan mental mahasiswa yang bisa berujung kepada bunuh diri. Pada 2023 tercatat sedikitnya 25 orang bunuh diri karena Pinjol, bank keliling dan bank emok. Tertinggi sejak 5 tahun terakhir (liputan6.com, 19/12/2023). Nova Riyanti Yusuf dari Perhimpunan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa menyebutkan bahwa utang, dari manapun sumbernya dapat menjadi alasan bunuh diri (liputan6.com, 12/12/2023).

Adanya opsi pinjol dalam sistem kehidupan kapitalisme sekuler memang sesuatu yang wajar. Negara tidaklah ditetapkan sebagai ‘ibu’ bagi rakyatnya. Ia hanyalah regulator. Pada banyak perkara rakyatnya dipersilahkan untuk bertarung sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah pendidikan tinggi. 

Baca Juga :  Reformasi Kurikulum, Menjembatani Kesenjangan Antara Pendidikan dan Lanskap Pekerjaan

Jika diibaratkan, seorang ibu tidak akan membangun rumah baru ketika pendidikan anak-anak dalam masalah. Namun kenyataannya alih-alih meringankan biaya pendidikan tinggi, pembangunan ibukota baru jalan terus. 

Selain itu pinjol bukanlah dianggap sebagai perkara yang terlarang. Riba dan dosa rakyat yang mengambilnya adalah urusan individu. Ada individu yang tidak peduli. Namun ada pula yang tidak mengerti sama sekali. Negara pun tidak ambil pusing tentang ini. 

Pinjol menjadi bagian dari hidup sebagian orang karena materialisme menancap kuat di benak. Kebahagiaan hidup ketika bisa memiliki ini dan itu. Ketidakmampuan sebagian orang namun keinginan memiliki tinggi dijadikan peluang bisnis bagi para kapitalis. Diadakanlah pinjol. Yang miskin seakan terbantu. Yang kaya pun untung. Tidak ada makan siang yang benar-benar gratis dalam sistem kapitalisme. 

Tambahan dari pinjaman itu disebut bunga. Bunga dihasilkan dari tanaman uang. Bahwa ia bernama lain riba tidaklah dipertimbangkan. Riba yang diharamkan dikesampingkan. Itulah contoh nyata sekularisme; saudara kembar kapitalisme. Pemisahan peran agama dari kehidupan. 

Lain halnya ketika Islam dijadikan panduan. Negara dalam Islam itu bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Imam adalah pemimpin yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Demikian penggalan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Umar ra. 

Dalam Islam, pendidikan itu kewajiban. Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim. Demikian hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Satu dari sekian banyak hadis tentang menuntut ilmu. Begitupun dalam Al Qur’an Allah SWT memerintahkan untuk menuntut ilmu. Diantaranya dalam Surat Al Mujadalah ayat 11 bahwa Allah mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat.

Ketika Rasulullah SAW memimpin, beliau memberikan keteladanan. Setelah Perang Badar beliau memberikan opsi pembebasan bersyarat terhadap banyak tawanan. Salah satu opsi adalah mengajari penduduk Madinah membaca dan menulis.

Baca Juga :  Jadikan Media Sosialmu Sumber Cahaya Islam

Perbuatan Rasulullah SAW inipun ditiru oleh para Khalifah yang menggantikan beliau. Pendidikan mendapatkan porsi yang spesial. Gelontoran dana secara besar-besaran diberikan. 

Alhasil kegemilangan peradaban pun diraih. Baitul Hikmah, meski terkenal sebagai perpustakaan besar, ternyata memiliki banyak fungsi. Diantaranya sebagai perguruan tinggi, pusat penelitian dan ilmu pengetahuan. Dari situlah muncul ilmuwan-ilmuwan Islam terkenal seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Ghazali, Al Khawarizmi, dan Al-Battani. (kompas.com, 10/03/2022) 

Demikianlah dalam Islam pembiayaan pendidikan ditanggung oleh negara. Peradaban bisa mencapai masa keemasan dengan pengorbanan bernilai emas. Sebagaimana pencanangan generasi emas 2045 oleh Presiden Joko Widodo, semestinya pendidikan diberikan investasi “emas”.

Di sisi lain, pinjol tidak mungkin tumbuh karena riba adalah perkara yang diharamkan. Tidak pernah ada orang yang benar-benar kaya dengan mengandalkan pinjaman ribawi. Pun tidak akan pernah negeri ini maju peradabannya dengan pendidikan yang dibiayai dengan pinjol. 

Tidak cukupkah peringatan Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275? Bahwa orang yang mengambil riba itu tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan karena gila. Generasi seperti apa yang akan dihasilkan dengan pembiayaan pinjol?

Iklan
Iklan