BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Program Kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2024 turun drastis dibandingkan tahun lalu. Tentu saja hal ini membuat kalangan pengembang perumahan makin resah.
Dampaknya, dengan berkurangnya kuota FLPP ini tidak hanya masyarakat rendah (MBR) semakin sulit membeli rumah bersubsidi, tapi akan berakibat pula pada perekonomian masyarakat.
Kementerian PUPR pada tahun 2024 sudah menetapkan Rencana Strategis (Rastra) sesuai Perpres 18 Tahun 2020 untuk kuota FLPP sebanyak 220 ribu unit rumah. Namun kenyataannya, tahun ini hanya terealisasi 166 ribu unit rumah saja.
Ketua DPD APERSI (Asosiasi Pengembang Perumahan Seluruh Indonesia) Kalsel Hj Wahidah Mukhtar mengatakan, keberadaan masyarakat rendah (MBR) terancam kesulitan membeli rumah subsidi. Penyebabnya, kuota subsidi KPR melalui FLPP berkurang.
“Kuota tahun ini berkurang hampir 30 persen dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu kuota sebanyak 220 ribu unit, tapi tahun ini hanya 166 ribu unit saja. Dengan adanya pengurangan kuota ini berimbas luar biasa terhadap beberapa sektor usaha. Apalagi, hampir 99 persen anggota APERSI Kalsel membangun rumah MBR yang dibiayai perbankan” ungkap Hj Wahidah.
Menurutnya, jika kuota tak ditambah, maka pengembang perumahan tidak akan mampu membayar kreditnya di perbankan. Akibatnya, developer akan banyak yang kolaps atau gulung tikar, serta beberapa sektor usaha perumahan akan bangkrut.
“Kami sangat berharap pemerintah bisa menambah kuota ini. Paling tidak, minimal 60 ribu tambahan kuota agar bisa bekerja kembali. Karena semua yang kita lakukan ini adalah untuk kebutuhan masyarakat bawah,” ucapnya.
Belum lagi, lanjut Hj Wahidah, semua ini juga akan mengganggu sektor usaha lainnya, seperti pabrik atau penyedia material bahan bangunan, termasuk para pekerja/tukang perumahan.
“Dampak lainnya, angka pengangguran akan bertambah dan tingkat kemiskinan makin tinggi karena berkurangnya lapangan kerja,” timpalnya.
Lebih jauh diungkapkan Hj Wahidah, bahwa kebutuhan rumah FLPP di Kalsel cukup besar dan APERSI merupakan asosiasi yang paling banyak membangun rumah-rumah MBR.
“Saya sebenarnya berharap, tahun ini target 12.000 unit bisa tercapai, tapi kenyataannya hingga bulan Juli 2024 hanya mampu tersalurkan sebanyak 4.726 unit saja. Apalagi kuota dikurangi, kami makin sulit mencapai target itu,” tukasnya.
APERSI Kalsel, katanya lagi, sangat berharap kepada pemerintah melalui Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan bisa melakukan terobosan-terobosan agar para pelaku usaha pengembang perumahan dapat bekerja dengan tenang.
“Apalagi, Pak Prabowo dan Gibran punya program akan merealisasikan 3 juta rumah ke depannya. Semoga ini bisa terlaksana, karena ini kabar menggembirakan bagi developer di seluruh Indonesia,” harapnya.
Sekretaris DPD APERSI Kalsel, Muhammad Fikri menambahkan, pada bulan Juli 2024 lalu merupakan batas terakhir untuk realisasi penyaluran perumahan melalui perbankan. Bahkan menurutnya, sebanyak 732 rumah yang sudah diproses oleh bank, namun karena kuota FLPP habis akhirnya tidak bisa dilakukan akad.
“Misalnya saja, Bank Kalsel sudah tidak bisa lagi melakukan realisasi karena kehabisan kuota. Sedangkan BRI, BNI, dan Bank Mandiri sudah menghentikan untuk realisasi. Hanya tinggal BTN konvensional. BTN Syariah pun juga sudah membatasi,” bebernya.
Pada bagian lain, Fikri mengatakan, bahwa APERSI Kalsel sejak bulan Januari – Februari 2024 sudah meminta kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian PUPR, supaya kuota tahun ini yang 166 ribu unit ditambah lagi seperti di tahun 2023, yakni sebanyak 220 ribu unit rumah.
“Ini tidak lepas dari banyaknya masyarakat yang ingin memiliki rumah MBR. Sementara angka backlog, di Kalsel khususnya makin tinggi. Hanya saja tidak dibarengi dengan kuota yang diberikan oleh pemerintah,” imbuhnya.
Fikri juga menuturkan, berkurangnya kuota ini akan berimbas kepada pekerja. APERSI Kalsel sendiri memiliki 185 anggota aktif, dengan persentase 99 persen membangun rumah MBR.
“Misalkan satu anggota mempekerjakan 50 orang, lalu dikalikan 185 anggota aktif. Maka ribuan pekerja bangunan yang terpaksa dirumahkan. Ratusan nasabah juga terancam gagal akad lantaran tidak adanya kuota tadi,” tandasnya.
Masalah lainnya, imbuh Fikri, developer rumah MBR ini berbeda dengan developer rumah yang komersial, karena harus meminjam kredit konstruksi kepada perbankan.
“Nah, jika pemerintah tidak menambahkan kuota agar bisa realisasi, maka akan banyak developer di Kalsel yang bangkrut karena gagal bayar kepada perbankan,” katanya.
Sementara itu, H Mukhtar Lutfi, selaku Dewan Pengurus Organisasi Pusat APERSI menambahkan, terbatasnya kuota FLPP ini sangat berdampak terhadap hajat hidup orang banyak.
“Ada ribuan pekerja perumahan yang menggantungkan hidupnya di sana. Begitu pula dengan para supplier material bahan bangunan. Belum lagi banyaknya masyarakat yang sangat membutuhkan rumah MBR. Kami harap pemerintah juga memikirkan dampak ini,” ucapnya. (Opq/KPO-1)