BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Dialog bersama Komunitas Pemerhati Wisata dan Perwakilan Wartawan, Jumat (30/08/2024) soreng di Cafe Cemara Ujung pada kesimpulan akhir saatnya Kalsel dan Banjarmasin menggarap serius wisata halal (Halal Tourism). Hal ini penting karena potensi alam Kalsel dan Banjarmasin sangat eksotis dan mendunia.
Laporan Ekonomi Islam Global (SGIE) ke sepuluh tahun 2024 mengenai ekonomi Islam Global yang juga disebut sebagai gaya hidup Halal dimana pasar belanja telah tumbuh dari pasar belanja konsumen sebesar US$1,62 triliun pasar seperti yang diperkirakan pada tahun 2012, menjadi US$2,29 triliun pada tahun 2022, kata Pemerhati Wisata Halal Hilda Ansariah Sabri.
Dihadapan para pelaku usaha pariwisata dan Wali Kota Banjarmasin yang diwakili Sekretaris Disbuporapar Kota Banjarmasin Hj Fitriah dan Ketua Asita Kalimantan Selatan Dewai Restina, wartawan senior yang kini menjadi pemerhati wisata halal, juga mengatakan gaya hidup halal kini sangat relevan untuk semua orang.
Hal ini membuat banyak konsumen non-muslim yang akhirnya memilih mempraktikkan gaya hidup halal dan menggunakan produk dari industri halal yang terjamin aman, bersih, dan baik. Bahkan di sektor Halal Tourism sebagai bagian dari Halal Industry kini menjadi tumpuan banyak negara Muslim maupun Non Muslim untuk menguatkan perekonomian negaranya pasca pandemi global.
“Muslim di dunia yang mencapai 2 miliar jiwa membuat negara-negara Non-Muslim berlomba memenuhi kebutuhan Muslim dunia dengan menciptakan paket-paket Muslim Friendly Tourism,’’ ucap Hilda Ansariah Sabri.
Menanggapi dorongan pengembangan Wisata Halal, Ketua Asita Kalimantan Selatan Dewai Restina mengapresiasi usaha menjual paket-paket wisata halal. Tetapi untuk melakukan percepatan, dan Standar Layanan Pariwisata Halal dibutuhkan kerjasama dengan Pemerintah yang sinergis termasuk kegiatan even dan pameran.
Apalagi Kalsel banyak memiliki dinasti pariwisata sehingga tinggal membantu mengarahkan manakala tiba di Ojek Wisata seperti Kampung Sasirangan, Kampung Arab, Kampung Ketupat nama-nama Islami. Begitu juga Mesjid Bambu Kiram, Banjar Baru, Martapura, sehingga Pemko Kalsel tinggal mendorong dan kegiatan Festival-festival.
Mengapa Daerah Kalsel tidak Fokus pada pengembangan wisata Halal ? Standar Layanan Pariwisata Halal telah perlu diterbitkan, demikian juga fasilitas Toilet tentunya tak bisa bersama tetapi harus dibedakan untuk fasilitas laki-laki dan perempuan, sehingga dibutuhkan dukungan semua pihak khususnya Pemerintah Daerah.
Begitu juga layanan wisata halal yang disediakan untuk wisatawan Muslim sesuai dengan aturan Islam. “Sekali lagi tujuannya, bukan mengkotak-kotakan tetapi hal ini sudah dibuktikan pertumbuhan wisata halal cukup pesat sehingga daerah harus mengikutinya,’’ ungkap Hilda Ansariah Sabri saat menjawab dialog.
Menurut dia, paket wisata halal seperti halnya wisata konvensional yang membutuhkan Akses, Amenitas dan Atraksi ( 3 A) dan hanya membutuhkan pelayanan tambahan yaitu waktu sholat dan tetap mendapatkan makanan halal selama perjalanan wisata.
“Masyarakat kadang masih salah kaprah dalam memahami wisata halal seolah-olah destinasi wisatanya harus di Islamkan dulu semua. Pemahamam yang salah dan Islam phobia membuat banyak daerah juga menolak label wisata halal,” tambah Hilda.
Padahal di seluruh dunia, kesadaran untuk menerapkan aturan agama tersebut dalam kehidupan kini menjadi suatu gaya hidup yang kini dikenal dengan gaya hidup halal atau halal lifestyle. Dalam penerapannya halal lifestyle biasanya meliputi makanan halal, keuangan Islam, travel, sektor fashion, media dan rekreasi, farmasi dan kosmetik yang membentuk suatu ekosistem dan menjadi kekuatan ekonomi Islam global.
Wali Kota Banjarmasin yang diwakili Sekretaris Disbuporapar Kota Banjarmasin Hj Fitriah menyambut baik dorongan atau pengembangan wisata halal ini. Namun untuk percepatan perlu dukungan semua pihak meski sebenarnya di Banjarmasin memiliki banyak objek wisata halal.(nau/KPO-1)