BANJARBARU, Kalimantanpost.com – Pemberitaan kekerasan seksual masih marak di media, bahkan tidak berpegang pada kode etik jurnalistik, baik cetak, televisi maupun online.
“Ini hasil riset yang dilakukan Dewan Pers bekerjasama dengan Universitas Tidar,” kata Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu pada Workshop Peningkatan Kompetensi Wartawan dalam Pemberitaan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers, Rabu (18/9/2024), di Banjarbaru.
Untuk itu, perlu kerja kolaboratif bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), yang melibatkan konstituen Dewan Pers.
“Kita perlu mendiskusikan pedoman untuk penanganan dan penghapusan tindak kekerasan seksual,” tambahnya.
Apalagi berdasarkan beberapa survei, pemberitaan isu seksual dan kekerasan seksual menjadi topik berita yang mempunyai nilai jual tinggi, terutama bagi media online.
“Topik yang paling banyak diliput adalah pemerkosaan, pelecehan seksual dan penjualan perempuan,” ujar Direktur Jolastoria, yang merupakan organisasi yang membantu korban kekerasan seksual.
Ninik menambahkan, pelanggaran banyak terjadi di media online, karena mengejar clickbait, sehingga pemberitaan cendrung vulgar, bermuatan stereotif, diskriminatif dan pelabelan kepada korban.
“Ini memberikan dampak negatif pada korban, bahkan cendrung menyalahkannya,” jelasnya.
Untuk itu, diperlukan pedoman peningkatan kapasitas jurnalis untuk berpegang kode etik dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
“Ini akan menjadi pegangan untuk mitigasi dan penanganan dalam pemberitaan kekerasan seksual,” ungkap Ninik.
Karena penanganan kekerasan seksual tidak hanya melibatkan aparat hukum, namun juga media agar bisa menciptakan pemberitaan yang kondusif.
Analis Kebijakan Ahli Madya, Deputi Perlindungan Hak Perempuan, Kemen PPPA, Susanti menambahkan, kekerasan seksual masih menjadi isu serius, bahkan banyak disembunyikan karena stigma negatif dan dampaknya.
Dari survei pengalaman hidup perempuan nasional memperlihatkan 1 dari 3 orang perempuan mengalami kekerasan seksual pada 2016.
Pada 2021 menunjukan 1 dari 4 orang perempuan mengalami kekerasan seksual. “Survei pada 2024 ini akan dirilis pada Oktober nanti,” tambahnya. (lyn/KPO-7).