Politisi Partai Golkar Hj Noorlatifah menekankan perlunya penggantian nama aplikasi tersebut karena menurutnya, namanya mengandung diksi yang objektifikasi terhadap perempuan
BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Niatnya untuk memberikan inovasi, namun nasib apes didapat oleh Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kota Banjarmasin setelah meluncurkan aplikasi Siperawan (Sistem Informasi Para Wisatawan) pada Kamis pekan lalu.
Bagaimana tidak, redaksi ‘Siperawan’ ini menuai banyak kontroversi, bahkan kritikan bermunculan sejak satu hari setelah aplikasi diluncurkan, Namanya yang nyeleneh mampu mengundang banyak reaksi beragam lapisan masyarakat di Banjarmasin.
Awalnya, Kepala Bidang Pariwisata Disbudporapar Kota Banjarmasin Emil Salim mengatakan, di dalam aplikasi itu terhimpun informasi menarik mengenai seluk beluk dan detail menyeluruh pariwisata yang ada di Kota Seribu Sungai.
“Bisa dimanfaatkan bagi semua lapisan masyarakat termasuk wisatawan karena di dalamnya ada beberapa informasi menarik, termasuk atraksi-atraksi wisata,” ucap Emil sesaat setelah peluncuran aplikasi.
Namun sayangnya, sisi lain dari inovasi berbasis digital tersebut, yakni penamaan aplikasi ‘Siperawan’ dianggap kurang tepat, banyak pihak yang memberi saran agar nama aplikasi itu diubah bahkan ada pula sebagian kecil yang meminta untuk dilakukan takedown.
Anggota DPRD Banjarmasin misalnya, Noorlatifah yang menekankan perlunya penggantian nama aplikasi tersebut karena menurutnya, namanya mengandung diksi yang objektifikasi terhadap perempuan.
“Masih banyak bahasa menarik yang bisa digunakan. Kami berharap Disbudporapar Banjarmasin dapat memikirkan kembali nama ini,” pesannya.
Menurut Noorlatifah, penggantian nama sangat penting untuk menghindari kontroversi yang berkaitan dengan gender, terutama perempuan. Ia mengingatkan agar penggunaan kata-kata sensitif dihindari, karena setiap orang memiliki cara pikir dan pandang yang berbeda.
“Padangan berbeda ini yang dapat menciptakan citra negatif tentang perempuan, kesetaraan gender bagi perempuan harus dijaga, termasuk harkat dan martabatnya,” ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Emil Salim menyatakan pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pimpinan dan penguji dalam program diklat kepemimpinan sebelum membuat keputusan. “Akan kita cari solusi terbaik,” singkatnya.
Adapun kasus diksi ini bukan kali pertama terjadi, banyak kasus serupa sebelumnya di berbagai belahan Negara Indonesia terjadi, bahkan sampai ada yang melakukan tasmiyah (ganti nama) aplikasi.
Salah satu contoh dari Pemkab Cirebon yang merubah Nama SiPEPEK jadi SiPEPEG usai menerima berbagai tuaian kritik, meski merupakan akronim dari Sistem Informasi Administrasi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial, namun diksi yang digunakan menuai pro kontra.
Nama SiPEPEK terbilang kontroversial, karena menurut KBBI, kata ‘pepek’ berarti kemaluan perempuan. Padahal, menurut laman situs Diskominfo Cirebon, SiPEPEK sendiri diambil dari bahasa daerah Cirebon, di mana pepek atau peupeuk berarti lengkap atau semuanya ada.
Alhasil, Diskominfo Kabupaten Cirebon merilis informasi tentang nama layanan masyarakat SiPEPEK berganti menjadi SiPEPEG yang merupakan kepanjangan dari SiPEPEK New Generation. (Sfr/K-3)