BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Suasana santai dan penuh keakraban terjalin saat acara Bedah Buku dengan judul Lalu Tenggelam Di Ujung Matamu bersama penulisnya, Miranda Seftiana yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang berlangsung di Aula kantor tersebut, Kamis (31/10/2024).
Dipandu pembawa acara Lani Wardana di acara bedah buku tersebut, Miranda yang asli Urang Banjar ini bercerita tentang masa kecilnya yang mulai tertarik menulis hingga cerpen yang di buat di media lokal hingga Kompas Jakarta sampai perjuangannya membikin novel. Bahkan salah satunya, novelnya dengan judul Jendela Seribu Sungai yang dibikin film.
Dikesempatan itu, perempuan kelahiran Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, pada 16 September 1996 mengungkapkan novela dengan judul Lalu Tenggelam Di Ujung Matamu sudah cukup lama terbit, tepatnya tahun 2019 tapi dicetak ulang yang ketiga kalinya.
Novela ini merupakan naskah yang terpilih dalam lomba yang diselenggarakan penerbit Basabasi. Sebuah novela yang cenderung berbasis ilmu Psikologi, karena mengangkat grief stages atau fase berduka yang dikaitkan dengan budaya memakamkan orang dalam rawa di Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
“Novela ini merupakan perpaduan antara psikologi dan lokalitas Banjar,” papar Miranda.
Dijelaskan lulusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat ini, proses pengerjaannya dari draft hingga terbit sekitar 6 bulan, karena benar-benar riset dan tinggal di Nagara.
“Saya bertemu dengan para tukang pembuat jukung, belajar bahan penambal jukung yang juga jadi filosofi cerita novela ini. Risetnya saat itu hanya bisa weekend saat libur kantor. Karena waktu itu masih bekerja di tambang batubara site Rantau, Tapin,” ungkapnya.
Novela ini menceritakan tentang Adam, anak seorang penjaga tambak ikan di Teluk Selong Martapura yang jatuh cinta pada Intan yang merupakan keturunan gusti sehingga cinta mereka tidak direstui. Intan kemudian dijodohkan dengan Gusti Rizal, teman baik Adam sendiri.
Di novela ini juga ada budaya jujuran di Banjar yang cukup tinggi serta bagaimana orang Banua tidak pernah kasar dalam menolak alias dengan bahasa halus.
“Bagi yang membaca Novelanya bisa membantu orang-orang pulih dari duka cita atau traumanya. Punya harapan baru dalam hidup. Alhamdulillah terwujud,” ujarnya.
Dia pun bercerita, ada pembaca dari Amerika, namanya Nina yang memakai novela itu buat menterapi korban kekerasan seksual dan orangtua yang berduka karena anaknya meninggal.
Ditambahkan Miranda, Nina yang orang Indonesia tapi menetap di Amerika itu bekerja di NGO, punya yayasan Nirlaba dan pekerjaannya mengurus orang dengan masalah psikologis.
“Tanpa sengaja Nina menemu di instagram novela saya, Lalu Tenggelam di Ujung Matamu. Novel dan tertarik memesan,” katanya.
Miranda sendiri mengungkapkan jumlah pembacanya sendiri kalau sekarang tuh kalau antrian di inpusnas, kalau lewat ebook itu 600-an dan twitter ribuan orang.
Sementara itu Kepala Dispersip Kalsel Nurliani Dardie yang diwakili Pelaksana Tugas Sekretaris Adethia Hailina, mengatakan pihaknya mengundang Miranda, karena
penulis lokal tapi sudah menasional.
“Kita ingin mengangkat lagi penulis lokal. Kita sebenarnya punya lho penulis-penulis yang berasal dari Kalimantan Selatan yang bagus yang kiprahnya itu di nasional,” paparnya.
Keberhasilan Miranda ini mungkin juga bisa menjadi motivasi bagi penulis-penulis lokal yang punya tulisan tapi belum pede agar menjadi percaya diri dengan mengirim karyanya ke koran lokal maupun nasional,” ujarnya.
Adethia menambahkan, kehadiran Miranda ini bisa dijadikan penulis pemula untuk bertanya bagaimana tips dan trik menulis supaya pede membikinnya. (ful/KPO-3)