Allah Subhanahu wa ta’ala telah menetapkan takdir 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Takdir setiap manusia telah tertulis, sehingga tidak perlu ada ketakutan terhadap masa depan. Sebaliknya, kita seharusnya menyerahkan segalanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala Bagaimana sikap kita ketika menghadapi berbagai peristiwa adalah yang terpenting.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pernah mengajarkan pelajaran melalui gambaran sederhana. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau Shalallahu Alaihi Wassalam membuat kotak segi empat di atas tanah. Di dalam kotak itu, beliau menggambar sebuah garis lurus yang melintasinya.
Kemudian, beliau membuat garis-garis kecil menyamping di dalam kotak itu. Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa manusia dikelilingi oleh kotak tersebut, yang melambangkan ajalnya. Garis lurus yang keluar dari kotak itu adalah angan-angan manusia, yang seringkali melampaui batas ajalnya. Sementara itu, garis-garis kecil di dalam kotak menggambarkan peristiwa-peristiwa yang akan menimpa manusia. Jika seseorang tidak terkena satu peristiwa, ia akan terkena yang lain.
Sebagai contoh, ada orang yang membangun rumah megah dengan berbagai persiapan untuk anak-anaknya. Namun, sebelum rumah itu selesai, ia meninggal dunia dan tidak sempat menempatinya. Ada pula yang sudah mendaftar haji, mengumpulkan harta, dan menunggu giliran keberangkatan, tetapi takdir berkata lain, ia wafat sebelum bisa menunaikan ibadah haji. Segala sesuatu senya berada di tangan Allah Subhanahu wa ta’ala
Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan informasi kepada kita agar kita dapat mempersiapkan diri menghadapi masa depan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS Al-Baqarah: 155)
Ketakutan adalah bagian dari ujian. Rasa takut terhadap apa yang mungkin terjadi seharusnya mendorong kita untuk lebih dekat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala’ala Ujian lain berupa kekurangan harta juga sering menimpa.
Sebagai contoh, pandemi COVID-19 menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan, harta, bahkan orang-orang yang mereka cintai. Ada yang kehilangan ayah, ibu, anak, atau seluruh keluarganya.
Rasulullah shallallahu alahi wasalam juga merasakan ujian berat dalam hidupnya. Anak-anak beliau Shallallahu alaihi wasalam meninggal satu per satu, bahkan cucunya juga meninggal di hadapannya. Salah satu ujian yang sangat berat bagi Nabi Shallallahu alaihi wassalam adalah kehilangan putranya, Ibrahim, saat beliau berusia sekitar 61 tahun. Nabi Shalallahu alaihi wassalam menyambut kelahiran Ibrahim dengan kegembiraan dan memberi tahu para sahabat bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala telah menganugerahinya seorang anak laki-laki. Namun, takdir berkata lain. Ibrahim wafat di usia yang masih sangat muda. Peristiwa ini mengajarkan bahwa …
“Ujian adalah bagian dari kehidupan setiap manusia, tanpa terkecuali.”
Serahkan segalanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala Ketika menghadapi kekurangan atau ujian, Allah berfirman,
”Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS Al-Baqarah: 155)
Rasa takut terhadap musibah seharusnya membawa kita lebih dekat kepada Allah. Misalnya, ketika kita keluar rumah, hendaklah membaca:
“Bismillah, tawakkaltu ‘alallah. Laa ḥaula wa laa quwwata illa billah.”
”Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada-Nya. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.”
Boleh jadi seseorang takut mengendarai motor karena khawatir tertabrak. Namun, musibah dapat terjadi di mana saja, bahkan saat seseorang duduk minum teh di pinggir jalan. Hal ini mengajarkan kita bahwa musibah adalah ketetapan Allah Subhanahu wa ta’ala Tidak ada tempat di dunia ini yang benar-benar aman dari takdir-Nya. Allah Subhanahu wa ta’ala Berfirman,
”Katakanlah, tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagi kami.”
(QS At-Taubah: 51)
Takdir Allah selalu membawa hikmah. Meskipun terkadang kita merasa berat, yakinlah ada kebaikan di balik setiap ketetapan-Nya. Ketika seseorang kehilangan pekerjaan atau usahanya gagal, pasti ada pelajaran yang Allah ingin sampaikan. Allah adalah pelindung terbaik bagi hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya
”Dan hanya kepada Allah hendaklah orang-orang beriman bertawakal.”
(QS At-Taubah: 51)
Ketika musibah datang, jadikan itu sebagai penghapus dosa. Rasulullah Shallallahu alahi wasalam mengajarkan bahwa bahkan luka kecil yang kita alami dapat menjadi sebab terhapusnya dosa. Jika kita tertusuk duri atau terluka saat memotong bawang, itu semua sudah ditulis oleh Allah 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa ta’ala Berfirman,
”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
(QS Al-Baqarah: 216)
Sering kali kita tidak memahami hikmah di balik suatu peristiwa hingga waktu berlalu. Namun, jika kita yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Ar-Rahman (Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha Penyayang), Al-Hakim (Maha Bijaksana), dan Al-Alim (Maha Mengetahui), hati kita akan menjadi tenang.
Jangan pernah berburuk sangka kepada Allah Subhanahu wa ta’ala Rahmat dan karunia-Nya jauh melampaui amal dan kebaikan kita yang sedikit. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
”Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, niscaya tidak ada seorang pun di antara kalian yang dapat membersihkan diri.” (QS An-Nur: 21)
Hidup di dunia ini adalah perjalanan menuju akhirat. Dengan memahami nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna), kita dapat hidup lebih optimis dan tidak ada rasa takut.
Ketika kita melihat seseorang yang mungkin wajahnya kurang menarik atau kehidupannya serba kekurangan, ingatlah bahwa jika bukan karena karunia Allah Subhanahu wa ta’ala keadaan kita mungkin jauh lebih buruk dari itu. Semua yang kita miliki—baik kesehatan, rezeki, maupun kebahagiaan—adalah anugerah dari Allah Subhanahu wa ta’ala . Dialah Arhamur Rahimin (Yang Maha Pengasih di antara yang pengasih) dan Ahkamul Hakimin (Yang Maha Bijaksana di antara yang bijaksana).
Mari kita belajar dari kisah Nabi Ayyub عليه السلام, seorang nabi yang diuji dengan penderitaan berat. Beliau menderita penyakit yang membuatnya dijauhi masyarakat, kehilangan harta, anak-anak, dan bahkan keluarganya. Dalam beberapa riwayat disebutkan, beliau mengalami ujian ini selama 18 tahun. Namun, lihatlah bagaimana beliau tetap menjaga adab dalam berdoa. Dalam Al-Qur’an, disebutkan doa Nabi Ayyub Alaihis Salam
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara yang penyayang.’”
(QS Al-Anbiya: 83)
Nabi Ayyub Alaihis Salam tidak menyalahkan Allah atas ujian yang menimpanya, tetapi dengan kesabaran dan pengharapan, beliau mengakui kebesaran Allah Subhanahu wa ta’ala.
Kita juga bisa meneladani Nabi Yunus Alaihis Salam yang setelah meninggalkan kaumnya, beliau ditelan oleh ikan paus. Dalam kegelapan perut ikan, beliau memanjatkan doa,
“لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ”
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.”
(QS Al-Anbiya: 87)
Doa tersebut menjadi bentuk pengakuan atas kesalahan, sekaligus pengagungan terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala
Masa depan adalah misteri. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam telah mengingatkan agar kita tidak hanya menunggu, melainkan segera beramal. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Bersegeralah beramal sebelum datang tujuh perkara: kemiskinan yang melalaikan, kekayaan yang membuat lupa, penyakit yang melemahkan, usia tua yang membuat pikun, kematian yang tiba-tiba, Dajjal sebagai seburuk-buruk makhluk yang dinanti, atau kiamat yang merupakan sesuatu yang lebih dahsyat dan lebih pahit.”
(HR Imam Tirmidzi)
“Amal adalah investasi terbaik kita sebelum terlambat.
Jangan menunda-nunda untuk bersedekah,
beribadah, atau berbuat kebaikan.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam mengajarkan, meskipun kita hanya memiliki sedikit harta, tetaplah beramal. Bahkan sedekah kecil, seperti seribu rupiah, bisa memiliki makna besar di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala jika dilakukan dengan ikhlas.
Jangan pula menunggu kaya untuk bersedekah. Sebagian orang enggan beramal karena menunggu hartanya cukup. Padahal, siapa yang bisa menjamin kita akan sampai pada waktu itu? Begitu juga dengan beribadah, jangan menunggu sakit, tua, atau bahkan bencana besar seperti kedatangan Dajjal untuk mulai mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala . Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
”Hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’”
(QS Al-Mu’minun: 99-100)
Namun, permintaan itu sia-sia. Jika kita menunggu hingga waktu itu tiba, semuanya sudah terlambat. Maka dari itu, bergegaslah beramal, jangan tunggu esok hari.
Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki), dan kita tidak perlu khawatir tentang masa depan, termasuk soal rezeki. Ketakutan terhadap rezeki yang membuat seseorang menunda pernikahan, ibadah, atau amal lainnya.
“Padahal, dengan tawakal dan usaha,
Allah Subhanahu wa ta’ala akan mencukupkan segala kebutuhan kita.”
(Sumber tulisan diambil dari kajian: Jangan Takut Masa Depan- Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. Rabu, 09 Jumadil Akhir 1443 H / 12 Januari 2022 M)