Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Tes Kehamilan Pelajar: Mau Tangkal Gaul Bebas atau Menormalkan?

×

Tes Kehamilan Pelajar: Mau Tangkal Gaul Bebas atau Menormalkan?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan

Kebijakan sebuah sekolah di Cianjur menuai pro dan kontra setelah viral di media sosial. Pada minggu pertama masuk sekolah setelah masa libur sekolah, sekolah tersebut mengadakan tes kehamilan pada siswa perempuan. Tentu suatu yang tidak biasa. Tes kehamilan hanya untuk wanita yang sudah menikah. Pihak sekolah berdalih bahwa kebijakan ini sudah berlangsung 2 tahun (detiknews, 22/01/2025). Jadi tes kehamilan yang viral bukan kali pertama. Alasannya adalah untuk mengantisipasi kehamilan siswa.

Kalimantan Post

Sontak banyak yang mempertanyakan dan menyayangkan tindakan sekolah. Sekolah harusnya melakukan aspek preventif sebagai upaya pencegahan kehamilan. Pendekatan preventif yang dimaksud adalah dengan pendidikan kesehatan reproduksi yang intens terlebih dulu. Yang mendukung berargumen bahwa tindakan sekolah tepat dan perlu dicontoh sekolah-sekolah lain.

Sesat Pikir dan Tindakan

Perilaku seks bebas dan akibat-akibat lanjutannya memang menjadi realitas yang tidak bisa dipungkiri. Sungguh perilaku pemuda hari ini menyesakkan dada orang tua dan pendidik. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, 59 persen remaja perempuan usia 15-19 tahun sudah melakukan hubungan seksual tanpa pernikahan. Pada remaja laki-laki persentasenya lebih tinggi, yaitu 74 persen. Mirisnya lagi, berdasarkan data PPATK, sebanyak 24.049 anak diduga terlibat prostitusi anak.

Namun sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam kita harus melihatnya dengan kacamata Islam, baik dalam menilai masalah maupun memberikan solusinya. Dalam sudut pandang Islam, kehamilan remaja atau pun kehamilan di usia dini adalah dampak dari masalah besar yaitu perzinahan. Perzinahan itulah yang menjadi masalah mendasar yang harus diatasi bukan kehamilan terlepas kehamilan itu terjadi ataupun tidak terjadi, misalnya karena bisa dicegah dengan kontrasepsi. Begitu pula dengan pelajar laki-laki yang tidak hamil, maka mereka juga dianggap bermasalah jika melakukan hubungan seksual tanpa pernikahan.

Karenanya solusi pendidikan seks atau kesehatan reproduksi ala liberalisme bukanlah solusi. Karena itu adalah penanaman perilaku liberal dengan membangun persepsi pada peserta didik untuk bervisi seks aman dengan meminimalisir resiko penyakit menular seksual dan resiko kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Kampanye dan pengajaran ini adalah suatu dosa tersendiri dan wujud sesat pikir dan tindakan.

Baca Juga :  PT Pindad Menjadi Ujung Tombak Implementasi Kebijakan Mobil Nasional Prabowo

Melakukan tes kehamilan pada pelajar juga membangun persepsi normalisasi zina, meskipun berdalih bahwa hasil tes dirahasiakan. Tes kehamilan pada pelajar adalah perkara tabu dan aib, karena normalnya tes kehamilan hanya dilakukan pada wanita menikah. Dalam teori komunikasi, melaksanakan, membicarakan dan menyiarkan aib dan tabu pada masyarakat akan menggeser persepsi pada perkara aib dan taboo tersebut dan mengubahnya menjadi persepsi lumrah dan normal. Dalam hal ini kenormalan zinah.

Maraknya perzinahan pemuda adalah wujud kegagalan membentuk karakter takwa pada pemuda. Pendidikan sekuler tidak membentuk pola pikir Islami dan pola sikap Islami yang mengarahkan perilaku yang luhur dan mulia dengan ketaatan. Pendidikan sekuler dan materialistik mencetak pribadi-pribadi sekuler dimana akidah Islam membusuk dan pola pikir Islam tergerus. Kondisi pendidikan ini berkelindan dengan sistem sosial yang individualis dan sistem hukum negara yang tidak memberi sanksi pada perzinahan. Belum lagi pornografi dan pornoaksi yang mengepung remaja setiap detik. Lengkaplah semua faktor yang menstimulus perilaku bebas dan perzinahan pada pemuda.

Berbeda jika pemuda dan remaja dididik dan dibina dengan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Akidah Islam ditanamkan secara kokoh beserta beserta pengajaran ilmu-ilmu keislaman. Penanaman akidah Islam juga diintegrasikan dalam penguasaan ilmu-ilmu umum, sains teknologi.

Generasi muslim juga paham dengan syariat sebagai tuntunan sahih dalam setiap perbuatan manusia yang ditujukan untuk menata naluri-naluri termasuk naluri nau’, yaitu naluri pelestarian jenis manusia. Salah satu penampakan naluri ini adalah dorongan seksual kepada lawan jenis.

Pelajar juga dipahamkan tentang realitas naluri yang memiliki dorongan-dorongan yang bisa muncul dan menuntut pemuasan jika diekspos dengan rangsangan baik fakta yang diindera dan pikiran-pikiran yang mengisi benak manusia. Karenanya dorongan-dorongan itu bisa diatur seiring manusia bisa mengendalikan apa yang bisa diindera dan pikiran-pikiran yang mengisi benaknya.

Baca Juga :  Walhi Kalsel Soroti Tragedi Longsor, Perlunya Negara Mengendalikan Tambang

Pengendalian paparan dan dorongan-dorongan naluriah ini menjadi wilayah yang dikuasai manusia yaitu dengan ketaatan pada syariat baik oleh individu dan peran negara. Pelajar harus disibukkan dengan ilmu dan taat. Peran negara membersihkan masyarakat dan media dari rangsangan-rangsangan seperti pornografi dan pornoaksi serta menegakkan sanksi zina berdasarkan syariat.

Pelajar juga harus paham tentang hakikat naluri dari sisi tujuan penciptaannya. Keberadaan jenis laki-laki dan jenis perempuan beserta naluri nau adalah dalam rangka berketurunan, yaitu lahirnya anak-anak sehingga jenis manusia lestari. Kenikmatan atau ladzah bukanlah tujuan karena ladzah itu juga ditemukan pada hubungan sesama jenis. Lazah itu juga bisa dikalahkan dengan ladzah yang lain, seperti pria yang lebih memilih hidup membujang atau isteri yang enggan ‘melayani’ keinginan suami karena lebih memilih tidur dan beristirahat dari kelelahan. Jadi kelezatan seksual adalah kepastian, namun bukan tujuan. Dengan memahami tujuan penciptaan naluri, manusia akan menemukan relevansi keterikatan pada syariat yang akan menghantarkan pada tujuan mulia penciptaan naluri sekaligus kebahagiaan dan ketentraman dari pengaturan dan pemenuhan naluri dengan syariat Islam.

Sudah saatnya kita mencampakkan gagasan sekulerisme dengan prinsip-prinsip kebebasannya. Kita juga harus menyadari solusi hakiki rusaknya kehidupan hari ini dengan perilaku rendah perzinahan. Para pelajar kita harus dididik dan dibina dalam sistem pendidikan Islam yang akan membentuk pribadi yang unggul, mulia dan luhur. Sistem pendidikan berbasis akidah Islam hanya terwujud dalam penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah. Mari bersama memperjuangkan tegaknya Islam dengan dakwah. Wallahu alam bis shawab

Iklan
Iklan