Sidang lanjutan pada 17 Maret 2025 mendatang akan menjadi momen penting dalam menentukan kelanjutan perkara ini.
BANJARBARU, Kalimantanpost.com – Aksi massa, pro dan kontra terhadap perkara Owner ‘Mama Khas Banjar’, Firly Norachim yang jalani lanjutan persidagan di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Senin (10/3).
Masing-masing pedukung suarakan di depan Kantor PN atas perkara Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ini.
Ini baik dari pihak yang disidang maupun atasnama Aliansi Masyarakat Pemerhati Kalimantan (AMPIK).
Dan pihak pro atas dukungan terhadap, Firly Norachim atas peristiwa hingga protes soal penahanan.
Massa tuntut keadilan untuk Owner ‘Mama Khas Banjar’.
Dari AMPIK sendiri, mereka menyuarakan dukungan penuh kepada aparat penegak hukum dalam upaya mencegah pelanggaran perlindungan konsumen.
Aliansi Perlindungan Konsumen, yang dikomandoi Salafudin, koordinator aksi, Salafudin, didampingi Hendra dari perwakilan AMPIK, menyampaikan orasi yang menyoroti pentingnya kesadaran bagi pelaku usaha dalam menjaga kualitas dan keamanan produk mereka.
Mereka justru mendukung langkah hukum terhadap Firly.
“Kesehatan masyarakat harus diutamakan. Jangan biarkan konsumen mengonsumsi makanan tanpa label kedaluwarsa yang bisa berbahaya,” tegasnya.
Pada persidangan, Majelis Hakim mengabulkan eksepsi yang diajukan kuasa hukum Firly Norachim.
Firly, pemilik usaha ‘Mama Khas Banjar’, terseret ke meja hijau karena produk yang dijualnya diduga tidak mencantumkan label kedaluwarsa.
Ia didakwa melanggar Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf g dan i UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kuasa hukum Firly, Faisol Abrori, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada Rabu (5/3), dan akhirnya dikabulkan oleh majelis hakim. “Alhamdulillah dikabulkan, sekarang kami hanya menunggu proses administrasi dari kejaksaan agar Firly bisa segera pulang,” ujar Faisol.
Hakim Juru Bicara PN Banjarbaru, Hendra Novriyandie, membenarkan keputusan tersebut.
Ia menyatakan bahwa majelis hakim telah menetapkan penangguhan penahanan bagi Firly, yang putusannya dibacakan dalam persidangan hari itu.
Sidang akan dilanjutkan pada Senin (17/3), dengan agenda mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi yang diajukan terdakwa.
Pada bagian lain Salafudin menekankan bahwa produk makanan yang tidak mencantumkan informasi kedaluwarsa bisa memicu penyakit serius.
Dalam orasinya, ia juga mengingatkan agar pedagang lebih bertanggung jawab dan transparan dalam menjual produknya. “Jangan sampai masyarakat tanpa sadar makan makanan yang membahayakan kesehatan mereka,” lanjutnya.
Aliansi tersebut mengeluarkan tujuh tuntutan yang salah satunya menekankan bahwa UMKM harus mematuhi aturan dan tidak menjual makanan yang berisiko bagi konsumen.
“Jangan hanya mengejar keuntungan, tapi abaikan hak konsumen,” tambah Salafudin.
Sidang lanjutan pada 17 Maret 2025 mendatang akan menjadi momen penting dalam menentukan kelanjutan perkara ini.
Jika eksepsi Firly diterima sepenuhnya, maka dakwaan terhadapnya bisa gugur. Namun, jika Jaksa Penuntut Umum menolak eksepsi tersebut, maka kasus ini akan berlanjut ke tahap pembuktian lebih lanjut.
Bagaimanapun hasil akhirnya, kasus ini menjadi pelajaran bagi para pelaku usaha agar lebih transparan dan mematuhi regulasi yang berlaku.
Perlindungan konsumen bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan hak dasar yang harus dijamin oleh setiap pelaku usaha.
Sedangkan Muhammad Haironi, Koordinator Aksi Bela Firly, kecewa dengan pengadilan.
Pihaknya menegaskan tak akan diam jika keadilan tidak ditegakkan.
“Jika hari ini pengadilan tak memberi keadilan ke rakyat, kami terus melawan. Kami akan tetap mendukung pelaku UMKM yang sedang berjuang,” katanya.
Namun, Haironi heran. Praperadilan yang diajukan justru dinyatakan gugur. Pengadilan berdalih, sidang pokok perkara sudah dimulai lebih dulu.
Kasus ini dilimpahkan kejaksaan pada 25 Februari. Lalu diterima pengadilan 26 Februari
“Untuk praperadilan kami masuk 26 Februari,” bebernya.
Kemudian surat praperadilan baru diterima pengadilan 27 Februari.
Maka dari itu, sidang pokok perkara langsung digelar.
“Pengadilan ngaku mereka bekerja sesuai SOP,” tambahnya.
Meski kecewa, ia berharap kasus seperti ini tidak terulang.
Terutama bagi pelaku usaha kecil. Menurutnya, UMKM harusnya dibina dulu oleh dinas terkait.
“Jika ada kesalahan, seharusnya diberikan pembinaan lebih dulu, Kalau tetap melanggar, baru diberi teguran atau peringatan,” pungkasnya.
Sementara massa dari AMPIK menyuarakan dukungan penuh kepada aparat penegak hukum dalam upaya mencegah pelanggaran .
“Jangan hasut! Kami konsumen cerdas. ‘Mama Khas Banjar’, jadilah pedagang yang jujur. Kasihan masyarakat jika mengonsumsi makanan kedaluwarsa yang dapat menyebabkan penyakit,” tegas Salafudin dalam orasinya.
Massa juga meneriakkan beberapa tuntutan utama yang mereka anggap sebagai langkah penting dalam melindungi hak-hak konsumen, di antaranya pedagang wajib mencantumkan label kedaluwarsa pada setiap produk makanan dan minuman yang dijual.
“Keamanan konsumen adalah tanggung jawab semua pihak, baik pelaku usaha maupun pemerintah,” terangnya.
UMKM harus patuh terhadap peraturan yang berlaku untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
“Jangan racuni konsumen dengan produk yang tidak memiliki informasi kedaluwarsa,” tegasnya.
Menurut mereka, kesalahan bukan hanya terletak pada aparat yang menindak produk tanpa label kedaluwarsa, tetapi juga pada pedagang yang kurang peduli terhadap aturan.
Aksi ini juga menjadi bentuk dukungan terhadap langkah aparat dalam menyita dan menindak tegas produk-produk yang tidak mencantumkan label kedaluwarsa.
AMPIK menilai bahwa tindakan ini bukan bentuk intimidasi terhadap pelaku usaha, melainkan langkah strategis untuk mencegah dampak buruk bagi konsumen.
“Jangan bohongi masyarakat, jangan racuni konsumen dengan makanan yang tidak bertanggal kedaluwarsa. Ini soal kesehatan dan keselamatan!” seru salah satu orator dari AMPIK.
Menurut mereka, ada banyak kasus di mana konsumen, terutama anak-anak dan orang lanjut usia, mengalami gangguan kesehatan akibat mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak layak.
Karena itu, pelaku usaha harus lebih transparan dalam menjual produknya.
Di sisi lain, AMPIK juga menegaskan bahwa mereka bukan ingin menjatuhkan UMKM, melainkan mendorong agar para pelaku usaha lebih profesional dan mengikuti aturan yang berlaku.
“Kami mendukung UMKM berkembang, tapi mereka juga harus mengikuti aturan. Jangan menyalahkan pihak lain kalau produk mereka bermasalah.
Ini adalah introspeksi bagi kita semua,” ujar Hendra.
Menurutnya, jika UMKM patuh terhadap regulasi, maka kepercayaan masyarakat akan meningkat, yang pada akhirnya dapat membantu pertumbuhan bisnis mereka dalam jangka panjang.
Selain mendesak pelaku usaha untuk lebih bertanggung jawab, AMPIK juga mengimbau masyarakat agar lebih selektif saat berbelanja makanan dan minuman. (dev/*/K-2)