Oleh : Febriyanti
Aktivis Muslimah
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga / Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut remaja yang menderita kesehatan mental sangat tinggi, yaitu mencapai 15,5 juta orang atau setara 34,9 persen dari total remaja Indonesia. Wakil Menteri Kementerian Kependudukan Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka mengatakan generasi muda saat ini memang menghadapi tantangan yang semakin kompleks, salah satunya adalah isu kesehatan mental di kalangan remaja. (Sumber: Tempo-Jakarta 15/02/2025).
Selain masalah mental, fenomena yang semakin berkembang, yakni childfree, di kalangan generasi muda. Semakin banyak orang muda yang merasa takut untuk menikah atau memilih untuk tidak memiliki anak. Data terbaru dari BPS (Susenas 2022) menunjukkan bahwa sekitar 72 ribu atau 8,2 persen perempuan memilih untuk tidak memiliki anak. (Sumber: Disway.id 16/02/2025)
Sungguh, ini adalah tragedi besar. Semua data tersebut tentu membuat miris. Remaja yang semestinya menjadi generasi penerus, ternyata mengalami krisis jati diri yang begitu parah. Meski alam kehidupan yang didominasi sekularisme saat ini memang begitu berat, namun krisis jati diri juga tampak jelas sebagai wujud rendahnya mental health.
Ibarat kata, mental generasi muda saat ini cenderung sebagaimana “mental tempe”. Kematangan emosinya di titik nadir. Sosoknya mudah depresi, pragmatis terhadap dinamika kehidupan, perjuangan hidupnya salah arah, bahkan mereka jauh dari karakter problem solver. Parahnya, mereka malah menjadikan bunuh diri sebagai solusi.
Namun, mereka juga menolak jika disebut kurang iman dan minim daya juang. Padahal, jika mau jujur dan berpikir benar, tindakan bunuh diri memang nyata-nyata bukti rendahnya kualitas tawakal, alih-alih ada kesadaran kuat akan hubungan dengan Sang Khalik.
Sekretaris Fatwa Lembaga Fatwa Mesir Dar Ifta, Syekh Uwaida Utsman, pernah menyampaikan bahwa seseorang bunuh diri biasanya karena tidak sehat (terganggu) akal pikirannya. Syekh Utsman juga menasehati bahwa setiap orang memiliki kesulitan dalam hidup, tetapi kesulitan tidak akan berhenti dengan cara mengakhiri hidup melalui bunuh diri.
Selama ini jutaan remaja dan anak muda di Indonesia diasuh oleh produk-produk teknologi, gaya hidup, dan informasi hiburan kapitalistik.
Mereka ditarget untuk menjadi penikmat/konsumen industri hiburan dan gaya hidup dari berbagai platform teknologi global.
Di sisi lain, remaja dan anak muda Indonesia yang merupakan negeri muslim terbesar ini, juga mengalami banyak tekanan dalam hidup baik dari sisi ekonomi, pendidikan, dan sosial.
Interaksi kompleks faktor-faktor di atas, yakni tekanan hidup multidimensi serta arus marketing produk-produk teknologi hiburan kapitalistik, telah menimbulkan tekanan jiwa pada generasi muda akibat kapitalisme
Merasa sedih dan khawatir adalah suatu hal yang lumrah karena terkait dengan fitrah manusia, yaitu gharizah (naluri). Namun, perlu dipahami bahwa pemenuhan naluri tadi harus tetap sesuai syariat. Gawatnya, sistem kapitalisme yang saat ini sudah meracuni pemikiran remaja menjadikan pemenuhan rasa bahagia ini sebagai tujuan utama kehidupan. Sampai-sampai membuat kita lupa sama urusan umat dan kewajiban lainnya.
Perlu diingat bahwa remaja muslim juga memiliki banyak kewajiban dalam membangun peradaban. Remaja memiliki potensi yang sangat besar untuk menggerakkan peradaban, salah satunya lewat pendidikan.
Butuh sistem Islam yang dapat menjaga kewarasan mental umat dengan tetap menyejahterakan kehidupan.
Islam menegaskan bahwa kebahagiaan hakiki seorang muslim adalah meraih rida Allah Taala. Islam sebagai ideologi yang sempurna juga telah mewajibkan Negara (Khilafah) melindungi dan menjamin kehidupan warganya.
Di satu sisi, Islam memang memberikan pijakan individual bahwa ketakwaan dan ketawakalan seorang hamba adalah modal besar dan pedoman utama menjalani kehidupan. Akan tetapi, di sisi lain Islam juga memberikan pilar-pilar mengenai kebahagiaan yang harus diwujudkan oleh penguasa bagi rakyat yang dipimpinnya.
Penguasa dalam Islam memahami dengan sungguh-sungguh bahwa rakyat adalah amanah, layaknya gembalaan yang wajib dijaga dan dilindungi oleh gembalanya. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Bukhari dan Ahmad).
Rasulullah SAW juga Khulafaurasyidin dan khulafa setelahnya, selain menerapkan hukum-hukum Allah Taala, juga berperan menjaga hak-hak kaum muslim beserta seluruh rakyat untuk menjamin kebahagiaan mereka, tidak terkecuali kebutuhan asasi/primer bagi hidup mereka.
Di samping itu, Khalifah juga berperan penting dalam sistem pendidikan dan pembinaan generasi, sehingga terjadi penanaman ideologi Islam yang akan menumbuhkan sosok-sosok berkepribadian Islam yang siap untuk terikat dengan hukum syarak, juga mendakwahkan dan memperjuangkannya.
Sosok-sosok ini adalah orang-orang yang menjadikan dakwah sebagai poros hidup. Mereka telah selesai dengan diri mereka, maknanya adalah telah memberikan penyerahan total solusi permasalahan kehidupannya semata kepada Allah Taala. Mereka yakin bahwa dengan menolong dan membela agama Allah, Allah akan memberikan jalan keluar bagi seluruh problematik yang mereka hadapi. Mereka sadar bahwa perniagaan dengan Allah adalah perniagaan yang mustahil rugi. Dengan karakternya ini, tidak heran, mereka menjadi orang yang tangguh dan berkualitas.
Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”. (QS At-Taubah : 111).
Jelas, sistem dan negara sekuler telah menabung kesalahan besar karena aturan kehidupannya menghasilkan borok dan berbagai kebusukan yang menjadi atmosfer negatif sehingga memicu mental health yang rendah yang sekaligus memicu tingginya angka bunuh diri. Kapitalisme telah gagal memberikan kebahagiaan sejati bagi orang-orang yang bernaung padanya, alih-alih kesejahteraan hakiki. Sungguh, hanya Allah tempat berlindung.