Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Surat Terbuka dari Tanah Berpeluh : “Buruh Indonesia Menyapa Bangsanya”

×

Surat Terbuka dari Tanah Berpeluh : “Buruh Indonesia Menyapa Bangsanya”

Sebarkan artikel ini
IMG 20250501 131229

Ikhsan Alhaque *)

Quote : “All labor that uplifts humanity has dignity and importance and should be undertaken with painstaking excellence.” (Segala kerja yang mengangkat martabat manusia memiliki kehormatan dan nilai penting, dan harus dijalankan dengan sebaik-baiknya)
— Martin Luther King Jr.

Baca Koran

Saya menulis surat ini bukan karena fasih menyusun kata atau terbiasa berdiri di mimbar. Saya menulis karena suara hati kami tak lagi bisa dipendam. Saya adalah buruh—satu wajah dari jutaan orang yang mungkin tak tercatat dalam buku sejarah, tetapi setiap hari kami turut berjibaku menghidupi nadi ekonomi bangsa.

Kami bukan tokoh di balik layar kekuasaan, bukan pula nama tenar yang dikenal publik. Namun di balik jalan yang dilalui kendaraan, gedung yang menjulang, dan produk yang Anda gunakan, ada kerja senyap kami yang tak mengenal hari libur.

Tangan kami mungkin kasar, punggung kami mungkin letih. Tapi hati kami tetap tegak. Kami bukan pelengkap pembangunan, kami ikut menjadi penopangnya. Seperti pondasi rumah yang tak terlihat, namun ia menyangga seluruh bangunan agar tak ambruk.

Hidup kami adalah kisah keteguhan, bukan semata-mata kesusahan. Di tengah upah minimum yang tertinggal dari laju inflasi, kami tetap datang pagi-pagi, menyalakan mesin, mengangkat barang, menyusun harapan. Bukan karena tak tahu cara mengeluh, tapi karena kami percaya : hidup harus dijaga, tidak selalu memgeluh betapa pun beratnya.

Namun izinkan kami bertanya : sampai kapan ketidakpastian kontrak kerja harus dianggap biasa ? Sampai kapan kami harus terus mengorbankan masa depan demi bertahan hari ini ? Di negeri ini orang ramai bicara tentang pertumbuhan dan surplus, namun di meja makan kami, yang terhidang adalah ala kadarnya, itupun lauknya kadang tidak cukup dibagi rata.

Baca Juga :  VASEKTOMI

Kami juga mendengar tentang reformasi regulasi dan undang-undang demi kemajuan kaum buruh. Tapi mengapa suara kami justru makin menjauh dari ruang pengambilan keputusan ?. Serikat buruh kami dicurigai, aksi kami dilabeli gaduh. Padahal kami tak menolak teknologi atau perubahan. Kami hanya ingin perubahan itu tak mencabut akar kehidupan kami.

Saudara-saudara kami di negeri seberang pun tak kalah sunyi. Para buruh migran dijuluki “pahlawan devisa”, namun terlalu sering pulang dengan luka, atau malahan hanya pulang nama saja. Mereka layak dihormati sebagai manusia, bukan sekadar penghasil remitansi.

Percayalah…. Kami tak butuh belas kasihan. Kami hanya ingin dipercaya—diberi ruang untuk tumbuh, akses untuk belajar, dan perlindungan yang nyata. Jangan biarkan pekerjaan menjadi liang lahat yang perlahan mengubur impian kami. Bangunlah sistem ekonomi yang tak semata mengejar laba, tapi juga memuliakan tenaga yang menumbuhkannya.

HARI ini….,
1 Mei, kami tak sekadar memperingati. Kami mengingatkan : bahwa kami ada. Kami adalah tangan yang menggerakkan mesin sejarah. Kami adalah cahaya yang menyala di balik sunyi. Jangan biarkan peluh kami menguap sia-sia, sebab bangsa yang besar bukan yang membiarkan buruh tertinggal, tapi yang melangkah bersama mereka menuju masa depan yang adil dan bermartabat.

Selamat Hari Buruh Internasional 2025..Dalam semangat, Meningkatkan Kesejahteraan Pekerja, Mewujudkan Keadilan Sosial”. Mari kita jaga agar bara perjuangan ini tetap menyala—bukan dengan teriakan, tetapi dengan keberpihakan yang nyata.

Dengan penuh hormat dan cinta, dari seorang Buruh Indonesia.

*) Ikhsan Alhaque merupakan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banjarmasin

Iklan
Iklan