Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kesiapan dan Tantangan Pembinaan Guru dalam Mengintegrasikan Deep Learning pada Kurikulum Abad 21

×

Kesiapan dan Tantangan Pembinaan Guru dalam Mengintegrasikan Deep Learning pada Kurikulum Abad 21

Sebarkan artikel ini

Oleh : Dr. Sabariah, M.Pd
Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana Surabaya Prodi Teknologi Pendidikan

Dalam era digital yang dinamis ini, sistem pendidikan dihadapkan pada tantangan besar untuk tidak sekadar mencetak lulusan yang mampu menghafal fakta, melainkan generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Inilah yang mendasari pentingnya penerapan pendekatan deep learning (pembelajaran mendalam) dalam dunia pendidikan, terutama dalam implementasi Kurikulum Abad 21. Namun, pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: sejauh mana kesiapan guru dalam mengintegrasikan pendekatan ini ke dalam proses pembelajaran, dan apa saja tantangan nyata yang dihadapi dalam proses pembinaannya?

Baca Koran

Deep learning dalam konteks pendidikan bukan hanya sekadar mengajarkan materi dengan kedalaman konsep, tetapi lebih jauh, mendorong peserta didik untuk memahami makna, membuat koneksi antar konsep, memecahkan masalah kontekstual, dan mengaplikasikan pengetahuan secara transformatif dalam kehidupan nyata. Di sinilah letak pentingnya peran guru. Guru tidak lagi hanya sebagai penyampai informasi, tetapi sebagai fasilitator, mentor, dan desainer pembelajaran yang mampu menciptakan pengalaman belajar bermakna. Oleh karena itu, pembinaan guru menjadi kunci strategis dalam mewujudkan pembelajaran yang berbasis deep learning.

Kesiapan guru dalam menghadapi transformasi ini sangat bervariasi. Sebagian kecil guru yang telah mengikuti pelatihan terkini atau aktif dalam komunitas pembelajaran sudah mulai menerapkan prinsip deep learning dalam proses mengajarnya. Mereka mampu merancang proyek berbasis masalah (project-based learning), mendorong diskusi reflektif, dan memanfaatkan teknologi untuk membangun pembelajaran kolaboratif yang transformatif. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas guru masih berkutat pada pembelajaran tradisional yang berorientasi pada hafalan, ulangan, dan nilai. Hal ini tidak sepenuhnya salah, tetapi jelas tidak cukup untuk menjawab tantangan zaman.

Baca Juga :  Solusi Mengatasi Pandemi Judi Online

Beberapa indikator menunjukkan bahwa kesiapan guru masih rendah. Pertama, minimnya literasi teknologi dan pedagogik integratif. Banyak guru belum memahami bagaimana teknologi bisa menjadi alat untuk memperdalam pemahaman siswa, bukan sekadar alat presentasi. Kedua, keterbatasan waktu dan beban administratif yang tinggi membuat guru kesulitan mengeksplorasi pendekatan deep learning yang membutuhkan waktu perencanaan dan refleksi yang lebih panjang. Ketiga, kultur pembelajaran yang masih didominasi oleh pola satu arah dari guru ke siswa, menjadikan pendekatan pembelajaran mendalam sulit diadopsi secara luas.

Pembinaan guru selama ini juga menghadapi tantangan struktural. Banyak program pelatihan guru dilakukan secara formalistik, berorientasi pada teori, dan tidak diikuti dengan pendampingan berkelanjutan di sekolah. Kurangnya sinergi antara pelatihan, supervisi, dan evaluasi pembelajaran membuat guru kembali pada pola lama setelah pelatihan selesai. Selain itu, belum semua daerah memiliki akses yang setara terhadap pelatihan berkualitas, khususnya di wilayah terpencil atau kurang berkembang. Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan kompetensi antar guru yang cukup tajam.

Namun demikian, tantangan ini bukan tanpa solusi. Pembinaan guru perlu diarahkan ke model yang lebih fleksibel, kolaboratif, dan berbasis praktik nyata. Coaching dan mentoring perlu diintegrasikan sebagai bagian dari pembinaan berkelanjutan. Guru-guru perlu dilibatkan dalam lesson study, peer learning, dan refleksi berbasis data dari hasil belajar siswa. Teknologi juga bisa menjadi alat penting dalam pembinaan, melalui platform pembelajaran daring, video pembelajaran model, serta ruang diskusi virtual antarguru dari berbagai daerah.

Pemerintah dan pemangku kepentingan pendidikan harus memberikan perhatian serius pada penguatan ekosistem pembinaan guru yang mendukung integrasi deep learning. Hal ini mencakup penyediaan pelatihan berbasis kebutuhan nyata di kelas, insentif bagi guru inovatif, penyederhanaan beban administratif, serta penguatan komunitas guru sebagai agen perubahan. Kurikulum juga harus memberikan ruang yang lebih besar untuk eksplorasi, pemecahan masalah, dan refleksi kritis yang menjadi inti dari deep learning.

Baca Juga :  KINERJA LEGISLATID DI DAERAH

Dengan berbagai tantangan dan keterbatasan tersebut, kita tidak boleh pesimis. Justru sekarang adalah momentum untuk merekonstruksi pembinaan guru agar lebih relevan dengan kebutuhan abad 21. Tantangan ini adalah peluang untuk memperkuat kapasitas profesional guru, memperluas wawasan pedagogis mereka, dan menjadikan guru sebagai aktor utama dalam mentransformasi pendidikan.

Pembinaan guru yang mampu menjawab tantangan integrasi deep learning bukan lagi pilihan, tetapi keniscayaan. Tanpa guru yang siap dan terlatih, gagasan deep learning hanya akan menjadi slogan tanpa dampak. Sudah saatnya kita bergeser dari paradigma pembelajaran dangkal menuju pendidikan yang mendalam, berkelanjutan, dan bermakna—dengan guru sebagai pusat perubahan itu sendiri.

Iklan
Iklan