BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Selatan, Winardi Sethiono sependapat dengan Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman agar kasus yang menjerat Mama Khas Banjar Banjarbaru mengedepankan pembinaan.
“Sama dengan Menteri UMKM, pendekatannya lebih mengutamakan Pembinaan, karena mama khas banjar termasuk pelaku usaha kecil mikro,” ujar Winardi dihubungi, Rabu (14/5/2025) malam.
Menurut dia, apabila tindakan hukum yang keras seperti ini justru menciptakan preseden buruk bagi dunia usaha, khususnya UMKM di Kalimantan Selatan.
“Kesalahan yang dilakukan oleh UMKM seharusnya ditangani dengan pembinaan, bukan langsung dijerat pidana. Jelas ini menjadi preseden buruk bagi pelaku usaha UMKM lainnya,” tandasnya.
Selain berdampak pada pelaku usaha, menurutnya, penutupan tersebut juga memicu efek domino terhadap para karyawan yang kehilangan pekerjaan.
Dijelaskannya, di saat kondisi ekonomi belum stabil dan angka PHK meningkat, langkah seperti ini justru bisa menambah jumlah pengangguran di Kalsel.
Dia menambahkan, UMKM memiliki peran vital sebagai tulang punggung perekonomian rakyat.
“Selama ini kita dengar pemerintah gencar menyatakan keberpihakannya pada UMKM. Tapi faktanya begini bertolak belakang,” katanya.
Oleh karena itu, Winardi berharap proses hukum yang kini berjalan dapat dipertimbangkan dengan bijak oleh para penegak hukum, terutama karena tidak ada korban jiwa dalam kasus tersebut.
“Kita berharap jaksa dan hakim bisa mempertimbangkan ini sebaik-baiknya,” tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman meminta agar kasus yang menjerat Mama Khas Banjar, sebuah UMKM asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, mengedepankan pembinaan.
“Dalam perspektif Kementerian UMKM, dalam konteks pemberian sanksi kepada pengusaha mikro, kecil, dan menengah di seluruh Indonesia, harusnya lebih mengedepankan prinsip-prinsip pembinaan,” ucap Maman ketika ditemui setelah memberi keterangan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu.
Ia menyampaikan keterangan sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan. Amicus curiae merupakan pihak ketiga yang tidak terlibat langsung perselisihan hukum, namun memberikan pendapat atau informasi kepada pengadilan untuk membantu majelis hakim mengambil keputusan.
Dalam kesempatan tersebut, Maman memberikan pandangan ataupun perspektif sebagai Kementerian UMKM.
Menurut dia, prinsip-prinsip penegakan hukum pidana terhadap UMKM, dalam hal ini Mama Khas Banjar, sepatutnya menjadi pilihan terakhir dalam proses penegakan hukum.
“Jadi tadi saya sudah sampaikan, harapan kami lebih mengedepankan kepada sanksi administratif daripada sanksi pidana,” kata dia.
Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait pemilik Toko Mama Khas Banjar Firly Nurachim yang menjadi terdakwa soal perlindungan konsumen yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Firly Nurachim selaku pelaku usaha yang menjual berbagai macam makanan beku, makanan kemasan dan minuman kemasan, namun tidak mencantumkan masa kedaluwarsa.
JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarbaru mendakwa Firly dengan dakwaan pertama Pasal 62 ayat ( 1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf g Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kemudian dakwaan kedua, Pasal 62 ayat ( 1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf i Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (ful/KPO-3)