Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Sekolah Kelola MBG, Salahkah?

×

Sekolah Kelola MBG, Salahkah?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Dhiya

Pembahasan tentang makan bergizi gratis (MBG) terus begulir di masyarakat sejak mulai diberlakukannya progam tesebut. Walau banyak kritik dari masyarakat muncul karena pemerintah dianggap belum siap. Banyak juga muncul keluhan, baik keluhan dana, pengelolaan program yang dianggap tidak efektif, termasuk kualitas makanan.

Baca Koran

Gubernur Kalimantan Selatan, Muhidin meminta kepada Badan Gizi Nasional (BGN) agar program MBG diserahkan kepada pihak sekolah tanpa melalui pihak ketiga demi efesiensi anggaran dan tepat sasaran. Menurut beliau jika memalui pihak ketiga akan lebih banyak anggaran yang terpotong dibandingkan dengan di serahkan langsung kepihak sekolah. Selain itu, dengan diserahkan pengelolaannya kepada sekolah maka menunya bisa disesuaikan dengan selera siswa dan menu lokal yang tetap memenuhi standar gizi (Antara, 6/5/25).

Progam makan bergizi gratis memang inisiatif pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi siswa Indonesia. Namun menyerahkan pelaksanaan program ini kepada pihak sekolah langsung tentu semakin memperlihatkan bahwa program ini dipaksakan karena minimnya anggaran. Jika langkah tersebut dijalankan maka juga akan menimbulkan banyak pertanyaan terkait efektivitas, akuntabilitas dan dampaknya terhadap nilai pendidikan.

Sejatinya, pendidikan hari ini mengalami krisis multidimensi. Mulai dari merosotnya moral, rendahnya tsaqofah Islam dan literasi secara umum, kurikulum yang semakin sekuler membuat generasi banyak kehilangan arah hidup, sehingga sulit memahami esensi dari pendidikan itu sendiri. Adanya MBG yang semakin simpang siur saat ini justru makin mengaburkan problematika pendidikan sesungguhnya yang kini tejadi. Kita semakin kehilangan fokus pada pendidikan.

Memang, cara pandang kapitalisme yang pragmatis membuat pemimpin hanya mampu memandang permasalahan ummat dari kulitnya saja, tidak mampu menyentuh akar pemasalahan. Memandang pendidikan terfokus pada aspek fisik, yakni kebutuhan perut, padahal ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam pendididkan kita misalkan seperti biaya dan kualitas pendidikan. Walau betul memenuhi gizi siswa itu perlu, sebab gizi adalah kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Hanya saja pemenuhannya bukan menjadi tugas para pendidik.

Baca Juga :  Mercusuar dari Palestina yang Terlupakan

Dalam Islam makanan bergizi merupakan kebutuhan mendasar yang menjadi tanggung jawab bersama dan bagian dari kewajiban oleh negara. Maka negaa wajib menjamin kebutuhan gizi waga negaa dengan beberapa mekanisme bukan dalam angka bantuan, apalagi hanya terbatas pada siswa yang bersekolah saja.

Allah Azza WaJalla befirman, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).

Pertama-tama Islam menetapkan bahwa tanggung jawab kebutuhan gizi generasi dimulai dari setiap umat, yaitu dari nafkah ayah yang diberikan kepada keluarganya secara layak, termasuk dalam kebutuhan gizi makanan. Tentu saja hal tersebut perlu peran negara sebagai penyedia lapangan pekerjaan yang luas dan penghasilan yang layak agar setiap ayah bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Jika ayah tidak sanggup bekerja karena sakit keras atau kendala lainnya, lalu tidak ada kerabat lain yang bisa menafkahi, maka orang-orang disekitarnya yang akan membantu nafkah tesebut, seperti tetangga, teman, keluarga dll. Jika tidak ada lagi yang mampu membantu maka negara lah yang akan memberikan bantuan secara langsung agar tidak ada warga negara yang kekurangan gizi apalagi kelaparan.

Selain itu tentu saja Islam melalui institusi khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang memiliki mekanisme ekonomi khusus. Misalnya seperti kepemilikan harta yang dibagi menjadi kepemilikan umum, kepemilikan pribadi, kepemilikan negara. Maka dari hasil pos kepemilikan umum saja yang bersumber dari SDA negara dan lainnya bisa menyuplai dana untuk membantu kebutuhan warga negara, jangankan makan bergizi gratis, pendidikan dan kesehatan pun juga gratis. Selain pos kepemilikan umum baitul mal juga memiliki sumber lain seperti ghanimah, fai, kharaj dan sumber lainnya.

Baca Juga :  Akar Masalah Dunia Pendidikan

Di masa pemeintahan Khilafah Utsmaniyah, Sultan Muhammad Al-Fatih (1481) menyediakan pendidikan gratis bahkan beasiswa bulanan kepada siswa. Di Istanbul juga dibangun sekolah-sekolah berseta asramanya dengan fasilitas yang memadai dan jaminan kebutuhan di asrama dan sekolah, dilengkapi perpustakaan yang dikelola oleh pustakawan yang ahli di bidangnya.

Maka sejatinya Islam dengan institusi Khilafah telah memilki solusi dalam menjamin gizi warga negara tanpa terkecuali. Dunia pendidikan pun tidak perlu pusing memikirkan gizi siswa sehingga tetap fokus pad perannya untuk memberikan pendidikan sebaik mungkin pada warga negara agar setiap warga negara mampu mengemban Islam dan menjadi individu yang bertaqwa serta memiliki khazanah Ilmu yang luas dan bermanfaat.

Iklan
Iklan