Oleh : Airin Elkhanza
Penulis dan Aktivis Dakwah Gen-Z
Bagaimana jadinya masa kanak-kanak yang harusnya fokus belajar dan bermain, justru diliputi trauma berat, depresi, bahkan luka infeksi di bagian “vital”-nya karena nafsu bejat manusia hari ini?
Ngeri. Satu kata yang menggambarkan Indonesia saat ini, melihat bagaimana lonjakan kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang kian tahun meningkat, terutama pada korban anak-anak. RRI.co.id (19/04/2025) memberitakan, di Kota Banjarmasin mengalami lonjakan kasus kekerasan seksual terhadap anak, tercatat pada tahun 2024 terdapat 175 kasus, naik dari 157 kasus di tahun sebelumnya. Data ini diambil dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Analis kebijakan DP3A Banjarmasin, Rimalia, mengatakan bahwa ini masalah nasional, tidak hanya terjadi di Banjarmasin saja.
Dilansir Antara News.com (23/05/2025) di Sulawesi Selatan terdapat 112 kasus kekerasan anak terjadi dari Januari hingga Mei 2025. 90% dari kasus tersebut merupakan kekerasan seksual terhadap anak, dan diprediksi kasus kekerasan akan masih terus bertambah.
Perilaku Hidung Belang
Pelaku kekerasan seksual hari ini random, tidak selalu orang asing atau orang yang tidak terpelajar. Justru hari ini pelaku bisa berdasi, berseragam, bahkan punya gelar profesi. Sedihnya lagi, keluarga pun bisa menjadi pelaku luka permanen ini.
Orang yang harusnya melindungi justru melukai. Orang yang harusnya menjaga justru bisa merusak generasi kita. Kenapa gerangan ini bisa terjadi? Ternyata, ini akibat dari sistem kapitalisme liberal yang diterapkan dalam kehidupan kita sekarang.
Diterapkannya sistem tersebut menyebabkan: Pertama, kebebasan bertingkah laku tanpa batas. Dalam hal ini menjamin kebebasan tiap individu, termasuk dalam berpakaian, berbicara, dan berperilaku. Akibatnya, standar moral hari ini menjadi relatif. Pornografi yang dilegalkan, pakaian terbuka dinormalisasi, dan interaksi lawan jenis tanpa batas yang dianggap bagian dari hak asasi.
Kedua, komodifikasi tubuh (terutama tetjadi pada perempuan). Sistem ini mengajarkan bahwa semua hal bisa jadi barang dagangan, termasuk tubuh manusia. Iklan, media sosial, hingga industri hiburan kerap menjadikan tubuh perempuan juga laki-laki sebagai objek seksual demi keuntungan ekonomi semata.
Ketiga, lemahnya penegakan hukum. Hukum yang diterapkan seringkali reaktif, bukan preventif. Banyak pelaku kekerasan seksual lolos karena bukti tidak cukup atau karena celah hukum. Sementara, korban justru mengalami reviktimisasi, keadaan dimana korban kekerasan seksual mengalami kekerasan atau pelecehan kembali (secara berulang).
Keempat, akidah sekulerime yakni pemisahan agama dari sistem hukum dan sosial (kehidupan). Akibatnya, tidak ada dasar pemikiran yang kokoh di masyarakat untuk mencegah maksiat atau menumbuhkan rasa takut kepada Allah sebagai kontrol keimanan diri.
Dengan ini semua, sistem kapitalisme membuka peluang besar terjadinya kemaksiatan secara umum, terkhusus pelecehan dan kekerasan seksual. Dari faktor kebebasan bertingkah laku, media yang tidak terkontrol, industrialisasi tubuh manusia, sampai kepada dasar pemikiran sistem ini yang memutus koneksi kepada Tuhan di dalam berkehidupan.
Patut kita teriak bahwa “penjahat utama” kekerasan seksual yang terjadi adalah sistem kapitalisme-liberal. Kita harus mengibiri sistem ini agar tidak terlahir pelaku-pelaku yang berhidung belang, yang merampas masa depan generasi kita.
Peran Keluarga
Dalam rumah tangga yang berbasis Islam, peran suami ialah sebagai pemimpin rumah tangga yang wajib untuk memimpin, menjaga/melindungi, serta memberi nafkah kepada keluarganya (Muhammad bin Ahmad Ismail Al-Qadir, Al-Mar’ah bayna Takrim al-Islam wa Ihanah al-Jahiliyah, hlm. 125-127).
Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa : 34).
Maka standar ayah dalam Islam harus dibekali ilmu dan keterampilan supaya mampu mencari nafkah yang halal, luas, dan berkah. Beriman dan punya ilmu agama mempuni untuk mendidik isteri dan anak-anaknya. Selain itu, tentu saja harus berfisik kuat, bertubuh bugar, serta punya rasa protektif untuk menjaga dan melindungi keluarganya.
Sedangkan wanita, di dalam rumah tangga, Allah SWT telah memuliakannya dengan peran sebagai sebagai ibu dan pengatur rumah (ummun warabat al-bayt). Rasulullah SAW bersabda, “Wanita adalah penanggung jawab di rumah suaminya dan anak-anaknya.” (Muttafaq ‘alayh).
Menjadi ibu atau isteri di dalam Islam harus punya keterampilan mengurus rumah agar rapi dan sehat. Lalu, harus dibekali ilmu untuk mengasuh dan mendidik anak, juga menjadi teladan yang baik, sehingga kelak anak-anaknya menjadi anak yang saleh-salihah.
Dengan kondusifnya peran ayah dan ibu dalam keluarga, ini jadi langkah pertama anak-anak terjaga dari kekerasan seksual. Minimal kita punya pertahanan dan support terakhir dalam sistem kapitalisme yang hari ini diterapkan, minimal ”pelakunya” bukan dari keluarga sendiri.
Peran Utama Negara
Tentu kita tidak bisa mencukupkan dengan perlindungan keluarga saja, sementara lawannya adalah arus yang begitu kuat yakni sistem kapitalisme liberal yang terus berusaha menenggelamkan kita hari ini dalam kubangan kedzaliman dan kemaksiatan.
Untuk itu, kita perlu menghapuskan sistem busuk ini, lalu menggantinya dengan sistem yang benar dan terbaik, itu adalah sistem Islam yang berasal dari Allah dan dibawa oleh Rasulullah. Negara yang menerapkan Islam akan menjadi solusi terhadap kekerasan seksual yang hari ini meningkat, terutama kepada korban anak-anak.
Islam dengan sistem pergaulan berbasis keimanan dan kehormatan. Mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, ada larangan khalwat (berdua-duaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom) dan ikhtilat (campur baur). Aurat juga diwajibkan ditutup, baik bagi laki-laki maupun perempuan sebagai bentuk perlindungan dan penghormatan.
Sistem pendidikan Islam yang mencetak generasi beriman, bertakwa, serta berkepribadian Islam akan mencegah individu-individu masyarakat dari berbuat mungkar dan maksiat. Serta pengontrolan media oleh negara akan menjaga syahwat masyarakat supaya tetap stabil dan pada fitrahnya. Media di dalam Islam juga menjalankan tugas utamanya yaitu untuk memperkokoh keimanan masyarakat serta menambah ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, sistem sanksi yang tegas di dalam Islam. Pelecehan yang terbukti dapat dihukum ta’zir (cambuk, penjara, pengasingan—sesuai pengadopsian pemimpin negara atau Khalifah). Jika terjadi pemerkosaan, pelaku dikenai hukuman had, hukuman yang sudah ditentukan secara khusus dalam Al-Qur’an dan Hadis, seperti pada kasus zina (jika memenuhi syarat bukti) atau ta’zir (jika belum memenuhi syarat hudud).
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. An Nur : 2)
“Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam.” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Untuk keamanan, akan ada patroli dari syurthah (polisi) untuk menjaga lingkungan, hak-hak, dan kehormatan rakyatnya. Mereka akan berpatroli ke komplek-komplek, pasar-pasar, bahkan di gang-gang sempit untuk memastikan tidak ada yang melakukan kejahatan dan kemaksiatan. Segera bertindak jika ada pelaporan, melayani masyarakat agar tetap nyaman dan aman di ruang-ruang publik terutama. Bertindak cepat juga jika ada kejahatan yang menyangkut harta, kehormatan, dan jiwa. Bahkan para syurthah ini memastikan pula lingkungan masyarakat tetap sesuai dengan nilai-nilai islami.
MasyaaAllah. Inilah luar biasanya dan kerennya sistem Islam yang diterapkan dalam institusi negara Khilafah Islamiyah. Bahkan tidak hanya permasalahan kekerasan seksual yang akan teratasi, tapi juga permasalahan-permasalahan lain seperti diantaranya pendidikan, keamanan, bahkan sampai keseharan generasi. Ibarat peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Krisis multidimensi akan terselesaikan dengan diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh. Tanpa banyak ragu dan bimbang, mari kita belajar Islam sebagai sebuah sistem kehidupan, lalu mendakwahkannya sampai diterapkan dalam skala negara. Wallahu ’alam.