BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia terus melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Mandiri di Kalsel.
“Ini upaya kita agar masyarakat bisa memajukan budaya menonton sesuai usia,” kata Ketua Subkomisi Desa Sensor Mandiri dan Komunitas, LSF RI, Hairus Salim pada Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Kalsel, Rabu (11/6/2025), di Banjarmasin.
Hairus Salim menambakan, sosialisasi ini untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat untuk budaya sensor mandiri terhadap tontonan yang ada, terutama film.
“Sensor mandiri ini sangat penting, terutama pada anak dan remaja agar terhindar dari dampak negatif film,” ujarnya.
Untuk itu, kegiatan kali ini melibatkan KPID Kalsel, guru di tingkat PAUD, SD dan SMP, komunitas film, sineas banua, pengelola bioskop hingga perguruan tinggi.
Kabid Kebudayaan, Dinas Pendidikan Kalsel, Raudati Hayati mengapresiasi inisiatif LSF untuk menjawab tantangan digital, terutama masyarakat untuk mengakses konten film.
“Sosialisasi semacam ikhtiar bersama untuk melindungi anak dan remaja dari dampak negatif tontonan,” kata Raudati Hayati, mewakili Kepala Dinas Pendidikan.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi II LSF RI, Ervan Ismail, mengingat menonton film yang tidak sesuai usia akan memberikan dampak negatif pada anak dan remaja.
“Karena anak dan remaja kurang memahami adanya unsur drama pada film, ataupun hal lain yang bisa menimbul efek mengerikan, trauma dan lainnya,” kata Ervan.
Untuk itulah diperlukan perhatian semua stakeholder agar anak dan remaja bisa menonton sesuai usia mereka.
Anggota KPID Kalsel, Marliyana mengingatkan agar orangtua bisa mendampingi anaknya dalam menonton siaran di televisi.
“Karena tidak semua tayangan di televisi cocok ditonton anak dan remaja,” kata Marliyana.
Selain itu, juga perlu memberikan pemahaman kepada anak dan remaja tentang tayangan yang ditonton, mengingat tidak semua tayangan tersebut bersifat mendidik, bahkan lembaga penyiaran cenderung memproduksi siaran yang diminati masyarakat.
“Juga mengangkat yang viral di media sosial untuk tayang di televisi, bahkan lebih dominan pada unsur hiburan,” jelasnya.
Untuk itulah diperlukan kebijakan masyarakat untuk memilih tontonan yang bermanfaat bagi keluarganya, bukan hanya sekedar menghibur. (lyn/KPO-4).