Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

AL-BANJARI

×

AL-BANJARI

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : AHMAD BARJIE B

Sejak Muhammad Arsyad al-Banjari bergelar al-Banjari di ujung namanya, banyaklah ulama Banjar yang mengikutinya. Memang tidak ada yang perlu diragukan tentang ketokohan dan keulamaan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Hal ini juga sangat berkaitan dengan sejarah perjalanan Kesultanan Banjar. Ada banyak hal yang dapat kami garisbawahi, diantaranya:

Baca Koran

Pertama, Kesultanan Banjar sejak dahulu sangat menginginkan agar dakwah Islam maju pesat di wilayah Kesultanan Banjar (mencakup Kalsel, sebagian Kalteng, Kaltim dan Kalbar sekarang). Sejak Sultan Suriansyah masuk Islam dan bersama-sama dengan Khatib Dayyan cs mendakwahkan agama Islam sekitar lima abad yang lalu, Banua Banjar memang masih kekurangan dan karenanya sangat membutuhkan kehadiran para ulama juru dakwah. Karena itu Sultan Banjar dahulu tanpa ragu menyekolahkan Syekh Muhammad Arsyad ke Haramain (Makkah dan Madinah) selama 35 tahun dan memfasilitasi pendidikannya, baik biayanya maupun tempat tinggal di sana, dengan menyediakan rumah untuk beliau di kawasan Samiyah (Bahjat Banjar) dekat Masjid al-Haram Makkah saat itu. Dengan harapan beliau menjadi ikon dakwah dan tokoh ulama di negeri asalnya. Setelah beliau pulang, kembali Kesultanan Banjar, memfasilitasi dengan memberikan tanah untuk dikelola dan dikembangkan, baik untuk lembaga pendidikan Islam (Dalam Pagar) maupun untuk pertanian (Sungai Tuan/Kalampayan) dan sekitarnya.

Kedua, Syekh Muhammad Arsyad telah menunjukkan pengabdiannya yang maksimal. Selain mengembangkan pendidikan agama dan pengkaderan ulama di Dalam Pagar Martapura, beliau juga membentuk Mahkamah Syariah, di mana beliau menjadi Mufti dan anak-anak cucu-nya menjadi Qadhi. Karena jasanya itu maka Mahkamah Syariah yang kemudian menjadi Kerapatan Qadhi, diakui keberadaannya, baik di masa Kesultanan Banjar, di masa pemerintahan Belanda maupun sesudah merdeka yang kemudian menjadi cikal-bakal Peradilan Agama. Tidak berlebihan Syekh Arsyad yang sangat ahli dalam ilmu agama, kita anggap sebagai Bapak Peradilan Agama di Indonesia, dan namanya diabadikan menjadi salah satu ruangan di Gedung Mahkamah Agung RI.

Baca Juga :  Menolak "Pikun" Kecurangan Pemilu

Ketiga, Syekh Arsyad tidak hanya mengandalkan dakwah lisan (bil-lisan) dan perbuatan (bil-hal), tetapi juga dakwah melalui tulisan (bil-kitabah). Atas permintaan Sultan Banjar saat itu, beliau mengarang beberapa kitab, diantaranya Sabilal Muhtadin (Fikih), Tuhfatur-Raghibin (akidah) dan Kanz al-Ma’rifah (Tasawuf), yang menjadi pegangan banyak kalangan muslim Ahlus-Sunnah wal-Jamaah di Nusantara dengan menggunakan bahasa Arab Melayu, sehingga mudah dipahami oleh muslim Nusantara. Kitab-kitab karangannya melampaui waktu dan daerah asalnya, masih diperpegangi dan dipelajari hingga sekarang, bahkan banyak dijadikan objek kajian ilmiah untuk penyusunan skripsi, tesis hingga disertasi di berbagai perguruan tinggi di tanah air dan mancanegara.

Keempat, Syekh Arsyad memiliki hubungan kekeluargaan dengan para Sultan Banjar. Salah satu istrinya, yaitu Ratu Aminah adalah putri Pangeran Thaha putra Sultan Tamjidillah I, yang juga memiliki putra Sultan Tahmidullah ayah dari Sultan Sulaiman ayah dari Sultan Adam dan seterusnya. Meskipun dekat dengan kalangan istana, namun beliau tidak menggunakan kedekatan itu untuk mendapatkan kekuasaan. Beliau lebih fokus berdakwah, mengkaderkan ulama dan menyebarkan Islam ke berbagaai pelosok Kalimantan dan Nusantara melalui anak-cucu dan zuriyatnya yang tersebar di mana-mana.

Atas jasanya ini banyak sekali ulama yang merupakan zuriyat al-Banjari, sehingga dakwah Islam semakin tersebar luas. Berbagai makam yang dikeramatkan oleh masyarakat, dan sering diziarahi hingga sekarang sebagian besar masih ulama keturunan al-Banjari. Kontribusi dakwah ini menjadikan kehidupan masyarakat Banjar cukup religius, aman dan damai sampai sekarang.

Syekh Arsyad juga berhasil membangun relasi yang harmonis antara ulama dengan penguasa, saling mengisi dan melengkapi, sehingga kehidupan beragama dan bernegara berjalan dengan baik hingga sekarang. Model dakwah Syekh Arsyad yang demikian patut jadi model dakwah sekarang dan ke depan. Imam al-Ghazali mengatakan, Agama dengan dukungan Negara akan kuat, dan Negara dengan dukungan Agama akan lestari.

Iklan
Iklan