Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

PENGORBANAN UNTUK SIAPA?

×

PENGORBANAN UNTUK SIAPA?

Sebarkan artikel ini

Oleh: NURMADINA MILLENIA

Ritual haji dengan lambang pengorbanan dilakukan setap tahun. Tetapi adakah sesuatu perubahan seiring dengan kemajuan zaman yang mengiringinya? Apakah justru ibadah itu sudah mendapat nilai spiritual yang tertinggi ataukah hanya ritual biasanya saja, yang hanya dilalui karena memang harus dilakukan pada setiap tahunnya? Ini adalah pertanyaan yang harus dimunculkan, demi melihat dan menganalisa sebuah program pada awalnya dengan ibadah kepada Allah demi menjaga nilai Tauhid, yang dibawa dari generasi nabi yang terdahulu sampai nabi generasi terakhir.

Baca Koran

Ritual itu berbaur di negara Indonesia ini, yang juga banyak ritual daripada agama lainnya yang diakui dilindungi negara ini. Sehingga dengan demikian perbauran itu membentuk sebuah budaya bangsa. Dengan demikian Muslim banyak lupa, jika ritual haji adalah untuk dipersembahkan untuk Allah Tuhan semesta alam. Bukan hanya karena melaksanakan sebuah program yang juga bagi Indonesia, sudah diberikan waktu pada setiap tahunnya. Seperti juga ritual agama lainnya. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah dengan semakin banyaknya haji dan ritual yang diadakan, berbanding lurus denga kemajuan yang diharapkan oleh maksud ritual haji itu sendiri? Mengapa saat ini Indonesia masih dikatakan galau,karena telah banyak melewati sesuatu yang gelap dan banyak merugikan kaum Muslimin.

Dimana Ali Shariati mengulas dalam bukunya yang berjudul “Haji”, bahwa menurutnya sejauh pengetahuannya jika ditinjau dari sudut pandangan yang praktis dan konseptual, maka rukun Islam yang terpenting, yang memberikan motivasi kepada kalangan muslim, dan yang membuat warga-warganya sadar, merdeka, terhormat, serta memiliki tanggung jawab sosial adalah :1) Tauhid; 2) Jihad; dan 3) Haji. Bahwa menurut Shariati sangat disayangkan jika Tauhid hanya diajarkan pada sekolah sekolah dasar mereka dan kurang didiskusikan secara filosofis pada kehidupan nyata mereka. Tauhid memang dibicarakan, tetapi bukan dalam arti yang sesungguhnya, yang hanya bersifat teori semata. Sementara itu konsep jihad tidak boleh dibicarakan dan seperti dibuat agat setiap orang akan lupa. Padahal prinsip dasar jihad “menyerukan kebajikan dan mencegah kejahatan”. Dimana nampaknya hanyalah bersifat untuk mengutuk teman dan bukan untuk meluruskan orang-orang yang melakukan kesalahan. Maka pelaksaaan ibadah haji pada setiap tahunnya, berlangsung
sistematis, namun mengandung nilai perubahan yang lebih baik. Nampaknya musuh-musuh Islam telah berhasil menciptakan perubahan-perubahan tersebut dengan mempergunakan sebuah cara yang unik. Dimana banyak penyimpangan yang tidak diajarkan oleh nabi Muhammad,buku doa-doa dibaca dikuburan-kuburan begitu juga Al-Qur’an. Telah terlalu banyak berhubungan dengan orang yang mati, sementara itu sangat mengabaikan mereka yang hidup, untuk terus berjuang dalam ajaran Muhammad. Bagaimana orang yang hidup ini melakukan perubahan yang pasti, untuk memerangi kekafiran, kemusyrikan dan kemunafikan.

Baca Juga :  Meningkatnya Penggunaan Gadget di Kalangan Siswa MI Nurul Hasanah Kecamatan Cempaka: Waspadai Dampak Jangka Panjang

Al-Qur’an hanya dihapal-hapal, namun tidak dimengerti artinya, padahal untuk dilaksanakan makna isinya, yang bersifat perintah, larangan dan anjuran. Minimnya pelajaran agama Islam pada sekolah SD, SMP, dan SMA negeri. Maka sudah semestinya, jika ritual haji, jihad dan Tauhid haruslah terhubung, kemudian setelah haji itu, maka yang terjadi pada haji itu kembali dituangkan pada tanah air. Maka dampaknya tanah air,akan mengalami kemajuan. Itukah yang terjadi?

Iklan
Iklan