Oleh : Ade Hermawan
Dosen Universitas Borneo Lestari
Setiap tahun, ketika Agustus tiba, bendera merah putih berkibar di mana-mana. Kita merayakan Hari Kemerdekaan dengan berbagai upacara dan lomba. Namun, di balik semua kemeriahan itu, sudahkah kita sungguh-sungguh mensyukuri nikmat kemerdekaan yang kita nikmati ?
Kurangnya rasa syukur atas nikmat kemerdekaan dapat terlihat dari beberapa hal, seperti masih sering mengeluh tentang keadaan negara tanpa berupaya berpartisipasi dalam perbaikan, kurangnya kesadaran untuk menjaga persatuan dan mudah terpecah belah oleh isu-isu remeh atau hoaks, tidak memanfaatkan kesempatan pendidikan atau karier secara maksimal, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan atau sesama warga negara, masih adanya korupsi atau praktik tidak jujur yang merugikan kepentingan banyak orang.
Rasa syukur atas nikmat kemerdekaan sebaiknya ditunjukkan dengan perbuatan seperti belajar dan bekerja keras untuk memajukan diri dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa, menjaga kerukunan antar sesama, menghargai perbedaan, dan tidak mudah terprovokasi, berpartisipasi aktif dalam pembangunan, memanfaatkan hak dan kebebasan yang ada secara bertanggung jawab, Melestarikan kekayaan alam dan budaya Indonesia.
Ada banyak nikmat yang kita rasakan sebagai warga negara Indonesia yang hidup di negara merdeka yang wajib kita syukuri. Tiga nikmat diantaranya adalah kemerdekaan berkarya, kemerdekaan berbicara, dan kemerdekaan beribadah.
Kemerdekaan berkarya adalah hak asasi setiap individu untuk menciptakan, mengungkapkan, dan menyebarkan hasil pemikiran atau ekspresi artistik mereka tanpa batasan atau sensor yang tidak wajar dari pihak mana pun. Ini mencakup berbagai bentuk, mulai dari menulis, melukis, bermusik, menari, membuat film, mendesain, berinovasi di bidang teknologi, hingga mengembangkan ide-ide bisnis baru.
Ketika orang bebas berkarya, mereka akan berani bereksperimen, berpikir di luar kotak, dan menciptakan hal-hal baru yang bisa membawa perubahan positif bagi masyarakat. Bayangkan jika penemuan-penemuan besar atau karya seni legendaris terhambat karena adanya larangan. Karya seni dan intelektual adalah cerminan dari sebuah peradaban. Dengan adanya kemerdekaan berkarya, beragam perspektif, nilai, dan cerita dapat terungkap, membuat kebudayaan kita makin kaya dan berwarna.
Berkarya seringkali menjadi cara bagi seseorang untuk mengungkapkan perasaan, pandangan, atau bahkan kritik terhadap kondisi sosial, politik, atau lingkungan. Ini adalah cara sehat untuk menyalurkan aspirasi dan mendorong diskusi publik. Proses berkarya melatih kreativitas, pemecahan masalah, dan ketekunan. Ini membantu seseorang mengembangkan potensi penuhnya dan menemukan identitas diri.
Di era modern, sektor ekonomi kreatif sangat bergantung pada kebebasan berkarya. Dari industri film, musik, desain, hingga aplikasi digital, semuanya lahir dari gagasan kreatif yang bebas diungkapkan.
Meskipun penting, kemerdekaan berkarya tidak berarti tanpa batas. Ada beberapa batasan yang lazim diakui secara universal untuk menjaga ketertiban dan hak orang lain, seperti karya tidak boleh digunakan untuk merugikan reputasi seseorang secara tidak benar, karya tidak boleh menjiplak atau menggunakan karya orang lain tanpa izin, dan karya tidak boleh menghasut kekerasan, diskriminasi, atau kebencian terhadap kelompok tertentu.
Kemerdekaan berbicara adalah hak asasi fundamental yang memungkinkan setiap individu untuk menyampaikan pikiran, gagasan, opini, dan informasi tanpa rasa takut akan sensor, pembatasan, atau hukuman dari pemerintah atau pihak lain. Hak ini mencakup berbagai bentuk komunikasi, tidak hanya lisan, tetapi juga tulisan, seni, media elektronik, dan bentuk ekspresi lainnya.
Kemerdekaan berbicara adalah pondasi penting bagi masyarakat yang demokratis dan maju karena memungkinkan gagasan-gagasan baru, inovasi, dan beragam perspektif untuk muncul dan diperdebatkan secara terbuka. Dengan adanya kebebasan berbicara, warga negara bisa mengawasi pemerintah, mengkritik kebijakan yang dianggap keliru, dan menyoroti korupsi atau ketidakadilan. Ini adalah mekanisme check and balance yang vital. Ketika pejabat publik dan institusi tahu bahwa tindakan mereka dapat dipertanyakan dan dibahas secara terbuka, mereka cenderung lebih bertanggung jawab dan transparan dalam menjalankan tugas.
Kemerdekaan berbicara memungkinkan warga untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan, menyuarakan pendapat mereka tentang isu-isu publik, dan membentuk opini kolektif. Dalam pertukaran ide yang bebas, seringkali kebenaran atau solusi terbaik akan muncul melalui diskusi, debat, dan pengujian argumen.
Meskipun fundamental, kemerdekaan berbicara bukanlah hak yang mutlak tanpa batas. Ada batasan-batasan yang diakui secara internasional dan diterapkan di banyak negara, termasuk Indonesia, untuk melindungi hak dan keamanan orang lain serta ketertiban umum. Batasan ini biasanya mencakup ucapan yang secara langsung mendorong orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan, pernyataan palsu yang merusak reputasi seseorang, ucapan yang menghasut diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan terhadap kelompok tertentu, informasi yang membahayakan keamanan negara secara signifikan, pengungkapan informasi pribadi seseorang tanpa izin yang menyebabkan kerugian, menggunakan karya orang lain tanpa izin dan lain-lain.
Di era digital ini, kita juga menghadapi tantangan baru. Informasi mudah menyebar, dan terkadang berita bohong atau ujaran kebencian dapat mengancam kerukunan kita. Mensyukuri kemerdekaan juga berarti bijak dalam bersuara dan menyaring informasi. Kita tidak boleh menggunakan kebebasan berekspresi untuk memecah belah bangsa.
Berkat kemerdekaan, kita sebagai umat beragama dapat beribadah dengan tenang dan aman tanpa rasa takut. Kemerdekaan beribadah adalah salah satu pilar utama kemerdekaan sejati di Indonesia. Sejak proklamasi kemerdekaan, negara kita berkomitmen untuk menjamin setiap warga negaranya dapat menjalankan keyakinan dan ibadahnya masing-masing tanpa paksaan atau diskriminasi. Ini bukan sekadar hak, tapi juga cerminan dari semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Komitmen terhadap kemerdekaan beribadah tertuang jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Pasal 29 ayat (2) dengan tegas menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Pasal ini menjadi payung hukum utama yang melindungi hak setiap individu untuk. Setiap warga negara bebas untuk memilih agama atau kepercayaan yang mereka yakini tanpa tekanan dari pihak manapun. Setelah memilih agama, mereka juga bebas untuk menjalankan ritual, praktik, dan ajaran agama tersebut sesuai dengan keyakinannya. Ini termasuk membangun tempat ibadah, menyelenggarakan perayaan keagamaan, atau menyebarkan ajaran agama secara damai.
Di era kemerdekaan, kita bisa melihat wujud nyata dari jaminan kemerdekaan beribadah ini dalam berbagai aspek kehidupan. Indonesia mengakui enam agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu), serta berbagai kepercayaan lokal. Semua penganut agama dan kepercayaan ini memiliki hak yang sama untuk hidup dan beribadah. Di banyak kota dan desa, kita bisa menemukan masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng berdiri berdampingan. Ini adalah simbol nyata kerukunan antarumat beragama. Hari-hari raya besar dari berbagai agama diakui sebagai hari libur nasional, memungkinkan umat beragama untuk merayakan dan beribadah dengan khusyuk.
Meskipun masih ada tantangan, semangat toleransi dan kerukunan antarumat beragama terus dipupuk. Banyak inisiatif masyarakat dan pemerintah untuk menjaga harmoni dan saling menghormati perbedaan keyakinan. Pendidikan agama menjadi bagian dari kurikulum sekolah, menunjukkan pengakuan negara terhadap pentingnya pembinaan spiritualitas sesuai dengan keyakinan masing-masing siswa.
Meskipun landasan hukum dan semangatnya sudah kuat, bukan berarti tidak ada tantangan. Beberapa isu seperti pembangunan rumah ibadah, intoleransi kelompok minoritas, atau interpretasi agama yang ekstrem terkadang masih muncul. Namun, ini adalah bagian dari dinamika sebuah negara demokrasi yang majemuk. Pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat sipil terus berupaya untuk mengatasi tantangan ini, memastikan bahwa jaminan kemerdekaan beribadah tidak hanya ada di atas kertas, tetapi benar-benar terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari setiap warga negara.
Mensyukuri kemerdekaan beribadah berarti menjaga dan merawat keberagaman ini. Ini berarti saling menghormati, tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain, dan memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang agama atau kepercayaannya, merasa aman dan diterima di tanah airnya sendiri. Kemerdekaan beribadah adalah anugerah yang harus terus kita jaga sebagai salah satu fondasi kuat bangsa Indonesia.
Maka, di Hari Kemerdekaan, mari kita manfaatkan momen ini bukan hanya untuk bersenang-senang, tetapi juga untuk merenung. Sudahkah kita menjadi warga negara yang bertanggung jawab ? Sudahkah kita berkontribusi bagi kemajuan bangsa ini ? Mensyukuri kemerdekaan berarti terus maju, membangun negeri, dan menjaga persatuan. Hanya dengan begitu, perjuangan para pahlawan kita tidak akan sia-sia.