Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

PHK Massal : Buah Pahit Kapitalisme

×

PHK Massal : Buah Pahit Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

Oleh: Revina
Aktivis Muslimah

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah momok menakutkan bagi tiap pekerja. Namun, dua tahun terakhir ini angka PHK semakin melonjak drastis, baik di dalam maupun luar negeri. Mengapa hal suram ini dapat terjadi?

Kalimantan Post

Jika berkaca pada fenomena PHK dalam negeri, terutama di bumi lambung mangkurat, Kalimantan Selatan (Kalsel). Berdasarkan laporan BanjarmasinPost.co.id (28 Juli 2025), “Sepanjang semester pertama 2025, angka PHK di Kalsel telah menyentuh 1.008 kasus. Pada Januari, tercatat 215 kasus, kemudian melonjak pada Februari menjadi 276 kasus, angka tertinggi sepanjang semester pertama. Memasuki Maret, angka sedikit menurun menjadi 197 kasus, lalu anjlok drastis pada April dengan hanya 41 kasus. Namun tren kembali meningkat di bulan berikutnya: Mei tercatat 98 kasus, dan pada Juni, Kalsel mengalami 181 kasus PHK”.

Alhasil menempatkan Kalsel di posisi ke-10 secara nasional dan sebagai tertinggi kedua di luar Jawa. Sektor tambang menjadi penyumbang utama PHK, dipicu oleh proyek selesai atau habis kontrak, efisiensi biaya dan orientasi pasar. Bila ditarik pokok masalah dalam hal ini adalah sebagai berikut:

Pertama, sistem kontrak kerja yang tidak menjamin kemaslahatan pekerjanya. Dalam sistem kapitalisme, perusahaan berdiri dengan satu tujuan utama, yaitu memaksimalkan keuntungan bagi pemilik modal. Akibatnya, tenaga kerja diperlakukan sebagai komoditas. Jika keuntungan menurun atau proyek selesai, PHK dianggap solusi sah demi efisiensi biaya.

Kedua, ketergantungan pada sumber daya alam yang tidak terbarukan atau terbatas. Kalsel menggantungkan lapangan kerja pada proyek tambang dan infrastruktur jangka pendek. Begitu proyek habis, ribuan pekerja kehilangan pekerjaan karena tidak ada alternatif industri berkelanjutan.

Ketiga, tidak adanya jaminan dan perlindungan dari negara. Kapitalisme membuat negara hanya berperan sebagai fasilitator investasi dan pelayan korporasi. Pemerintah tidak bisa melarang PHK selama sesuai hukum pasar. Negara tidak mengintervensi sektor produksi dengan kuat karena takut dianggap “anti-pasar”. Korban PHK menjadi beban baru dalam statistik kemiskinan dan pengangguran. Fenomena ini menambah daftar panjang dampak buruk sistem ekonomi kapitalisme yang tak berpihak pada pekerja.

Baca Juga :  KEDAMAIAN

Fakta-fakta tersebut sungguh berbanding terbalik dengan sistem Islam. Islam adalah sebuah ideologi, dimana penerapannya melalui berdirinya negara Islam atau Khilafah. Islam memandang pekerjaan sebagai kebutuhan pokok yang harus dijamin oleh negara. Dalam sistem ini, negara tidak membiarkan rakyat hidup tanpa penghasilan, apalagi hanya menyerahkan nasib mereka kepada mekanisme pasar bebas.

Khilafah akan membangun struktur ekonomi berbasis sektor riil. Negara tidak hanya berfokus pada sektor tambang, namun juga memaksimalkan di berbagai sektor yang produksinya dibutuhkan secara nyata, seperti pertanian dan pertenakan. Dengan demikian kita tidak lagi mengimpor secara besar-besaran karena telah memaksimalkan potensi sendiri dengan mengelola sektor riil, serta memfasilitasi pelatihan pekerja sehingga lapangan kerja terbuka seluas-luasnya.

Khilafah akan mendistribusikan kekayaan secara adil. Rasululllah saw bersabda bahwa umat Islam berserikat dalam tiga hal, yaitu air (sungai, laut), api (nikel, batubara, isi perut bumi), dan padang rumput (hutan). Kekayaan sumber daya alam ini wajib dikelola negara sehingga keuntungannya bukan dimiliki segelintir orang, tetapi dibagi rata untuk kesejahteraan rakyat, sehingga tercipta pemerataan ekonomi.

Khilafah akan melarang PHK sewenang-wenang. Perusahaan tidak boleh memutus hubungan kerja kecuali dengan alasan syar’i dan negara wajib memberi nafkah hingga pekerja mendapatkan penghasilan lain. Dalam Islam, akad antara pemodal dan pekerja adalah pemberi upah kepada pekerja yang memberi jasa, sehingga derajat keduanya setara, bukan seperti tuan dan majikan. Oleh karena itu, pemodal harus berupaya mempertahankan sebanyak mungkin tenaga kerja dan tidak serta-merta memutus hubungan kerja.

Khilafah memosisikan negara melalui ra’in atau pemimpin yang bertanggung jawab untuk mengurus urusan rakyat, bukan sekadar regulator. Negara akan memastikan tiap warga, terutama laki-laki dewasa, mendapatkan lapangan pekerjaan sehingga bisa mengakses kehidupan yang layak. Adapun untuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan wajib diberikan secara gratis kepada seluruh rakyat.

Baca Juga :  PERLINDUNGAN ALLAH SWT

Gelombang PHK yang menimpa Kalimantan Selatan bukan hanya bencana ekonomi, tetapi cerminan rusaknya sistem kapitalisme yang meminggirkan nasib rakyat demi keuntungan segelintir elit pemodal. Islam melalui sistem Khilafah tidak hanya menawarkan solusi parsial, tetapi solusi mengakar yang niscaya menyejahterakan umat karena sistemnya berasal dari Pencipta.

Dengan menjadikan negara sebagai pelindung dan pengurus umat serta menjamin setiap individu mendapatkan haknya, Khilafah adalah satu-satunya sistem yang mampu mengakhiri krisis PHK massal dan membangun peradaban sejahtera bagi seluruh manusia. Wallahu’alam bi-showwab.

Iklan
Iklan