oleh: Noorhalis Majid
SEJAK kapan ada satu organisasi kemasyarakatan atau perkumpulan lahir di Banjarmasin? Didasarkan oleh kesadaran apa organisasi tersebut dibentuk? Dan siapakah para penggerak dari organisasi itu? Kenapa mereka tertarik berorganisasi?
Tentu sangat penting menggali sejumlah pertanyaan tersebut, sebab segala pergerakan nasional di negeri ini, berawal dari lahirnya kesadaran untuk mengorganisasikan diri. Tanpa organisasi, rasanya mustahil mucul satu pergerakan yang terorganisir. Padahal, kesadaran akan beroganisasi, hanya mungkin mucul apabila ada kesadaran kolektif dari segenap pemangku untuk bersatu, diawali dari membangun silaturrahmi, dan dilanjutkan dengan membangun mimpi bersama.
Kalau disusuri berdasarkan catatan sejarah, akan muncul satu nama perkumpulan bernama Seri Budiman. Suatu organisasi beranggotakan para pegawai, petani dan pedagang, terutama yang telah mendapat pendidikan secara Barat. Waktu itu kalangan pangreh praja (pejabat) yang paling banyak mengecap pendidikan Barat, sehingga tidak berlebihan kalau organisasi pertama ini digerakkan oleh kalangan pangreh praja (pejabat), yang kemudian mengajak para pedagang dan petani sebagai bagian dari anggota organisasi.
Organisasi pertama Seri Budiman ini, didirikan atas inisiasi Amir Hasan Bondan, pada tahun 1901. Waktu itu usianya belum genap 20 tahun, namun pemikiran dan cara pandangnya sudah sangat maju, tentang betapa penting keberadaan suatu organisasi untuk menghimpun kaum terpelajar bersatu dalam wadah organisasi.
Walau pun organisasi ini lebih bersifat sosial, dan belum nampak gerakan politiknya, namun perlahan telah memunculkan kesadaran akan pentingnya semangat nasionalisme, semangat persatuan. Tujuan awalnya memang untuk mempererat silaturrahmi, meningkatkan kapasitas dan pengetahuan anggota, terutama terkait pentingnya penyebaran pendidikan Barat untuk menyerap berbagai perkembangan pengetahuan dari dunia Barat, serta membangun dan memperkuat persatuan para pejabat, pegawai, pedagang serta petani yang telah mengecap pendidikan ala Barat.
Karena menjadi wadah berkumpul orang-orang terpelajar, hebatnya dari organisasi ini sudah menggunakan prinsif-prinsif modern dalam membentuk satu organisasi. Dikemudian hari prinsifnya tersebut menjadi rujukan bagi organisasi kemasyarakatan berikutnya, yang juga menjalankan organisasi dengan prinsif modern seperti keharusan memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, memiliki visi, misi serta tujuan organisasi yang jelas, agar semua orang yang berkumpul dalam organisasi, mengetahui untuk apa organisasi tersebut dibentuk.
Tujuan organisasi Seri Budiman, masih sangat sederhana yaitu dalam rangka mempererat silaturrahmi antar anggota yang berasal dari kalangan pangreh praja (pejabat), para pedagang dan petani. Misinya untuk membangun kesadaran, mempropagandakan pentingnya pendidikan, khususnya pengajaran ala Barat, serta membangun persatuan bagi kaum pedagang dan petani.
Walau organisasi ini berdiri tidak lama, namun semangatnya telah berhasil membangun motivasi para pemuda di Banjarmasin untuk menumbuhkan keinginan dalam meningkatkan pengetahuan serta pendidikan, agar terbuka wawasan serta cara pandang nasionalisme, dan cinta terhadap negeri.
Pendirinya, Amin Hasan Bondan, adalah anak seorang kiai, yaitu Kiai Bondan, lahir di Marabahan pada 10 Februari 1882. Belakangan hari setelah berumur, ia juga kerap di panggil Kiai Bondan, mengambil dan melestarikan nama dari ayahnya. Ia merupakan putera Banjar pertama yang berhasil memasuki sekolah Europese Lagere School (ELS) tahun 1893. Kemudian melanjutkan ke STOVIA, walau tidak tamat.
Boleh dibilang Amir Hasan Bondan merupakan aktivis pergerakan kala itu, ia berhasil menggalang kawan-kawannya untuk sadar membangun satu organisasi guna menyatukan pikiran, perhatian dan mengerahkan segala potensi untuk menguatkan semangat pemuda dalam meningkatkan pendidikannya.
Tidak tanggung-tanggung, bukan hanya merintis organisasi kemasyarakatan, Amir Hasan Bondan yang suka menulis, kemudian juga merintis penerbitan dengan menggagas majalah mingguan Malam Djoema’at. Dengan kemampuan menulis serta pengetahuan dan pengalaman yang luas, ia juga sering mengirim tulisan pada media cetak nasional kala itu, bahkan menulis buku. Tulisannya dibaca banyak orang, dan menjadikan namanya begitu terkenal.
Melalui tulisan-tulisannya, dia membangun berbagai kesadaran, terutama kesadaran untuk meningkatkan pengetahuan dan pendidikan, termasuk meningkatkan literasi dengan membentuk tamaan bacaan yang dapat diakses berbagai kalangan. Termasuk menguatkan kesetaraan gender, agar perempuan juga mau meningkatkan pendidikan dan pengetahuannya.
Dalam berbagai tulisan dan gerakan yang dilakukan, ia membangun kesadaran para pedagang dan saudagar Banjar untuk mau menyekolahkan anak-anaknya, serta bersedia menghimpun dana guna memberikan biaya pendidikan bagi anak muda lainnya yang mau dan terbuka pikirannya bersekolah.
Dalam satu tulisannya di Majalah Malam Djoema’at, yang terbit 24 November 1927, ia membuat tulisan dengan judul yang sangat menggugah yaitu “Perasaan Bandjar Totok.” Dalam tulisan tersebut ia mengatakan:
“sekarang Borneo mau madju, tapi bagaimana kalau sekolah sedikit. Tiap tahun banjak anak Bandjar tidak bisa dapat tempat di sekolah2. Pasal ini, anak Bandjar jang nekat2 dan sekolah tinggi djangan berdiam diri sadja, sunji burinik. Saja liat di Djawa jg djadi pengurus, semua orang Djawa jang pintar2; rakjat berdiri di belakang si pintar. Mustahil di Bandjar tida ada org pintar jg suka beraksi buat memadjukan negeri. Lamun anak Bandjar jang berdiploma kagum, siapa lagi jg diharap2 buat ke muka. Orang kampung kebanjakan ada sadja hati mau turut madju, tetapi kepala kawan tida bergerak.”
Dalam tulisan tersebut dan tentu dalam berbagai tulisan lainnya, ia terus membangun kesadaran tentang perempuan, agar juga turut mengecap pendidikan, sehingga perempuan turut maju bersama laki-laki.
Baginya sekolah untuk perempuan sangatlah penting, bila para pembesar menganggapnya tidak penting, dia bersedia mengajak dan menghimpun warga kampung untuk bergotong royong memulainya, karena itu semua demi kepentingan anak-anak mereka sendiri.
“Adapun pasal meadakan sekolah perempuan, lamun orang besar tida lekas memulainja, kita kerdjakan sendiri. Orang kampung harus rami2 membantu uang derma dan jg pintar djadi pengurusnja. Dan lagi kalau les derma sudah didjalankan, diharap djuga saudagar2 Bandjar buka tangan, djangan engken mengeluarkan uang derma, sebab itu amal memadjukan bangsa sendiri kaum perempuan….”
Sayangnya perkumpulan Seri Budiman yang sangat visioner kala itu, hanya bertahan sekitar 2 tahun, kemudian redup disebabkan banyaknya pengurus inti yang berpindah tempat tinggal, menyebabkan kukurangan sumber daya dalam memajukan organisasi.
Setelah Seri Budiman, kurang aktif, setahun setelahnya berdiri Budi Sempurna dan kemudian berubah nama menjadi Indra Buana, bertahan hingga tahun 1907.
Walau waktunya cukup pendek untuk suatu organisasi, namun berhasil meletakkan dasar-dasar tentang pentingnya suatu organisasi kemasyarakatan, agar semua potensi kaum terpelajar yang ada di tengah masyarakat, dapat saling bahu-membahu memajukan para pemuda dalam menumbuhkan semangat nasionalisme. Khususnya keinginan untuk belajar, terutama pendidikan Barat, yang waktu itu bagi orang Banjar dianggap tabu, atau bahkan terlarang, karena menjadi bagian dari kolonial.
Dengan adanya organisasi Seri Budiman, Budi Sempurna dan Indra Buana, para pemuda di Banjarmasin terhubung dengan organisasi kepemudaan lainnya di tanah Jawa dan Sumatera. Tidak heran, Amin Hasan Bondan kemudian diundang menghadiri berbagai kegiatan keorganisasian di Jawa, yang menyebakan dia dapat melihat perkembangan di tempat lain dan menjadikannya pembanding untuk pula membangun gerakan organisasi kepemudaan di Banjarmasin. (nm)