Oleh : AHMAD BARJIE B
Setiap manusia memiliki fitrah beragama. Fitrah ini senantiasa menuntut pemenuhan, berupa keinginan menjadi orang yang beragama dengan sebenarnya dan dekat dengan Tuhannnya. Fitrah demikian dalam kacamata ahli ilmu jiwa agama sering disebut naturaliter religiosa atau gharizah diniyyah. Bahwa manusia itu siapa dan kapan saja pasti tidak bisa melepaskan dirinya sebagai homodivinans (makhluk bertuhan) dan homoreligious (makhluk beragama).
Fitrah begini sudah dipastikan Allah adanya jauh sebelum manusia dilahirkan ke dunia. “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak manusia dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian dari roh-roh mereka seraya berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “betul, engkau Tuhan kami, dan kami bersaksi”. (QS. Al A’raf : 172). Dalam sebuah hadits, “Setiap bayi yang lahir, berada dalam keadaan fitrah, yang di sini diartikan suci, bersih tanpa dosa”. (Imam Bukhari dan Muslim)
Jadi siapapun orangnya, tidak peduli orangtuanya beragama apa atau tidak beragama sekalipun, fitrah untuk bertauhid sudah ada. Hanya saja ketika anak itu lahir, orang tua dan lingkungannyalah yang dapat mengakibatkan anak itu beragama selain Islam, atau lahir dalam keadaan Islam tapi sekedar Islam KTP karena ketidaktaatan orang tua.
Berkaitan dengan hal ini ada orang-orang tertentu, terutama kalangan figur publik dan ilmuwan yang selalu melakukan pengembaraan spiritual untuk mencari kebenaran yang hakiki, namun ada pula yang acuh tak acuh dan merasa cukup dengan keberagamaan yang ada apa adanya. Pada tingkat ekstrem bahkan ada yang rela mengubah agama atau keyakinannya.
Dalam konteks inilah seseorang mengalami konversi agama (conversion). Makna konversi di sini dapat berupa pertobatan dari kealfaan disertai perubahan kualitas keberagamaan ke arah yang lebih baik dan islami. Hari Moekti, Gito Rolies, dan sejumlah nama lain termasuk dalam kategori ini, karena mereka memang telah beragama Islam sejak semula.
Tetapi ada pula konversi dalam arti change from one religion to another (berubah dari satu agama ke agama lain). Di Indonesia sangat banyak, baik di kalangan figur publik maupun orang biasa. Petinju legendaris Cassius Clay (Mohammad Ali), si Leher Beton Mike “Abdul Aziz” Tyson, serta penyanyi tenar Inggris di era l980-an, Steven Cat alias Yusuf Islam, juga termasuk ke sini. Adapun mendiang Putri Diana masih kontroversial. Ada versi mengatakan menjelang kematiannya mantan istri Pangeran Charles ini sempat mengubah keyakinannya karena ajakan pacarnya Dody al-Fayed yang tewas bersamanya di l997 lalu.
Publik patut bergembira melihat fenomena ini. Bahwa pada akhirnya kebenaran ilahiyah pasti akan datang menyalami orang-orang tertentu yang dikehendaki-Nya. Publik juga patut berharap, melalui perubahan spiritual yang dialami, para artis yang mengalami konversi itu tetap aktif menyapa publiknya, dengan sentuhan kreasi seni yang lebih bernuansa islami.
Saat ini publik kita umumnya masih mengagumi figur-figur yang ia cintai. Di sinilah kesempatan bagi para artis untuk memanfaatkan kefigurannya untuk kepentingan dakwah. Sebab dengan modal keartisannya mereka amat mudah menarik dan membius fans-nya, terutama dari kalangan muda. Dakwahnya begitu mempesona dan dapat menarik generasi muda elit dan grass root yang sulit didakwahi lewat forum serius seperti khutbah, ceramah dan pengajian rutin.
Islam mengajarkan, siapa saja yang mengajak kepada kebajikan, langsung atau tak langsung, ia akan beroleh pahala yang berlipat ganda karena ikut menikmati pahala orang lain yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Sebaliknya siapa saja yang mengajak, mendorong, merangsang dan menggoda berbuat dosa melalui karya, kelakuan dan penampilannya, ia juga menuai dosa berlipat ganda. Selain dosa dirinya sendiri, juga harus menanggung dosa orang lain yang tergoda olehnya.