Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

MOMENTUM TURUNNYA WAHYU

×

MOMENTUM TURUNNYA WAHYU

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh : AHMAD BARJIE B

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ditandai turunnya wahyu pertama, surah al-Alaq di Gua (Ghar) Hira di Jabal Nur. Gunung ini berjarak sekitar 2 farsakh (3,5 mil atau sekitar 6 km) arah timur laut dari Masjid al-Haram. Tinggi gunung ini diperkirakan 621 meter, panjang gua 6 meter, tinggi 2 meter dan lebarnya sempit hanya 1,30 meter, hanya bisa ditempati 2 orang manusia. Di bagian kanan ada teras dari batu yang cukup untuk tempat shalat 1 orang dengan posisi duduk.

Kalimantan Post

Dari Masjid al-Haram gunung ini sudah kelihatan menonjol dibandingkan pegunungan atau perbukitan yang lain. Bagi jemaah yang masa hajinya atau umrahnya relatif lama, dan ada kekuatan fisik, biasanya mereka menyempatkan naik ke gunung ini, guna melihat, menyaksikan dan menjejakkan kaki langsung Gua Hira. Namun bagi jemaah haji atau umrah yang masa kunjungannya di Makkah singkat, biasanya hanya melihat dari dekat, dari dalam bus berjalan, dan tidak sempat menaikinya karena memerlukan waktu berjam-jam.

Menurut Haekal (1990: 75-6), sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab ketika itu, terutama golongan pemikir, untuk beberapa waktu dalam setahun menjauhkan diri dari keramaian dengan berkhalwat dan berdoa, atau mengharapkan diberikan rezeki dan pengetahuan dari Tuhan. Pengasingan diri dengan beribadah seperti ini disebut tahannuf atau tahannuth. Akar katanya mungkin dari hanif, yang berarti kecenderungan kepada kebenaran, meninggalkan berhala dan beribadat kepada Allah.

Menurut Zuhairi Misrawi (2009: 88, 107, 282), orang-orang yang biasa bersemedi di Gua Hira ini adalah golongan Hanifiyah. Di antara orang Quraisy Makkah yang pernah bersemedi di gua ini sebelum Nabi Muhammad saw adalah Zayd bin Amir bin Nafil, seorang penganut Hanifiyah di Makkah. Mereka membangun komunikasi dengan alam ghaib, dengan Tuhan yang mereka yakini. Biasanya semedi di sini dilakukan sebelum penandatanganan nota perjanjian yang penting dengan pihak lain.

Mengingat banyaknya pengunjung, sekarang di sepanjang jalur pendakian menuju puncak Jabal Nur, banyak pengemis, boleh dikata semuanya bukan orang Saudi, mereka banyak yang cacat kaki atau tangannya terpotong, mungkin karena pernah menjalani hukuman hadd pencurian atau sejenisnya akibat jarimah (tindak pidana) yang pernah mereka lakukan. Sepanjang jalan juga banyak orang berjualan, tak hanya makanan dan minuman, tetapi juga souvenir kecil yang dapat dibeli untuk oleh-oleh.

Baca Juga :  Komunikasi Korporat dalam Branding Geopark Meratus

Aktivitas tahanuth yang dilakukan oleh Muhammad dulu mungkin relatif sama dengan uzlah di kalangan sufi, semedi, tapabrata (bertapa) bagi orang Jawa, atau “balampah” bagi urang Banjar. Orang-orang Jawa zaman dahulu biasa pergi ke gunung, gua, hutan, tepi danau/sungai, untuk melakukan semedi, tapabrata, tirakat dan sebagainya untuk memperoleh sesuatu atau untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, misalnya berupa ngelmu (kesaktian), drajat (kedudukan), pangkat (jabatan) dan kramat (karomah, kemuliaan). Cara-cara yang dilakukan seperti mengurangi makan dan tidur (cegah dhahar lawan guling) siang dan malam, membuang pikiran kotor, angan-angan dan syahwat yang rendah, sampai kepada tahap merasa bersatu dengan Tuhan, manunggaling kawula gusti, sangkan paraning dumadi, dan beroleh keyakinan tertinggi yang tidak terbantahkan, haqqul yaqin. (Susetya, 2016: 50-51).

Nabi Muhammad SAW menjelang diangkat menjadi Rasul sering bertahanuth di Gua Hira. Biasanya hal itu beliau lakukan pada bulan Ramadhan, dengan bekal seadanya. Di dalam gua inilah beliau beribadah, merenung, menyucikan diri dan membersihkan hatinya, mencari kebenaran dari kegalauan hati beliau melihat kemusyrikan masyarakat jahiliyah di Kota Makkah. Istri beliau Khadijah merestui kepergiannya ke Gua Hira tersebut, dan juga menyiapkan bekal yang diperlukan dan selalu menunggu kepulangannya jika waktunya dirasa sudah tiba. Khadijah pun selalu menanyakan pengalaman dan perasaannya setelah pulang dari Gua Hira, karena Khadijah juga ingin mengetahuinya dan merasa lega setelahnya.

Ibnu Katsir menerangkan bahwa syariat yang diamalkan oleh Nabi Muhammad ketika bertahanuth di Gua Hira ini adalah syariat Nabi Nuh, syariat Nabi Ibrahim, syariat Nabi Musa dan Isa, atau syariat tertentu lainnya. Setelah bertahun-tahun lamanya bertahanuth di Gua ini sambil tetap pulang secara teratur ke rumah, tibalah saatnya beliau menerima wahyu pertama yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan tahun 610 M. Dalam keadaan jaga, bukan tidur atau bermimpi, beliau saw didatangi oleh Malaikat Jibril dan menyuruhnya membaca, iqra’. Nabi menjawab: Ma aqra’ (saya tidak dapat membaca). Jibril terus menyuruhnya membaca, iqra’. Nabi menjawab: ma dza aqra’ (apa yang akan saya baca). Akhirnya Jibril menuntun beliau membaca sesuai dengan surah al-Alaq ayat 1-5. Setelah itu malaikat Jibril pergi menghilang.

Baca Juga :  Roda Banua: Transportasi Publik sebagai Kunci Pemerataan Ekonomi

Nabi ketika itu sangat ketakutan, beliau menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak ada siapa-siapa. Maka beliau berlari menuruni celah gunung. Tidak seperti biasanya, beliau pulang ke Makkah lebih cepat untuk menemui istrinya. Kepada istrinya beliau minta selimuti, sementara Khadijah terus memberinya kesabaran dan keyakinan. Bahwa sebagai seorang yang jujur, yang digelari al-Amin oleh masyarakat, tidak mungkin Allah bermaksud jahat dan menghinakannya. Setelah tenang, beliau dibawa oleh Khadijah kepada pamannya, Warqah bin Naufah, seorang sesepuh beragama Nasrani yang mengerti tentang isi kitab suci yang mengabarkan akan datangnya Nabi Akhir Zaman.

Setelah mendengar cerita Khadijah, Warqah bin Naufal berkata: Wahai putri paman (maksudnya Khadijah). Demi Tuhan yang nyawa Warqah berada di tanganNya. Andai benar ceritamu seperti itu, maka sesungguhnya yang dilihat oleh suamimu (Muhammad) di Gua Hira itu adalah malaikat teragung seperti yang pernah turun kepada Nabi Musa dan Isa sebelumnya. Muhammad tidak lain adalah nabi akhir zaman, hasil dari doa Nabi Ibrahim dan kabar gembira bagi Nabi Isa. Sungguh para Ahli Kitab telah mengetahui semua itu dalam kitab Taurat dan Injil. Malaikat Jibril telah mendatangi Muhammad untuk menurunkan wahyu, guna mengemban suatu tugas yang besar mengenalkan Tuhan yang Maha Esa dan pencipta alam semesta. (Jamal, 1991: 22-3).

Nabi Muhammad dan Khadijah pun menjadi tenang kembali sambil menunggu datangnya wahyu-wahyu berikutnya. Sayangnya tidak lama kemudian Warqah bin Naufal yang sudah lanjut usia itu wafat, sehingga ia tidak menyaksikan dan menolong tugas kerasulan yang dijalankan oleh Nabi Muhammad dengan segala tantangan dan pengorbanan yang juga diberikan oleh Khadijah, sebagaimana sudah kita ketahui dalam sejarah.

Iklan
Iklan