Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi, Tantangan Bagi Pemuda

×

Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi, Tantangan Bagi Pemuda

Sebarkan artikel ini

Oleh : Bunda Khalis
Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan

Belakangan ini, publik dikejutkan dengan fakta bahwa polisi menetapkan 295 anak sebagai tersangka terkait kerusuhan dalam berbagai aksi demonstrasi di sejumlah wilayah Indonesia. Komnas HAM pun menyoroti kasus ini, mengingatkan bahwa proses penetapan anak-anak sebagai tersangka berpotensi melanggar hak asasi manusia. Penyidikan yang sarat dengan ancaman dan intimidasi membuat situasi ini menjadi perhatian serius, karena seharusnya perlindungan anak menjadi prioritas utama negara.

Kalimantan Post

Fenomena ini menjadi cerminan paradoks dalam kehidupan politik generasi muda saat ini. Generasi Z, yang dikenal kritis dan memiliki kesadaran tinggi terhadap isu sosial-politik, mulai menuntut perubahan atas ketidakadilan yang mereka saksikan. Mereka berani bersuara menentang kebijakan yang merugikan rakyat dan menyoroti korupsi maupun praktik dzalim. Namun, kesadaran politik ini justru sering dikriminalisasi. Label “anarkis” dilekatkan untuk membungkam suara mereka, padahal aspirasi yang mereka suarakan merupakan bentuk kepedulian terhadap keadilan sosial.

Situasi ini menunjukkan kelemahan sistem demokrasi-kapitalistik saat ini. Suara kritis yang menantang penguasa sering kali dijegal atau dikriminalisasi, sementara suara yang sejalan dengan kepentingan elit diberi ruang untuk bebas berekspresi. Dalam sistem seperti ini, generasi muda yang melek politik dipaksa menyesuaikan diri dengan norma yang membatasi, bukannya menjadi agen perubahan yang sebenarnya.

Islam menawarkan perspektif berbeda. Pemuda bukan sekadar generasi penerus, tetapi tonggak perubahan yang vital bagi masyarakat. Kesadaran politik mereka adalah potensi yang harus diarahkan menuju perubahan hakiki: menegakkan keadilan, amar ma’ruf nahi munkar, dan menegakkan syariat Allah secara menyeluruh. Dalam Islam, membungkam suara kritis, terutama yang mengoreksi penguasa yang dzalim, adalah tindakan yang salah. Justru, amar ma’ruf nahi munkar menjadi kewajiban setiap Muslim, termasuk pemuda, untuk menegakkan kebenaran.

Baca Juga :  Insiden Kepala Sekolah Dan Murid Soal Merokok Di Sekolah Cermin Krisis Moral Dalam Pendidikan

Sejarah Islam menunjukkan bagaimana sistem khilafah mampu menyalurkan kesadaran politik pemuda secara tepat. Di masa Rasulullah SAW, pemuda seperti Abdullah bin Rawahah dan Al-Miqdad bin Al-Aswad aktif dalam amar ma’ruf nahi munkar serta membela keadilan, tetapi tetap disiplin dan terarah, bukan anarkis. Di masa Khulafaur Rasyidin, pemuda menjadi bagian dari institusi negara, ikut menjaga stabilitas sosial, mengawasi penguasa, dan memastikan hak rakyat terpenuhi. Bahkan pada masa Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, kesatuan umat tetap terjaga dalam satu kepemimpinan Islam yang adil, meski tersebar di wilayah luas, menunjukkan persatuan yang tidak tercerai berai.

Khilafah membentuk pemuda melalui pendidikan yang berbasis aqidah Islam, sehingga energi dan kesadaran politik mereka diarahkan untuk memperjuangkan ridha Allah dan kemaslahatan umat. Dengan pola ini, suara kritis tidak menjadi ancaman bagi negara, melainkan menjadi motor perubahan yang produktif dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

Fenomena kriminalisasi kesadaran politik Gen Z hari ini adalah pengingat bahwa sistem saat ini gagal memaksimalkan potensi pemuda sebagai agen perubahan. Islam memberikan model yang jelas yaitu pemuda harus diberi pendidikan, arahan, dan kesempatan untuk menegakkan keadilan secara kaffah. Hanya dengan itu, aspirasi mereka tidak akan disalahartikan sebagai ancaman, tetapi menjadi kekuatan positif bagi kemaslahatan umat.

Iklan
Iklan