Banjarmasin, KP – Gugatan Tempo Rp200 Miliar oleh Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, dinilai kebiri Demokrasi Kebebasan Pers.
Gugatan tersebut menjadi perhatian nasional karena dianggap dapat mengancam ruang kritik dan membatasi kerja jurnalistik.
Dari ini pula, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin diskusi publik terkait gugatan itu di Rumah Alam, Sungai Andai, Minggu (16/11).
Menghadirkan Ahli Pers Dewan Pers Kalsel Fathurrahman, Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Arif Rahman Hakim, serta Koordinator AJI Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna.
Melalui diskusi para jurnalis di Banjarmasin mendorong pembacaan lebih jernih soal dampaknya bagi kebebasan pers.
Ahli Pers Dewan Pers Kalsel, Fathurrahman, mengatakan bahwa gugatan terhadap media bisa membuat masyarakat kehilangan akses terhadap laporan kritis.
Ia menyebut, “Masyarakat tidak lagi mendapatkan informasi-informasi mendalam atau bersifat investigasi.”
Ia menekankan bahwa kemerdekaan pers merupakan hasil perjuangan panjang. Jadi, praktik-praktik semacam ini harusnya tidak terjadi.
“Untuk mendapatkan kebebasan pers seperti hari ini perjuangannya luar biasa.
Ada nyawa yang melayang, ada cacat, dan ada hilang,” ujarnya.
Arif Rahman Hakim, menilai kasus ini jelas menunjukkan tanda ancaman terhadap kebebasan pers.
“Apakah ini akan menjadi ancaman kebebasan pers? Ya tentu tanda-tanda itu sudah mulai ke arah sana,” katanya.
Ia menyebut, ketika media besar seperti Tempo mendapat tekanan, media lain akan ikut merasa terintimidasi.
“Ketika media massa dengan tingkat paling tinggi ini mampu dibungkam pemerintah, maka media di bawahnya akan merasakan ketakutan,” ujarnya.
Sedangkan Rendy Tisna, menyebut langkah Menteri Pertanian itu sebagai tindakan yang mengarah pada pembungkaman.
Ia mengatakan, “Apa yang dilakukan Menteri Pertanian Amran terhadap Tempo merupakan pemberendelan terhadap media. Kasus ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme pers.”
Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kalsel, Sunarti, mendorong gerakan lebih luas untuk menolak tekanan terhadap media.
Ia mengatakan, “Kita harus turun ke jalan, kalau bisa secara masif seluruh Indonesia, supaya suara kita didengar.”
Diskusi ini dihadiri berbagai organisasi media dan pers mahasiswa di Kalsel, termasuk LPM Lentera Uniska, LPM Warta Jitu, LPM Lensa Poliban, LPM Justice STIHSA, LPM Peristiwa, SMSI Kalsel, FJPI Kalsel, dan Walhi Kalsel.
Kemudian juga pernyataan sikap
- Mengecam upaya pembredelan terselubung kepada Tempo dengan gugatan perdata Rp200 miliar
- Mendorong kedua belah pihak dapat menempuh kembali mekanisme mediasi dan mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan Dewan Pers.
- Menghormati peran pers sebagaimana UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang menjalankan peran check and balances.
- Mendesak agar pengadilan menolak gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo.
- Menolak segala bentuk intimidasi maupun kriminalisasi terhadap jurnalis dan aktivis yang menjalankan tugas-tugas publik.
Seperti diketahui Menteri Amran Sulaiman menggugat Tempo secara perdata dengan nilai tersebut.
Ia menuduh Tempo melakukan perbuatan melawan hukum karena tak menjalankan pernyataan penilaian dan rekomendasi (PPR) Dewan Pers atas sengketa sampul berita “Poles-poles Beras Busuk”. []Berikut kronologinya
16 Mei 2025. Tempo harian menerbitkan artikel “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah”. Artikel ini dilengkapi sampul gambar karung beras dengan judul “Poles-poles Beras Busuk” yang ditayangkan di media sosial Instagram dan Twitter. Artikelnya bercerita tentang upaya Bulog membeli semua gabah petani dengan satu harga sebesar Rp6.500 per kilogram.
19 Mei 2025. Ketua Kelompok Substansi Strategi Komunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian Wahyu Indarto mengadukan poster tersebut ke Dewan Pers.
Juni 2025. Mediasi antara Wahyu Indarto dan Tempo di Dewan Pers. Ia menyoal kata “busuk” dalam judul tersebut.
Tempo menjelaskan bahwa “busuk” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung dua makna: rusak dan berbau tidak sedap.
Gabah rusak merujuk pada pernyataan para narasumber, seperti petani, pengamat pangan, pejabat Bulog, dan Menteri Pertanian.
Pengadu tidak sepakat terhadap hasil mediasi sehingga Dewan Pers melanjutkannya menjadi PPR.
18 Juni 2025. Tempo menerima PPR bertanggal 17 Juni 2025.
Dalam PPR, Dewan Pers merekomendasikan Tempo memperbaiki judul poster dalam waktu 2 x 24 jam setelah menerima PPR, memoderasi komentar poster pada edisi 16 Mei 2025, memuat catatan poster disertai permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat, serta melaporkan pelaksanaan PPR kepada Dewan Pers.
19 Juni 2025. Tempo menjalankan PPR dengan mengubah judul poster menjadi “Main Serap Gabah Rusak”, meminta maaf kepada pengadu dan pembaca, menghapus pos lama edisi 16 Mei 2025, serta melaporkan pelaksanaan PPR kepada Dewan Pers.
2 Juli 2025. Redaksi mendapatkan informasi bahwa Menteri Pertanian Amran Sulaiman menggugat Tempo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
10 Juli 2025. Pemanggilan pertama persidangan gugatan Menteri Amran Sulaiman.
15 Juli 2025. Dewan Pers membalas surat Tempo yang menanyakan sikap Dewan Pers atas pelaksanaan PPR dan keberatan Wahyu Indarto.
Dewan Pers tidak secara tegas menjawab dua pertanyaan tersebut.
7 Agustus-4 September 2025. Mediasi antara Tempo dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Pengadilan menyatakan mediasi gagal karena dalam lima kali pertemuan Amran tidak pernah hadir.
11 September 2025. Dewan Pers menjawab surat Tempo dengan menyatakan menerima surat keberatan pelaksanaan PPR dari Wahyu Indarto bertanggal 26 Juni 2025.
3 November 2025. Pemeriksaan saksi ahli. Komunitas wartawan berdemonstrasi di PN Jakarta Selatan menolak dan mengkritik gugatan Amran sebagai bredel gaya baru karena berpotensi membangkrutkan media.
Banyak media memberitakan demonstrasi itu.
Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pertanian Arief Cahyono menyebar hak jawab kepada semua media yang memuat berita demonstrasi para wartawan.
Arief menyatakan Tempo menafsirkan rekomendasi PPR Dewan Pers secara sepihak dan menyusun narasi seolah-olah telah taat.
Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra menilai pernyataan Arief tidak berdasar dan menafsirkan sendiri secara sepihak pelaksanaan PPR Dewan Pers.
Faktanya, tak ada pernyataan dari Dewan Pers apakah Tempo sudah atau belum melaksanakan empat poin rekomendasi Dewan Pers.
Jika Wahyu Indarto tak puas terhadap pelaksanaan PPR, kata Setri, semestinya ia datang kembali ke Dewan Pers menyatakan keberatannya, lalu Dewan Pers memediasi kembali pelaksanaan PPR.
“Itu mekanisme yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers sebagai pelaksanaan atas Undang-Undang Pers,” kata Setri. “Bukan langsung menggugat ke pengadilan atas nama Menteri Pertanian Amran Sulaiman.” (nau/net/K-2)














