Oleh : Fatimah
Aktivis Muslimah
Kembali dengan program inovasi ekonomi, Pemerintah kembali mengerahkan Quick Wins ekonomi. Ada dua program besar yang diresmikan, yaitu Bantual Langsung Tunai (BLT) senilai Rp30 triliun untuk lebih dari 35 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dan program Magang Nasional bagi 100 ribu fresh graduate mulai Oktober 2025 ini.
Sekilas dua program ini terlihat sebagai program peduli rakyat untuk menekan angka kemiskinan dan juga menjawab PR kekurangan lapangan kerja. Namun, sama seperti kebanyakan program pemerintah, program in hanya menjadi solusi sesaat, bak nanti penguasa yang juga akan berganti setiap periodenya.
Stimulus Ekonomi yang Bersifat Sementara
Program BLT memang mampu memberi napas pendek bagi rakyat kecil yang hamper mati tercekik atas kebutuhan hidupnya. Tapi kita tahu, bantuan tunai tidak mampu mengubah struktur ekonomi yang timpang. Sayangnya, ada potensi dalam hitungan minggu, uang bantuan habis tanpa meninggalkan dampak produktif apa pun.
Sementara itu, program Magang Nasional juga menciptakan PR lain. Dengan target 100 ribu peserta, program ini terlihat keren di atas kertas, tetapi tidak menjamin peserta mendapatkan pekerjaan tetap. Banyak lulusan yang pada akhirnya hanya menjadi tenaga magang tanpa kejelasan karier, sementara sektor industri terus diuntungkan dengan tenaga kerja murah.
Sistem Kapitalisme Sekuler
Kedua program tersebut sejatinya adalah cerminan pola pikir kapitalis-sekuler yang selalu menempuh jalan pragmatis-sederhana. Ketika kemiskinan meningkat, solusi yang diberikan bukan perubahan sistem, tetapi tambalan instan seperti BLT, subsidi sementara, atau proyek magang yang menutupi kegagalan negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Masalah sesungguhnya adalah struktur ekonomi yang timpang, di mana sumber daya alam dikuasai oleh korporasi besar, bukan negara. Anggaran negara bergantung pada utang dan pajak rakyat, sementara rakyat dibiarkan berjuang sendiri in this era. Pemerintah tak lagi berfungsi sebagai pelayan rakyat, tapi lebih mirip fasilitator bagi pemilik modal serta rakyat sebagai roda geraknya.
Solusi Struktural dan Menyeluruh
Dalam Islam, kemiskinan dan pengangguran tidak diselesaikan dengan pendekatan karitatif atau belas kasihan seperti BLT. Islam memiliki paradigma politik dan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Negara dalam sistem Islam adalah pelayan umat, yang wajib menjamin kebutuhan dasar setiap individu, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Dari sisi ekonomi, Islam menempatkan pengelolaan harta publik sebagai tanggung jawab negara. Sumber daya alam seperti tambang, minyak, gas, dan hutan bukan milik korporasi, individu, atau bahkan swasta, melainkan milik umum. Keuntungannya digunakan untuk menyejahterakan rakyat, mengurus makan dan sekolah rakyat, bahkan mengurus lapangan kerja produktif.
Negara juga mendorong industrialisasi berbasis riil, bukan sektor ribawi atau spekulatif. Dengan begitu, ekonomi akan bergerak secara sehat dan menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan.
Arah Baru Ekonomi Umat
Sudah saatnya kita menyadari, problem ekonomi bukan semata karena kurangnya bantuan, tetapi karena rusaknya arah paradigma pengelolaan negara. Sistem kapitalisme telah gagal menjamin kesejahteraan dan keadilan sosial.
Islam, dengan sistem politik dan ekonominya yang komprehensif, menawarkan solusi yang menyentuh akar, yaitu kehadiran negara sebagai penanggung jawab, ekonomi dikelola untuk kemaslahatan, dan rakyat dimuliakan sebagai manusia, bukan sekadar angka dalam daftar bantuan.
Jika sistem ini ditegakkan, maka rakyat tidak lagi menunggu bantuan sesaat, tidak lagi mengharap belas kasihan, bahkan tidak lagi dicap miskin. Rakyat akan hidup dalam jaminan nyata, dengan kehormatan dan kesejahteraan yang berkelanjutan.











