Martapura, KP – Banjir masih menjadi “tamu tahunan” yang tidak pernah diharapkan masyarakat Kabupaten Banjar.
Untuk menghadapi kondisi berulang ini, Pemkab Banjar menyusun Masterplan Penanggulangan Banjir sebagai langkah strategis jangka panjang agar risikonya ditekan dari hulu hingga hilir.
Pada tahap finalisasi dokumen, Bappedalitbang menggelar Ekspose Akhir Masterplan, Senin (24/11/2025), di Aula Bauntung, Martapura.
Dibuka Kepala Bidang Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Nuri Ansyari didampingi Kasubbid Litbang Gusti Rizky Maya Sari serta dimoderatori Fungsional Peneliti Juhairiyah.
Nuri menegaskan, penyusunan masterplan ini bentuk mitigasi awal mengurangi risiko banjir. Dia berharap forum ini melahirkan masukan penting guna menyempurnakan dokumen final.
Ketua tim tenaga ahli LPPM ULM Ulfa Fitriati menjelaskan dasar teori dan metodologi penyusunan masterplan. Dia memaparkan, banjir di Kabupaten Banjar dipengaruhi topografi datar, curah hujan tinggi, keterbatasan kapasitas sungai, sedimentasi serta perubahan tata guna lahan.
“Tim ahli melakukan survei RTK, survei drone, survei kondisi sungai serta kuesioner yang menjangkau 196 desa/kelurahan,” ungkapnya.
Survei mencakup sungai-sungai besar, seperti Martapura, Riam Kanan, Riam Kiwa dan Gambut, sekaligus mengumpulkan data hidrologi, tata ruang dan penampang sungai.
Sementara tenaga ahli Syam’ani menyampaikan hasil analisis kuesioner dan survei lapangan. Dari 197 desa/kelurahan yang disurvei, 151 di antaranya terdampak banjir dengan 42% warga mengalami lebih dari sekali dalam satu tahun dan 52% mencatat kedalaman genangan di atas 40 cm.
Dia juga memaparkan hasil simulasi hidrologi dan hidraulika menggunakan HEC-HMS dan HEC-RAS, yang kemudian digunakan menyusun peta bahaya, peta risiko dan klasifikasi banjir, mulai banjir genangan, rob hingga bandang.
Pada bagian rekomendasi, tim ahli menawarkan solusi struktural dan non-struktural. Struktural meliputi pembangunan kolam retensi, polder, check dam, tanggul, sudetan hingga peningkatan kapasitas drainase permukiman. Sementara non-struktural mencakup reboisasi, pengendalian tata guna lahan, peningkatan kapasitas masyarakat, edukasi kebencanaan, sistem peringatan dini dan pengaturan kawasan rawan banjir.
Rencana jaringan bangunan pengendali banjir juga dipaparkan untuk setiap kecamatan berdasarkan tingkat resikonya.
Forum ekspose berlangsung interaktif. Peserta yang berasal dari perangkat daerah, kecamatan, desa dan pemangku kepentingan lainnya turut memberikan masukan. Mereka menekankan pentingnya sinkronisasi dengan RTRW, penanganan sampah sungai, restorasi kawasan bantaran serta percepatan pembangunan infrastruktur pengendali banjir di kecamatan kritis, seperti Aranio, Sungai Tabuk, Gambut dan Martapura. (Wan/K-3)














