BANJARMASIN, kalimantanpost.com — Program Sentra Produksi Pangan dan Gizi (SPPG) atau Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) dipandang sebagai peluang besar untuk membangun ekosistem ekonomi lokal yang berkelanjutan di Kalimantan Selatan. Hal ini disampaikan Anggota Komisi II DPRD Kalsel, Firman Yusi, SP, yang juga menjabat sebagai Kabid Advokasi, Kebijakan Publik, dan Ketenagakerjaan Petani, Peternak & Nelayan DPW PKS Kalsel.
Menurut Firman, SPPG bukan sekadar dapur pengolah makanan bagi program nasional MBG, tetapi simpul strategis yang dapat menghubungkan langsung hasil pertanian lokal dengan kebutuhan pangan anak sekolah. “Ini bukan hanya program makan gratis, tetapi jembatan emas yang menyambungkan lahan petani Kalsel dengan piring bergizi siswa,” ujarnya.
Firman menjelaskan bahwa SPPG yang tersebar hingga tingkat kecamatan berperan sebagai off-taker tetap bagi petani, peternak, dan nelayan. Dengan adanya dapur MBG, petani tak lagi bergantung pada pasar induk yang fluktuatif.
“Setiap dapur MBG bisa menjadi pusat aktivitas ekonomi baru. Ada tenaga pengolah, admin, logistik—semua tenaga kerja dari komunitas lokal. Dana pemerintah pun berputar di sekitar masyarakat,” jelasnya.
SPPG juga memungkinkan sortasi dan pengecekan kualitas bahan baku secara langsung, sehingga menjadi kontrol kualitas alami bagi hasil tani. Selain itu, dapur MBG menjadi ruang inovasi kuliner berbasis bahan pangan lokal, seperti patin, kangkung darat, dan ubi ungu Banjar.
Agar manfaat SPPG benar-benar dirasakan petani, Firman menekankan pentingnya pola kerja sama yang terencana.
“Petani harus proaktif menjalin kontrak pasokan jangka menengah dengan SPPG terdekat. Dengan begitu, ada kepastian pasar dan petani dapat merencanakan jadwal tanam sesuai kebutuhan menu sekolah,” katanya.
Ia mencontohkan sinkronisasi jadwal seperti panen patin untuk menu minggu ketiga setiap bulan atau penanaman bayam bergilir untuk kebutuhan rutin. Petani juga didorong mengembangkan produk olahan sederhana yang dibutuhkan dapur, seperti tepung pisang, tepung ubi, atau bumbu dasar kering dari rempah lokal.
BGN Diminta Tetapkan Kebijakan Serap Lokal 80%
Firman mendorong Badan Gizi Nasional (BGN) agar memastikan serapan produk lokal minimal 80 persen di tiap SPPG. Ia menilai peta data petani harus terintegrasi dalam sistem pengadaan SPPG.
Selain itu, BGN diharapkan menyusun Buku Menu SPPG Lokal Kalsel yang berbasis bahan pangan daerah. “Menu harus mempertimbangkan kesesuaian dengan produk lokal, termasuk standar kualitas bahan bakunya,” ungkapnya.
Untuk semakin menguatkan ekosistem ini, Firman mendorong digelarnya pertemuan rutin antara Pengelola SPPG, petani, ahli gizi, dan dinas terkait. Forum ini penting untuk menyelaraskan kebutuhan, mengatasi kendala, serta menciptakan inovasi menu baru.
Firman menyebut kehadiran dapur MBG sebagai game changer dalam pembangunan ekonomi dan gizi daerah.
“SPPG bukan lagi sekadar dapur memasak, tetapi jantung dari ekosistem pangan berdaulat skala lokal. Dampaknya bukan hanya pada perbaikan gizi anak sekolah, tetapi juga peningkatan pendapatan petani dan penciptaan lapangan kerja baru,” tegasnya.
Ia optimistis model yang diterapkan di Kalsel dapat menjadi contoh nasional. “Ketahanan gizi dan ketahanan ekonomi adalah dua sisi mata uang yang sama. Dan keduanya bisa dimulai dari dapur-dapur SPPG yang tersebar di seluruh penjuru Kalimantan Selatan,” tutupnya. (fin/KPO-1)














